Beritaneka.com—Kejuaraan Cyberathelete Collegiate Mobile Legend (CCML) Indonesia Qualifier 2021 telah selesai diselenggarakan.
Hasilnya, kejuaraan yang diikuti 46 tim mobile legend dari 32 perguruan tinggi di Indonesia ini menghasilkan empat tim terbaik yang akan mewakili Indonesia untuk berlaga di tingkat Asia Tenggara.
Keempat tim tersebut yaitu Tim Universitas Gunadarma, Tim Universitas Bina Nusantara, IPB University dan Universitas Tanjungpura.
Baca juga: Di Masa Pandemi Petani Binaan IPB University Bisa Ekspor
Tim IPB University (IPB Denzu) beranggotakan Akbar Sanjaya, Candra Hendriyansyah P, Yoga Prima Dwi Prasetyo, Yabes Mulya, Zaki Luthfi Kamil dan Faris Gibran Ramadhan. Ini merupakan salah satu pencapaian tertinggi dari tim IPB Denzu yang pernah diraih.
Nantinya tim IPB Denzu akan bertanding di tingkat Asia Tenggara dan bertemu dengan perwakilan-perwakilan universitas dari Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Filipina,” ujar Muhammad Ridho Notonegoro, penggagas IPB E-Sport Community.
Ridho berharap semua atlet e-sport dapat tampil secara maksimal di setiap kejuaraan yang diikuti agar mendapatkan prestasi serta yang paling utama mengharumkan nama kampus IPB University.
“Terima kasih buat semua atlet IPB E-Sport yang terus berjuang dan membuktikan bahwa kita dapat berprestasi. Terima kasih juga kepada Subdit Pembinaan Karakter dan dukungan langsung dari Direktur Kemahasiswaan dan Pengembangan Karir yang selalu membina kami. Ke depannya kita bakal terus berjuang dan menunjukkan bahwa bidang non-akademik khususnya olahraga dapat berprestasi dengan niat, semangat, dan tekat yang kuat. Intinya untuk kejuaraan ini, kita tim IPB University akan berjuang secara maksimal sebagai perwakilan dari Indonesia di ajang internasional,” imbuhnya.
Baca juga: Dua Menteri Panen Melon Golden Alisha di IPB University
Perkembangan e-sports di tanah air sangatlah pesat. Terlihat dengan banyaknya kejuaraan-kejuaraan yang ada, dari tingkat nasional hingga internasional. E-sports juga telah menjangkau ke semua kalangan. Ini membuktikan bahwa bermain game jika ditekuni dapat juga menghasilkan prestasi.
Beritaneka.com—Salah satu upaya dalam penangan pandemic Covid-19 sekarang ini adalah melalui program vaksinasi. Ketua Departemen Ekonomi dan Pembangunan, Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Investasi (Ekuin) DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Farouk Abdullah Alwyni mengatakan sudah waktunya jika program kesehatan juga disinergikan dengan program pemulihan ekonomi nasional, yakni kebutuhan untuk mengakselerasi produksi vaksin nasional.
Farouk menyebutkan Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya melaporkan bahwa nilai impor vaksin (termasuk vaksin Covid-19) selama kuartal pertama 2021 adalah senilai USD 443.4 juta atau sekitar Rp. 6.4 triliun, terjadi peningkatan sekitar 1.315% dibandingkan impor yang sama selama kuartal pertama 2020.
Kebutuhan akan vaksin tentunya akan terus bertambah seiring dengan perjalanan waktu, sebelumnya Menteri Kesehatan (Menkes) menyatakan bahwa sejak Januari-Juni 2021 Indonesia memiliki 70 juta dosis vaksin dan akan ada kebutuhan menambah paling tidak 290 juta dosis vaksin selama Juli-Desember 2021, dengan target vaksinasi 181,5 juta orang atau 363 juta jika masing-masing terima dua kali suntik.
Baca juga: Kasus Covid-19 Meledak, Farouk Abdullah: Refleksi Kesalahan Paradigma Pembangunan Negara
Lebih lanjut Farouk menjelaskan Kebutuhan impor vaksin diatas belum mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan impor lainnya seperti alattes dan masker. Belum lagi kemungkinan Covid-19 menjadi endemic seperti yang diantisipasi Singapura, tentunya kebutuhan dana untuk vaksinasi akan selalu muncul.
“Melihat dana, dan potensi dana yang akan dikeluarkan sedemikian besar, maka sudah waktunya jika program kesehatan juga disinergikan dengan program pemulihan ekonomi nasional, yakni kebutuhan untuk mengakselerasi produksi vaksin nasional,”ujarnya.
Pria yang menyelesaikan gelar MBA bidang Perbankan Internasional dan Keuangan dari Universitas Birmingham (Inggris) ini memaparkan bahwa sejauh ini kita sudah sering mendengar ada dua kandidat vaksin nasional yaitu vaksin nusantara dan vaksin merahputih, disamping mungkin ada potensi vaksin-vaksin lainnya.
Sehubungan dengan ini, maka sudah selayaknya pemerintah melakukan segala hal yang diperlukan agar Indonesia bias memproduksi vaksinnya sendiri, sejauh ini selain Amerika Serikat & China, banyak negara juga sudah mulai memproduksi vaksinnya sendiri adalah Jerman, Belgia, India, Inggris, Belanda, Rusia, Swis, Korea Selatan, dan Brazil.
Farouk menjelaskan dewasa ini dengan munculnya varian delta dari Covid-19, efikasi dari berbagai vaksin juga mengalami penurunan. Kita menyaksikan begitu banyak tenaga kesehatan yang telah divaksin penuh dengan menggunkan vaksin Sinovac, ternyata juga masih tetap terinfeksi dan diperkirakan sekitar 20 diantaranya meninggal dunia.
Ternyata kasus ini juga tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga dinegara-negara lain seperti Seychelles, Mongolia, dan Bahrain. Di-Israel, kenaikan kasus positif Covid-19 juga terjadi terhadap warga yang telah mendapatkan vaksinasi secara penuh oleh Pfizer. Bahkan di Amerika Serikat sendiri Pfizer meminta kepada otoritas kesehatan yang ada agar dapat memberikan dosis tambahan, hal yang belum disetujui oleh otoritas terkait.
Baca juga: KPK Dilemahkan, PKS: Berdampak Buruk Terhadap Investasi
Lebih jauh mantan professional senior Islamic Developmeent Bank ini menguraikan ditengah kondisi bermutasinya virus dimana disatu sisi vaksin-vaksin yang ada sekalipun tidak terjamin keampuhannya, maka sudah selayaknya jika Indonesia juga berani mengambil tindakan untuk lebih bersemangat memproduksi vaksin nasional, karena pada dasarnya tidak ada vaksin yang sempurna saatini, tentunya dengan tetap melakukan yang terbaik secara scientific terkait factor keamanan (safety) dan keampuhan vaksin (efficacy) nasional.
“Akselerasi produksi vaksin nasional pada dasarnya bukan saja penting untuk membangun kemandirian kesehatan nasional, tetapi juga akan berdampak besar untuk berkontribusi terhadap perekonomian nasional. Kemandirian vaksinasi dapat mencegah terjadinya capital outflows yang sangat besar untuk impor vaksin,” jelas Farouk Alwyni.
Menurut Dewan Penasehat Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) ini pemerintah perlu merespon kondisi yang penuh ketidak pastian dewasa ini dalam memerangi Covid-19 dengan komitmen untuk membangun kemandirian kesehatan nasional, dan yang terpenting dewasa ini adalah akselerasi produksi vaksin nasional, disamping tentunya juga mendorong lebih banyak lagi produksi alat test Covid-19 dan masker didalam negeri.
Beritaneka.com—Himpunan Alumni (HA) IPB University menyerahkan donasi sebesar Rp 1,3 milyar kepada IPB University. Dana yang diserahkan itu kontribusi alumni IPB membantu masyarakat yang terpapar pandemi Covid-19.
Donasi itu diserahkan langsung oleh Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) HA IPB University, Fathan Kamil kepada Rektor IPB University, Prof Arif Satria di Kampus Dramaga, Bogor 28/7.
Bantuan donasi terdiri dari 120 unit tabung oksigen kapasitas enam meter kubik senilai Rp 342,5 juta, 60 unit regulator senilai Rp 72 juta, 500 unit selang oksigen nasal canula dan 100 selang masker senilai Rp 9,5 juta.
Baca juga: Mahasiswa IPB KKN, Ajari Masyarakat Akuaponik dan Hidroponik
Donasi ini juga menanggung biaya isi ulang tabung oksigen selama tiga bulan senilai Rp 360 juta, bantuan biaya makanan pasien selama tiga bulan senilai Rp 420 juta dan paket obat-obatan senilai Rp 114.435.000.
Ketua DPP HA-IPB University, Fathan Kamil mengapresiasi seluruh lapisan alumni di berbagai daerah dari berbagai angkatan atas keikutsertaan dalam program donasi ini. Semangat yang ditunjukkan alumni IPB University ini, sebutnya, merupakan bentuk komitmen alumni membersamai almamater.
“Terima kasih pada para alumni dan berbagai komponen yang telah bekerja keras menyalurkan energi positifnya. Energi positif ini menunjukkan adanya peningkatan bagaimana kita turut berkontribusi untuk almamater dan untuk bangsa ini. Mudah-mudahan langkah ini terus menjadi partisipasi aktif yang strategis ke depan. Alumni akan terus bersama untuk mendorong tumbuh kembang almamater lebih baik,” ujarnya.
Rektor IPB University, Prof Arif Satria menyambut baik dan mengapresiasi langkah HA IPB University ini. Ia menyampaikan apresiasi kepada alumni yang telah terlibat dalam donasi ini. Pengadaan tabung oksigen akan sangat membantu penyembuhan pasien yang membutuhkan.
“Saat ini IPB University telah melakukan berbagai langkah untuk mengatasi pandemi COVID-19. Sejak tahun lalu, asrama dialihfungsikan menjadi tempat bagi warga IPB University menjalani isolasi. Berkat kerjasama dengan Pemerintah Kota Bogor, IPB University menyediakan satu gedung asrama lagi untuk warga IPB University maupun warga Bogor yang bergejala ringan untuk isolasi,” terang Rektor.
Selain itu, lanjutnya, vaksinasi terus dilakukan secara masif. Setelah dosen dan tenaga kependidikan, dalam waktu dekat IPB University akan menyediakan vaksin untuk mahasiswa, keluarga besar IPB University dan masyarakat lingkar kampus.
Tak hanya itu, IPB University dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah menghasilkan instalasi oxygen concentrator plant. Hal ini sebagai langkah untuk memberikan jaminan pasokan oksigen untuk kepentingan rumah sakit terutama di Bogor. Ke depan, IPB University juga akan membuka rumah sakit lapang bekerja sama dengan rumah sakit swasta di Bogor.
Baca juga: Indonesia Darurat Sampah, Pakar IPB: Setiap Orang harus Bertindak Nyata
“Semoga support alumni terus mengalir. Semoga Allah membalas niat dan karya baik dari seluruh alumni. Saya berharap kita selalu kompak untuk bersama menyelesaikan masalah bangsa,” tutur Prof Arif.
Turut hadir Wakil Rektor Bidang Internasionalisasi, Kerja Sama, dan Hubungan Alumni sekaligus Ketua Crisis Center COVID-19 IPB University, Prof Dodik Ridho Nurrochmat dan Kepala Biro Komunikasi, Yatri Indah Kusumastuti. Sementara dari pihak HA IPB University, hadir Sekjen HA, Walneg S. Jas dan Ketua Umum Aksi Relawan Mandiri (ARM) HA IPB University, Ahmad Husein.
“Semoga semua donasi dan bantuan ini dapat bermanfaat untuk membantu menyelamatkan nyawa dan kesembuhan seluruh pasien isolasi mandiri yang kini tengah berjuang memenangkan hidup melawan COVID-19. Semoga Allah meridhai segala usaha kita ini,” ujar Ketua ARM HA-IPB, Ir. Ahmad Husein, M.Si.
Beritaneka.com—Mahasiswa IPB University melakukan Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN-T) di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor. Salah satu kegiatan yang digelar webinar “Hidroponik dan Budikdamber sebagai Alternatif Pertanian pada Lahan Terbatas”. Tampil sebagai nara sumber Dr Tatag Budiardi, Dosen IPB University dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK).
Menurut Tatag, sistem budidaya tanaman Akuaponik dan Hidroponik muncul karena adanya fenomena “urban farming”. Akuaponik adalah teknologi yang memadukan teknik bercocok tanam dan budidaya ikan pada lahan yang sempit.
Akuaponik merupakan teknologi produksi pangan yang memiliki kemampuan untuk produksi dalam ruang yang efisien dan pada tempat yang tidak biasa. Teknologi ini cocok digunakan untuk menanam ikan dan sayuran secara berkelanjutan. Unit produksi akuaponik berpotensi diterapkan untuk ketahanan pangan baik skala rumah tangga maupun skala komersial pada berbagai tingkat teknologi dan ukuran.
“Teknik akuaponik dapat menghasilkan produksi ikan dan sayuran sebagai bahan pangan yang terkontrol proses produksinya dan kualitas yang baik,” ujarnya.
Baca juga: Aplikasi IJAH Analytics, Sistem Prediksi Formula Jamu yang Mutakhir
Prinsip kerja sistem akuaponik pada dasarnya menggunakan nutrisi yang ditambahkan ke sistem akuaponik seoptimal dan seefisien mungkin dengan menghasilkan dua produk yaitu ikan dan sayuran.
Sistem akuaponik tersebut memanfaatkan air secara hemat dan efisien untuk kegiatan produksi dengan memaksimumkan penggunaan lahan atau unit produksi. Komoditas ikan yang biasa dibudidayakan pada sistem ini biasanya adalah ikan lele, nila, mujair, dan patin.
Pemilihan jenis ikan yang akan dibudidayakan tersebut perlu memperhatikan kemampuan ikan untuk dapat bertahan hidup pada kondisi tertentu. Sementara sayuran yang biasa diterapkan dengan sistem ini berupa kangkung, sawi, dan caisim.
Peralatan yang digunakan untuk menciptakan sistem ini tergolong sangat sederhana yaitu dapat menggunakan ember bekas dan gelas plastik yang sudah tidak terpakai.
Monitoring perlu dilakukan secara berkala dengan memperhatikan kondisi hara yang digunakan, kualitas air yang terjaga, serta tingkat padat tebar ikan yang dibudidayakan.
“Budikdamber merupakan solusi yang sangat tepat untuk diterapkan pada lahan yang terbatas untuk melakukan produksi ikan dan sayuran pada waktu yang sama, tentunya dengan kontrol yang dijaga sehingga kualitas dan kuantitas yang dihasilkan memiliki nilai yang sangat baik,” imbuhnya.
Baca juga: Di Masa Pandemi Petani Binaan IPB University Bisa Ekspor
Selain Dr Tatag, kegiatan ini juga menghadirkan Dr Hamim, Dosen IPB University dari Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Sesuai dengan kepakarannya, Dr Hamim menjelaskan kandungan hara pada sistem hidroponik.
Nutrisi (hara) untuk tanaman hidroponik dapat disalurkan melalui pemberian pupuk cair. Pupuk yang cocok serta banyak dijual di pasaran contohnya adalah pupuk AB-mix, VeggieMix, dan Royal Hidroponik.
Komoditas yang cocok untuk hidroponik pada umumnya adalah jenis buah-buahan seperti melon, tomat, dan strawberry; dan jenis sayuran seperti selada, seledri, daun bawang, dan sawi hijau.
Pemeliharaan hidroponik pada umumnya dilakukan pengontrolan pada sirkulasi nutrisi, menjaga pH media, memperhatikan kecukupan aerasi, pengamatan morfologi, dan pengatasan penyakit, serta pemanenan.
Pemanenan tanaman dengan sistem hidroponik ini dilakukan berdasarkan jenis tanaman dengan pelaksanaan panen secara serempak, berulang, ataupun bertahap. Pemasaran hasil tanaman hidroponik dapat dilakukan pada super market, restoran/catering/hotel, atau online market.
“Tanaman dengan sistem hidroponik ini memiliki potensi yang sangat tinggi karena memiliki kualitas produk yang baik, tren konsumen masa mendatang, dan perkembangan online market,” imbuhnya.
Beritaneka.com—Pemerintah Presiden Jokowi resmi memperpanjang kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 di Jawa-Bali hingga 2 Agustus 2021. Menyikapi kebijakan itu Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menyerukan agar hak rakyat jangan dilupakan.
Pemerintah harus meningkatkan pemberian bansos dan bantuan untuk usaha mikro dan kecil. Memastikan Bansos sampai tepat sasaran karena masih banyak belum diterima oleh rakyat terdampak.
“Seharusnnya, pendistribusian bantuan dilakukan seiring dengan diberlakukannya PPKM Darurat/Level4. Jika sudah menerima bantuan, masyarakat pun akan bisa menerima dan menaati aturan-aturan yang ditetapkan selama pemberlakukan PPKM Darurat/Level 4,” ujar Hergun-sapaan akrab Heri Gunawan, melalui keterangan tertulisnya.
Baca juga: Anggota DPR: Opsi PSBB Harus Segera Diambil Atasi Lonjakan Covid-19
Mengatasi pandemi Covid-19, pemerintah menaikkan anggaran dari semula Rp193,93 triliun menjadi Rp214,95 triliun. Anggaran kesehatan tersebut, lanjut Hergun, dialokasikan untuk biaya perawatan pasien, insentif nakes, penyediaan obat covid, pembangunan rumah sakit darurat, dan percepatan vaksinasi.
“Meskipun anggaran kesehatan dinaikkan, namun pelaksanaanya di lapangan kurang maksimal. Misalnya, insentif nakes di daerah dilaporkan masih tersendat,” ujar politisi Partai Gerindra ini.
Hergun juga meminta anggaran untuk nakes diberikan tepat pada waktunya. Menurut data Kementerian Dalam Negeri, per 17 Juli 2021 realisasi insentif nakes baru mencapai 23,6 persen atau Rp2,09 triliun dari pagu anggaran Rp8,85 triliun. Padahal, nakes merupakan garda terdepan penanggulangan pandemi. Sudah seharusnya mendapatkan prioritas atas hak-haknya.
“Nakes sudah berjuang mempertaruhkan nyawa dengan mendampingi dan merawat pasien Covid-19. Peluang terpapar virus sangat besar. Bahkan, sudah banyak nakes yang meninggal dunia akibat terpapar virus,” ungkapnya.
Baca juga: Menuju Kemandirian Bangsa, Komisi VII DPR Dukung Riset Vaksin Merah Putih
Selain itu, obat-obatan juga dilaporkan mengalami kelangkaan. Hal tersebut diketahui ketika Presiden Jokowi mengecek ketersediaan obat di apotek Kota Bogor, Jawa Barat. Presiden tidak menemukan obat yang dicarinya.
Menurut apotekernya, obat yang dicari presiden yaitu Oseltamivir, Gentromicyn, Favipiravir, dan multivitamin, sudah sebulan tidak tersedia. Ketidaktersediaan obat yang dicari Presiden di apotek Kota Bogor menimbulkan kecurigaan tentang dugaan adanya penimbunan obat.
Pasalnya, tutur Hergun, BUMN Farmasi di hadapan DPR sudah menyatakan telah memproduksi obat-obatan dalam jumlah yang melebihi kapasitas produksinya untuk memenuhi pasokan pasaran.
“Semoga kelangkaan obat bukan karena penimbunan. Kalaupun terindikasi ada oknum yang menimbun obat Covid-19, sudah selayaknya aparat kepolisian mengusut pihak yang terlibat dalam penimbunan obat dan barang-barang penanganan pandemi Corona ini,” tandas legislator dapil Jawa Barat IV ini.
Hergun menyerukan semua komponen bangsa bersatu untuk kepentingan bangsa dan negara. Berbagai kendala diharapkan bisa segera diperbaiki agar pelaksanaan perpanjangan PPKM Level 4 dan penyaluran bantuan untuk rakyat bisa berjalan lancar. Perkembangan Covid-19 per 25 Juli 2021 menunjukkan jumlah penambahan kasus positif dan pasien meninggal masih cukup tinggi. Kasus positif tercatat bertambah sebanyak 38.679 kasus.
Beritaneka.com—Sampah, hingga kini masih persoalan besar. Perlu kerja keras dan kesadaran masyarakat untuk mengatasinya. Mengatasi sampah bisa dimulai dari lingkungan rumah tangga. Pemerintah mengambil peran melakukan pemberdayaan masyarakat agar memiliki pemahaman cara mengelolah sampah yang benar.
“Permasalahan sampah paling utama di Indonesia adalah sampah organik. Jangan buang sampah organik ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS). Olah di tempat asalnya dengan basis pemberdayaan masyarakat agar masyarakat semakin pintar, lingkungan bersih dan sehat serta APBN/APBD hemat,” ucap Prof Arief Sabdo Yuwono, Guru Besar Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB.
Baca juga: Dukung Integrasi Data Jokowi, IPB Sodorkan Data Desa Presisi
Pakar Teknik Sanitasi Lingkungan IPB University menyampaikan memberikan penjelasan terkait pengelolaan limbah padat skala rumah tangga dan komunal. Sebagaimana diketahui bersama, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) maupun TPS hingga truk pengangkut sampah itu identik dengan kata kumuh dan bau. Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi di beberapa negara Eropa.
“Itu akibat melimpahnya sampah organik. Apabila masyarakat di tiap rumah tangga mau mengolah sampah organiknya sendiri dengan menjadikannya lebih bermanfaat (seperti kompos), tentu tukang sampah nantinya hanya akan membawa sampah an-organik. Tentu tidak akan membawa kesan bau. Truk-truk pengangkut sampah yang ada di seluruh Indonesia tidak akan membawa bau ataupun meninggalkan cairan akibat sampah yang akan mengalir di sepanjang jalan yang dilewatinya,” imbuhnya.
Baca juga: Terkait Merdeka Belajar, Rektor IPB Nilai Perlu Regulasi yang Kondusif
Menurutnya, setiap orang harus mampu memberikan tindakan nyata untuk melakukan pemilahan sampah. Mulai dari dirinya sendiri, keluarganya, hingga jangkauan yang lebih luas lagi.
“Berhentilah berwacana, mulailah memilah sampah dari rumah Anda besok pagi. Dan berikan solusi nyata untuk negeri. Jangan hanya omdo (omong doang),” ucap Prof Arief di akhir sesi webinar.
Pernyataan Prof Arief Sabdo Yuwono disampaikan saat Tim mahasiswa IPB University yang melakukan Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN-T) di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah mengadakan webinar Pengelolaan Sampah, (25/7). Webinar ini dihadiri oleh para mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia, pengurus bank sampah dan pemuda karang taruna Desa Tuwel, Kabupaten Tegal.
Oleh: Anthony Budiawan
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)
Beritaneka.com—Jumlah kasus baru harian covid-19 mengalami penurunan terus dalam beberapa hari belakangan ini. Kasus baru harian per 26 Juli 2021 anjlok menjadi 28.228 orang. Dalam dua hari ini saja, kasus baru harian turun hampir 40 persen. Tentu saja data tersebut, penurunan kasus baru harian akhir-akhir ini, terlihat agak ganjil. Karena hampir sulit dipercaya kasus baru harian bisa turun secara drastis.
Jumlah kasus baru harian covid-19 sangat mudah “dipengaruhi” (atau direkayasa). Oleh karena itu, metode perhitungan harus konsisten. Agar bisa diperoleh informasi dan data yang berguna: data yang obyektif dan bertanggung jawab. Agar pandemi covid-19 bisa dikendalikan sebaik-baiknya.
Karena kasus baru terinfeksi harian dipengaruhi oleh 1) jumlah test dan 2) komposisi test: PCR versus Antigen. Komposisi test yang tidak konsisten akan menghasilkan informasi atau data yang tidak bermakna. Artinya, tidak bisa dijadikan rujukan untuk pengendalian pandemi. Tidak bisa dijadikan dasar untuk mengetahui apakah kasus pandemi sudah membaik atau malah memburuk.
Pertama, jumlah absolut orang terinfeksi harian tidak mempunyai arti sama sekali kalau tidak didampingi data lainnya. Data pada Tabel 1A tidak mempunyai arti apa-apa kecuali hanya sebagai angka belaka. Penurunan kasus baru terinfeksi harian dari rekor 56.757 orang pada 15 Juli 2021 menjadi 38.325 orang pada 20 Juli 2021 tidak mempunyai makna.
Baca juga: Kasus Covid-19 Meledak, Farouk Abdullah: Refleksi Kesalahan Paradigma Pembangunan Negara
Oleh karena itu, agar informasi dan data kasus baru terinfeksi harian ini bermakna, maka perlu data jumlah test untuk mengetahui positivity rate. Yaitu, berapa besar tingkat penularan covid-19 yang sedang terjadi di masyarakat. Semakin besar tingkat penularan maka semakin buruk pandemi ini.
Dapat dilihat bahwa jumlah test pada 20 Juli 2021 hanya 114.674 orang. Jauh lebih rendah dari jumlah test 15 Juli 2021 sebanyak 185.321 orang. Sehingga menghasilkan jumlah orang terinfeksi pada 20 Juli 2021 jauh lebih rendah dari 15 Juli 2021.
Tetapi, kalau dilihat dari tingkat penularan, yaitu positivity rate, kasus terinfeksi 20 Juli 2021 jauh lebih tinggi (33,4 persen) dibandingkan 15 Juli 2021 (30,6 persen). Artinya, tingkat penularan covid-19 masih sangat tinggi. Masyarakat rentan tertular. Karena itu, tidak boleh ada kerumunan.
Artinya, PPKM Darurat yang berakhir pada 20 Juli seharusnya diperketat. Begitu juga menjelang akhir PPKM pada 25 Juli 2021, positivity rate masih sangat tinggi: 31,2 persen. Dengan demikian, PPKM seharusnya diperketat untuk menurunkan kasus terinfeksi secepatnya. Lockdown. Bukan dengan level-level-an.
Kedua, kasus positivity rate juga dipengaruhi komposisi test: PCR atau antigen. Karena kedua test ini mempunyai positivity rate yang jauh berbeda. Sehingga perubahan komposisi test akan berdampak pada angka positivity rate total.
Asumsikan, tingkat positivity rate test PCR 50 persen, artinya ada 1 orang terinfeksi covid-19 dari setiap 2 orang yang di test PCR. Dan test antigen 10 persen, artinya ada 1 orang terinfeksi covid-19 dari setiap 10 orang yang di test antigen.
Kalau jumlah test ditentukan sebanyak 200.000 orang, terdiri dari test PCR 120.000 orang (60 persen) dan test antigen 80.000 orang (40 persen), maka jumlah orang terinfeksi menjadi 68.000 orang, Yaitu, 60.000 orang dari test PCR (120.000 x 50 persen) dan 8.000 orang dari test antigen (80.000 orang x 10 persen). Artinya, positivity rate secara total menjadi 34 persen (68.000 orang dari 200.000 orang).
Tetapi, kalau komposisi jumlah test PCR dan jumlah test antigen dibalik masing-masing menjadi 40 persen untuk PCR dan dan 60 persen untuk antigen, maka jumlah orang terinfeksi dari test PCR menjadi 40.000 (= 40 persen jumlah test x 200.000 orang x 50 persen positivity rate). Sedangkan jumlah orang terinfeksi dari test antigen menjadi 12.000. Sehingga total terinfeksi menjadi 52.000, atau hanya 26 persen. Lihat Tabel 2.
Kalau jumlah test dikurangi menjadi 100.000 orang, maka jumlah orang terinfeksi akan berkurang menjadi setengahnya juga. Yaitu, kalau komposisi PCR dan antigen 60 persen vs 40 persen maka jumlah orang terinfeksi menjadi 34.000. Turun drastis dari 68.000. Sedangkan kalau komposisi test PCR versus antigen menjadi 40 persen vs 60 persen, maka jumlah orang terinfeksi menjadi 26.000.
Baca juga: Penanganan Covid-19 Prioritas Utama, Fathan: Hentikan Proyek Infrastruktur
Dari contoh di atas dapat dilihat betapa mudahnya “memengaruhi” jumlah orang terinfeksi harian. Melalui 1) jumlah test dan 2) komposisi test (PCR vs antigen).
Komposisi test pada bulan Juli 2021 dapat dilihat di Tabel 4. Test PCR semakin berkurang dalam seminggu terakhir. Membuat kasus positivity rate secara total seolah-olah turun. Informasi ini bisa menyesatkan. Karena komposisi test antara PCR dan antigen tidak konsisten.
Dalam hal ini, positivity rate dari test PCR harus menjadi pegangan utama dalam menentukan apakah kondisi pandemi membaik atau memburuk: bukan dari jumlah orang terinfeksi, dan bukan dari total positivity rate.
Ternyata kasus pandemi berdasarkan test PCR sejauh ini belum membaik. Positivity rate masih sangat tinggi. Seperti dapat dilihat dari Tabel 4. Artinya, pengendalian pandemi covid-19 sejauh ini belum berhasil menurunkan jumlah orang terinfeksi.
Dalam hal ini, positivity rate dari test PCR harus menjadi pegangan utama dalam menentukan apakah kondisi pandemi membaik atau memburuk: bukan dari jumlah orang terinfeksi, dan bukan dari total positivity rate.
Ternyata kasus pandemi berdasarkan test PCR sejauh ini belum membaik. Positivity rate masih sangat tinggi. Seperti dapat dilihat dari Tabel 4. Artinya, pengendalian pandemi covid-19 sejauh ini belum berhasil menurunkan jumlah orang terinfeksi.
Mari kita imajinasi. Kalau jumlah test pada 26 Juli kemarin diambil dari 250.000 orang, dan komposisi test terdiri dari 60 persen PCR dan 40 persen antigen, maka pada hari itu akan ada 67.000 jumlah orang terinfeksi.
Maka, sangat berbahaya kalau penurunan kasus terinfeksi harian diperoleh melalui perubahan test: perubahan jumlah test dan perubahan komposisi test. Karena perubahan ini dapat menyembunyikan bahaya sesungguhnya.
Yaitu, bermain dengan data pandemi, berarti bermain dengan nyawa manusia. Karena kesalahan informasi bisa berakibat fatal. Kebijakan yang diambil bisa salah fatal. Yaitu relaksasi “lockdown” sebelum waktunya. Yang akhirnya bisa membuat kasus terinfeksi melonjak dan tidak terkendali.
Beritaneka.com—Presiden Jokowi sudah mengumumkan, pemerintah memperpanjang PPKM Level 4 hingga 2 Agustus 2021. Partai Keadilan Sejahterah (PKS) meminta pemerintah fokus dan serius kendalikan pandemi, hindari manajemen Asal Bapak Senang (ABS).
“Perpanjangan PPKM Level 4 menunjukkan usaha pemerintah untuk menekan laju persebaran COVID-19. Pemerintah harus fokus dan serius menjalankan PPKM, hindari prinsip managemen asal bapak senang,” ujar Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher dalam keterangan tertulis kepada media.
Pemerintah, tegas Netty agar memerhatikan sejumlah pekerjaan rumah dan catatan besar terkait proses managemen pandemi ini. Pertama, testing dan tracing perlu dilakukan lebih masif. Penurunan kasus per 25 Juli bukan berarti usaha penanganan pandemi telah berhasil, karena angka itu disertai oleh jumlah testing yang juga jauh menurun.
Baca juga: Saling Lempar Tanggung Jawab, PKS Minta Presiden Turun Tangan Hentikan Masuknya TKA Asing
“Dalam aspek tracing kita juga masih jauh dari standar WHO yang menyarankan tracing minimal 30 orang per 1 kasus positif. Pada Februari 2021 memang menkes menargetkan tracing 30 orang per 1 kasus, namun terus menurun menjadi 15 orang pada PPKM Darurat,” paparnya.
Kedua, kata Netty, pemerintah harus memastikan pasien isolasi mandiri terpenuhi kebutuhannya hingga sembuh. “Pasien terpaksa isoman karena over kapasitas faskes mulai dari puskesmas hingga RS. Jangan sampai kasus kematian pasien isoman terus meningkat akibat kurang pemantauannya.”
Selanjutnya, Netty meminta pemerintah agar menjamin ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh faskes, seperti obat terapi COVID-19, oksigen, dan ventilator. “Pemerintah harus mengumumkan secara jelas ketercapaiannya real time per hari secara nasional melalui saluran komunikasi yang mudah diakses” Ungkapnya.
Terkait jaminan pelindungan dan hak nakes, Netty meminta pemerintah agar memastikan tidak ada lagi penundaan pencairan insentif dan ketersediaan APD untuk pelindungan nakes.
Baca juga: KPK Dilemahkan, PKS: Berdampak Buruk Terhadap Investasi
Restriksi mobilitas, kata Ketua Tim COVID-19 FPKS DPR RI ini, harus juga diimbangi dengan menggalakkan percepatan vaksinasi untuk mencapai herd immunity. “Perbanyak sentra vaksinasi untuk mencegah penumpukan massa saat vaksinasi serta permudah dan perluas aksesnya bagi masyarakat. Respon hoax dan misinformasi tentang vaksin dengan informasi ilmiah dengan bahasa yang mudah dipahami” katanya.
Terakhir, Netty mengingatkan pemerintah agar memastikan ketersediaan bahan pangan untuk masyarakat terdampak PPKM dan penyaluran bansos secara tepat waktu dan tepat sasaran. “Pastikan pangan aman dan terkendali melalui operasi pasar murah. Dan jangan ada lagi moral hazard dalam penyaluran dana bansos” tandasnya.
Beritaneka.com—Presiden Jokowi telah menetapkan pengintegrasian data sebagai dasar pembuatan kebijakan. Keputusan Presiden Jokowi itu disambut baik IPB Unversity. Melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM), IPB Unversity menggelar Merdesa Talk Seri Dua, Sabtu (24/7). Acara ini menghadirkan penggagas Data Desa Presisi (DDP) IPB University, Dr Sofyan Sjaf, Inspirator Pengembangan DDP, Jenal dan Anggota DPR RI, Rieke Diah Pitaloka.
Dalam sambutannya, Rektor IPB University Prof Arif Satria mengatakan akurasi data desa sebagai unit terkecil itu sangat menentukan.
“Karena akurasi data desa sangat berpengaruh pada akurasi data kecamatan, akurasi data kabupaten, data provinsi dan terakhir pada data nasional. Jadi kalau data desanya tidak akurat, maka dapat dipastikan data nasionalnya juga tidak akurat. Kalau perencanaan pembangunan berbasis pada data yang tak akurat, maka perencanaan itu bisa berbahaya,” ujar Arief Satria.
Baca juga: IPB Gandeng University of Nottingham Kembangkan Biomaterial Terjangkau untuk Implan Tulang
Arief menegaskan, gagasan dan capaian DDP inovasi Dr Sofyan Sjaf ini sangat luar biasa. Menurut Prof Arif, DDP sudah direspons Menteri Dalam Negeri dan Menteri Sosial, dan ia sendiri juga sudah menyampaikannya kepada Presiden Jokowi.
“Melihat capaian DDP ini, beliau (Presiden Jokowi) sangat antusias sekali. Karena ini merupakan cara mendapatkan data secara akurat, secara spasial ataupun numerik,” ujarnya.
Dalam kesempatan ini, penggagas DDP, Dr Sofyan Syaf menjelaskan bahwa DDP terinspirasi dari legacy (warisan) dari 531 tokoh-tokoh se Indonesia yang tergabung dalam Dewan Perancang Nasional (Depernas). Depernas memastikan keharusan adanya data sebagai bentuk Democratic Rural Development (DRD) yang mengutamakan partisipasi rakyat secara demokratis.
“DRD ini juga yang menjadi patokan ideologis dan filosofis dalam DDP untuk menghasilkan data akurat,” ujar Wakil Kepala LPPM IPB University bidang Pengabdian kepada Masyarakat ini.
Menurutnya, masalah data yang dihadapi desa ini belum tuntas terselesaikan hingga sekarang. Ia memastikan adanya galat data hingga (hampir) 50 persen. Terutama pada data Potensi Desa (Podes) keluaran Badan Pusat Statistik (BPS) yang tak sesuai dengan kondisi riil pedesaan.
“Ada lima masalah pendataan desa yang sudah saya paparkan dalam buku Involusi Republik Merdesa (2019). Bengkalai masalah itu yakni warga desa sebagai obyek, kurangnya kreativitas dalam penyusunan data desa, minimnya akses data terutama data desa berbasis spasial, rendahnya Sumberdaya Manusia (SDM) aparat desa, hingga data desa yang masih disusun dan diolah secara manual,” jelasnya.
Menanggapi hal ini, Rieke Dyah Pitaloka menyebut istilah ‘Intelektual Kolektif’ dari Pierre Bourdieau, yang menurutnya penting dalam pengembangan DDP.
“Kita dulu punya legacy Dewan Perencanaan Nasional (Depernas) yang anggotanya bukan hanya dari semua parpol yang diakui masa itu, tapi juga ada perwakilan dari golongan, suku agama, mazhab pemikiran dan pakar berbagai universitas. “Buku Putih’ Depernas mengutamakan data akurat, bukan sekedar taksiran dalam perencanaan pembangunan. Oleh karena itu, semua pihak harus sama-sama membangun satu data yang akurat dan presisi. Perguruan tinggi harus dilibatkan secara aktif. Sehingga memastikan perlunya ‘keputusan politik berbasis riset’. Tapi perguruan tinggi harus menghasilkan riset ilmiah yang mudah dipahami masyarakat,” ujarnya.
Baca juga: Rektor IPB University: Saatnya Indonesia Pemimpin Industri Halal Dunia
Jenal, Kepala Desa Gelaranyar, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat menyambung diskusi ini dengan membeberkan semua keunggulan DDP. Jenal berinisiatif menggunakan DDP untuk membangun desanya.
“Tak ada keraguan lagi. DDP ini 99 persen tepat. Namun sayang, ada satu kekurangannya, yakni dari sisi pemerintah. Pemerintah pusat semestinya membuat regulasi nasional penggunaan DDP,” pungkasnya.
Kepala LPPM IPB University, Dr Ernan Rustiadi juga menyampaikan hal serupa. Menurutnya, ini bukan masalah teknologi yang tak bisa dikuasai. Tapi permasalahannya adalah maukah konsep DDP ini diterapkan oleh negara.
“Teknologinya ada, kemampuan kita ada, SDM kita juga mampu. Bahkan proses-proses pengembangan Data Desa Presisi yang dikembangan Unit Desa Presisi dilakukan secara partisipatif dengan masyarakat desa. Jadi masyarakat desa pun sekarang sudah sangat terbiasa dengan gadget, sudah ngerti GPS (Global Positioning System), bahkan ngerti juga analisis-analisis pedesaaan,” ujarnya. Dr Ernan optimis DDP akan menjadi solusi bagi kemajuan dan akselerasi pembangunan pedesaan.