Categories: OPINI

Bermain Data Pandemi, Bermain Nyawa Manusia

Oleh: Anthony Budiawan
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)

Beritaneka.com—Jumlah kasus baru harian covid-19 mengalami penurunan terus dalam beberapa hari belakangan ini. Kasus baru harian per 26 Juli 2021 anjlok menjadi 28.228 orang. Dalam dua hari ini saja, kasus baru harian turun hampir 40 persen. Tentu saja data tersebut, penurunan kasus baru harian akhir-akhir ini, terlihat agak ganjil. Karena hampir sulit dipercaya kasus baru harian bisa turun secara drastis.

Jumlah kasus baru harian covid-19 sangat mudah “dipengaruhi” (atau direkayasa). Oleh karena itu, metode perhitungan harus konsisten. Agar bisa diperoleh informasi dan data yang berguna: data yang obyektif dan bertanggung jawab. Agar pandemi covid-19 bisa dikendalikan sebaik-baiknya.

Karena kasus baru terinfeksi harian dipengaruhi oleh 1) jumlah test dan 2) komposisi test: PCR versus Antigen. Komposisi test yang tidak konsisten akan menghasilkan informasi atau data yang tidak bermakna. Artinya, tidak bisa dijadikan rujukan untuk pengendalian pandemi. Tidak bisa dijadikan dasar untuk mengetahui apakah kasus pandemi sudah membaik atau malah memburuk.

Pertama, jumlah absolut orang terinfeksi harian tidak mempunyai arti sama sekali kalau tidak didampingi data lainnya. Data pada Tabel 1A tidak mempunyai arti apa-apa kecuali hanya sebagai angka belaka. Penurunan kasus baru terinfeksi harian dari rekor 56.757 orang pada 15 Juli 2021 menjadi 38.325 orang pada 20 Juli 2021 tidak mempunyai makna.

Baca juga: Kasus Covid-19 Meledak, Farouk Abdullah: Refleksi Kesalahan Paradigma Pembangunan Negara

Oleh karena itu, agar informasi dan data kasus baru terinfeksi harian ini bermakna, maka perlu data jumlah test untuk mengetahui positivity rate. Yaitu, berapa besar tingkat penularan covid-19 yang sedang terjadi di masyarakat. Semakin besar tingkat penularan maka semakin buruk pandemi ini.

Dapat dilihat bahwa jumlah test pada 20 Juli 2021 hanya 114.674 orang. Jauh lebih rendah dari jumlah test 15 Juli 2021 sebanyak 185.321 orang. Sehingga menghasilkan jumlah orang terinfeksi pada 20 Juli 2021 jauh lebih rendah dari 15 Juli 2021.

Tetapi, kalau dilihat dari tingkat penularan, yaitu positivity rate, kasus terinfeksi 20 Juli 2021 jauh lebih tinggi (33,4 persen) dibandingkan 15 Juli 2021 (30,6 persen). Artinya, tingkat penularan covid-19 masih sangat tinggi. Masyarakat rentan tertular. Karena itu, tidak boleh ada kerumunan.

Artinya, PPKM Darurat yang berakhir pada 20 Juli seharusnya diperketat. Begitu juga menjelang akhir PPKM pada 25 Juli 2021, positivity rate masih sangat tinggi: 31,2 persen. Dengan demikian, PPKM seharusnya diperketat untuk menurunkan kasus terinfeksi secepatnya. Lockdown. Bukan dengan level-level-an.

Kedua, kasus positivity rate juga dipengaruhi komposisi test: PCR atau antigen. Karena kedua test ini mempunyai positivity rate yang jauh berbeda. Sehingga perubahan komposisi test akan berdampak pada angka positivity rate total.

Asumsikan, tingkat positivity rate test PCR 50 persen, artinya ada 1 orang terinfeksi covid-19 dari setiap 2 orang yang di test PCR. Dan test antigen 10 persen, artinya ada 1 orang terinfeksi covid-19 dari setiap 10 orang yang di test antigen.

Kalau jumlah test ditentukan sebanyak 200.000 orang, terdiri dari test PCR 120.000 orang (60 persen) dan test antigen 80.000 orang (40 persen), maka jumlah orang terinfeksi menjadi 68.000 orang, Yaitu, 60.000 orang dari test PCR (120.000 x 50 persen) dan 8.000 orang dari test antigen (80.000 orang x 10 persen). Artinya, positivity rate secara total menjadi 34 persen (68.000 orang dari 200.000 orang).

Tetapi, kalau komposisi jumlah test PCR dan jumlah test antigen dibalik masing-masing menjadi 40 persen untuk PCR dan dan 60 persen untuk antigen, maka jumlah orang terinfeksi dari test PCR menjadi 40.000 (= 40 persen jumlah test x 200.000 orang x 50 persen positivity rate). Sedangkan jumlah orang terinfeksi dari test antigen menjadi 12.000. Sehingga total terinfeksi menjadi 52.000, atau hanya 26 persen. Lihat Tabel 2.

Kalau jumlah test dikurangi menjadi 100.000 orang, maka jumlah orang terinfeksi akan berkurang menjadi setengahnya juga. Yaitu, kalau komposisi PCR dan antigen 60 persen vs 40 persen maka jumlah orang terinfeksi menjadi 34.000. Turun drastis dari 68.000. Sedangkan kalau komposisi test PCR versus antigen menjadi 40 persen vs 60 persen, maka jumlah orang terinfeksi menjadi 26.000.

Baca juga: Penanganan Covid-19 Prioritas Utama, Fathan: Hentikan Proyek Infrastruktur

Dari contoh di atas dapat dilihat betapa mudahnya “memengaruhi” jumlah orang terinfeksi harian. Melalui 1) jumlah test dan 2) komposisi test (PCR vs antigen).

Komposisi test pada bulan Juli 2021 dapat dilihat di Tabel 4. Test PCR semakin berkurang dalam seminggu terakhir. Membuat kasus positivity rate secara total seolah-olah turun. Informasi ini bisa menyesatkan. Karena komposisi test antara PCR dan antigen tidak konsisten.

Dalam hal ini, positivity rate dari test PCR harus menjadi pegangan utama dalam menentukan apakah kondisi pandemi membaik atau memburuk: bukan dari jumlah orang terinfeksi, dan bukan dari total positivity rate.

Ternyata kasus pandemi berdasarkan test PCR sejauh ini belum membaik. Positivity rate masih sangat tinggi. Seperti dapat dilihat dari Tabel 4. Artinya, pengendalian pandemi covid-19 sejauh ini belum berhasil menurunkan jumlah orang terinfeksi.

Dalam hal ini, positivity rate dari test PCR harus menjadi pegangan utama dalam menentukan apakah kondisi pandemi membaik atau memburuk: bukan dari jumlah orang terinfeksi, dan bukan dari total positivity rate.

Ternyata kasus pandemi berdasarkan test PCR sejauh ini belum membaik. Positivity rate masih sangat tinggi. Seperti dapat dilihat dari Tabel 4. Artinya, pengendalian pandemi covid-19 sejauh ini belum berhasil menurunkan jumlah orang terinfeksi.

Mari kita imajinasi. Kalau jumlah test pada 26 Juli kemarin diambil dari 250.000 orang, dan komposisi test terdiri dari 60 persen PCR dan 40 persen antigen, maka pada hari itu akan ada 67.000 jumlah orang terinfeksi.

Maka, sangat berbahaya kalau penurunan kasus terinfeksi harian diperoleh melalui perubahan test: perubahan jumlah test dan perubahan komposisi test. Karena perubahan ini dapat menyembunyikan bahaya sesungguhnya.

Yaitu, bermain dengan data pandemi, berarti bermain dengan nyawa manusia. Karena kesalahan informasi bisa berakibat fatal. Kebijakan yang diambil bisa salah fatal. Yaitu relaksasi “lockdown” sebelum waktunya. Yang akhirnya bisa membuat kasus terinfeksi melonjak dan tidak terkendali.

Redaksi Beritaneka

Share
Published by
Redaksi Beritaneka

Recent Posts

Gunung Marapi Erupsi, 11 Pendaki Meninggal 12 Hilang

Beritaneka.com—Gunung Marapi yang berada di wilayah Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat mengalami…

12 bulan ago

Maruli Simanjuntak Jadi KSAD

Beritaneka.com—Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik Letnan Jenderal TNI Maruli Simanjuntak sebagai Kepala Staf Angkatan Darat…

12 bulan ago

Sebanyak 204 Juta Data Pribadi Pemilih di KPU Bocor Dibobol Hacker, Dijual Rp1,2 Miliar

Beritaneka.com—Sebanyak 253 juta data pemilih di Komisi Pemilihan Umum (KPU) bocor dibobol hacker. Namun setelah…

12 bulan ago

Tax Payer Community: People Power sampai Boikot Pajak Bisa Hentikan Genosida Gaza

Beritaneka.com—Demonstrasi berupa unjuk rasa besar-besaran warga masyarakat dunia telah berlangsung di pelbagai belahan dunia, bahkan…

12 bulan ago

Megawati Ingatkan Penguasa Jangan Kembali Masa Orba

Beritaneka.com—Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengingatkan kepada penguasa untuk tidak kembali pada masa Orde Baru…

12 bulan ago

KPK Tidak Beri Bantuan Hukum ke Firli Bahuri

Beritaneka.com—Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan tidak memberi bantuan hukum kepada Firli Bahuri (FB) yang saat…

12 bulan ago