Beritaneka.com—Indonesia sudah terkenal akan kekayaan tanaman obat. Namun demikian, masih banyak tanaman obat lokal yang belum dieksplorasi lebih lanjut. Pengusaha industri obat herbal atau jamu serta masyarakat, menggunakan ramuan yang telah diwariskan untuk mengobati penyakit tertentu. Padahal masih banyak tanaman Indonesia yang belum dieksplorasi yang berpotensi untuk mengobati berbagai penyakit.
Dr Wisnu Ananta Kusuma, Dosen Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB University menciptakan IJAH Analytics. IJAH adalah kependekan dari Indonesia Jamu Herbs. Yakni aplikasi yang dapat memberikan solusi untuk menyusun formula jamu yang efektif.
Aplikasi yang dirintis oleh Sekretaris Pusat Studi Biofarmaka Tropika (Trop BRC), Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM), IPB University ini melibatkan dosen, peneliti, dan mahasiswa IPB University sejak tahun 2013. Pembuatan aplikasi ini dilatarbelakangi oleh keinginan melakukan saintifikasi jamu.
Baca juga: Pakar Bioekologi Laut Ungkap Fakta Di Balik Segitiga Terumbu Karang Dunia
Aplikasi tersebut adalah sebuah sistem untuk memformulasikan obat herbal baru. Sistem tersebut dibangun berbasis network pharmacology dan menggunakan metode machine learning. Data yang terdapat pada IJAH meliputi data tanaman yang banyak diambil dari situs jamu.ipb.ac.id dan KnapSack, data senyawa yang diambil dari PubChem, data protein dari Uniprot, dan data penyakit dari OMIM.
“Kita ingin IJAH ini dapat menampung data biodiversitas tanaman beserta senyawa, serta protein target dan penyakit. IJAH juga memiliki kemampuan yang memungkinkan bagi peneliti, industri jamu besar maupun rumahan untuk dapat menghasilkan kandidat formula jamu,” jelasnya
Prediksi formula ini dilakukan dengan menginputkan data tanaman atau senyawa untuk mengetahui target penyakitnya. Atau dengan menginputkan penyakit tertentu untuk mengetahui tanaman atau senyawa yang berpotensi menyembuhkan penyakit tersebut. Namun kandidar formula ini harus tetap diuji secara pra klinis maupun klinis, sesuai prosedur dari Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan (BPOM).
Di awal pandemi, prinsip dalam IJAH Analytics telah digunakan untuk melakukan penapisan (screening) tanaman yang berpotensi sebagai anti virus COVID-19. Antara lain jambu biji merah, kelor dan jeruk. Hasil tersebut kemudian dibandingkan dengan hasil pemodelan farmakopor yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Dari pemodelan ini, senyawa-senyawa flavonoid yang diperoleh adalah hesperidin dan quercetin yang divalidasi dengan metode molecular docking terhadap protein 3CLPro dengan lopinavir sebagai kontrolnya. Saat ini penelitian tersebut sedang dilakukan uji pra klinis.
“Harus ada upaya kolaborasi antar peneliti sehingga basis data IJAH ini semakin lengkap dengan diperkaya oleh informasi tanaman lokal dan senyawa dari para peneliti di Indonesia. Dengan demikian IJAH dimanfaatkan tidak hanya oleh masyarakat Indonesia, namun juga oleh masyarakat dunia dan dikenal sebagai aplikasi yang bercirikan Indonesia karena berisi komoditas tanaman lokal Indonesia,” imbuhnya.
Baca juga: Tantangan Diagnosis Virus Pada Tanaman
IJAH Analytics memiliki dua versi, versi pertama dinamakan SI-IJAH. SI-IJAH ini telah mendapatkan penghargaan 107 inovasi nasional dan telah menghasilkan produk jamu antidiabetes bernama Gluco R-1.
Bekerja sama dengan PT Biofarmaka Indonesia, produk tersebut telah lolos uji serta siap edar. IJAH versi kedua, yaitu IJAH Analytics dan telah mendapatkan hak cipta yang dapat diakses secara gratis melalui http://ijah.apps.cs.ipb.ac.id/.
Pada IJAH Analytics versi kedua ini terdapat fitur untuk menemukan protein yang berperan penting terkait penyakit, memprediksi interaksi senyawa protein dan melakukan formulasi jamu. Adapun tantangan pengembangan aplikasi ini adalah terkait dengan kesulitan memperoleh data senyawa dan tanaman lokal.
Pengembangan lebih lanjut dari IJAH Analytics dilakukan dengan menambahkan fitur sinergisitas antar senyawa. Pada roadmap juga telah direncanakan untuk mengembangkan I-PRIME (IPB Precision Herbal Medicine Discovery System) yang menggabungkan prinsip IJAH Analytics dan Integrated Single Nucleotide Polymorphism Pipeline (ISNIP).
Hal ini untuk menanggapi perkembangan precision medicine, sebuah paradigma baru pengobatan presisi yang mempertimbangkan profil genetik.
“Penggabungan kedua prinsip tersebut bermanfaat untuk merancang obat herbal yang memperhatikan profil genetik pasiennya. Sehingga diharapkan tidak akan memberikan efek samping yang berbahaya,” jelasnya.
Beritaneka.com—Gunung Marapi yang berada di wilayah Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat mengalami…
Beritaneka.com—Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik Letnan Jenderal TNI Maruli Simanjuntak sebagai Kepala Staf Angkatan Darat…
Beritaneka.com—Sebanyak 253 juta data pemilih di Komisi Pemilihan Umum (KPU) bocor dibobol hacker. Namun setelah…
Beritaneka.com—Demonstrasi berupa unjuk rasa besar-besaran warga masyarakat dunia telah berlangsung di pelbagai belahan dunia, bahkan…
Beritaneka.com—Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengingatkan kepada penguasa untuk tidak kembali pada masa Orde Baru…
Beritaneka.com—Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan tidak memberi bantuan hukum kepada Firli Bahuri (FB) yang saat…