Beritaneka.com—Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mengkritisi kinerja DPR RI pada Masa Sidang IV Tahun Sidang 2020-2021, terutama dibidang legislasi. Formappi menilai pelaksanaan fungsi legislasi DPR selama MS IV belum mengalami kemajuan signifikan dibandingkan dengan MS sebelumnya. DPR dinilai juga bermasalah karena mempertahankan RUU kontroversial pada program legislasi nasional.
“Jika di masa sidang terdahulu (MS III) tak satu pun hasil kerja legislasi yang bisa ditorehkan DPR, maka pada MS IV situasinya nyaris tak berubah,” ujar Koordinator Formappi Lucius Karus.
Baca juga: KPK Sita Dokumen dari Kantor dan Rumah Dinas Azis Syamsuddin
Sedikit perbedaan, jelas Karus, hanya ditunjukkan melalui pengesahan Daftar RUU Prioritas Prolegnas 2021 dan 1 RUU Kumulatif Terbuka yakni Rancangan Undang-Undang tentang Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia dengan Negara-negara EFTA (RUU IE-CEPA), yang dibahas oleh Komisi VI.
Menurut Karus, penetapan Prolegnas Prioritas 2021 tak bisa dianggap sebagai sesuatu yang luar biasa karena momentumnya sudah terlambat. Sebagai sebuah perencanaan, Daftar RUU Prioritas mestinya harus sudah ditetapkan sebelum tahun pelaksanaannya. Jika Prolegnas Prioritas 2021 dimaksudkan sebagai rujukan pelaksanaan fungsi legislasi sepanjang tahun 2021, maka penetapan Prolegnas Prioritas mestinya harus sudah dilakukan di akhir tahun 2020.
Penetapan di MS IV hanya akan berakibat pada minimnya hasil legislasi karena waktu pembahasan yang kian tipis sebagai efek keterlambatan penetapan Prolegnas Prioritas. Keterbatasan waktu yang tersisa sebagai akibat molornya pengesahan Prolegnas Prioritas 2021 diperparah dengan kegagalan DPR untuk mengesampingkan RUU-RUU Kontroversial dari daftar RUU Prioritas tersebut.
Baca juga: Jamiluddin Ritonga: Perilaku Azis Syamsuddin Tidak Beretika
Lebih lanjut, Formappi menyoroti keputusan untuk tetap mempertahankan RUU Kontroversial hanya akan memberatkan DPR dalam upaya menghasilkan lebih banyak RUU Prioritas. RUU Kontroversial seperti RUU Minol, RUU Perlindungan Tokoh dan SImbol Agama, RUU Pemindahan Ibukota merupakan beberapa RUU yang potensi menimbulkan kontroversi itu. Pengesahan 1 RUU Kumulatif Terbuka pada MS IV juga bukan sebuah prestasi luar biasa.
RUU Kumulatif Terbuka itu bukan menjadi bagian dari politik legislasi yang direncanakan sesuai dengan visi dan misi DPR periode 2019-2024. RUU Kumulatif Terbuka merupakan hasil ratifikasi perjanjian RI dengan negara tertentu.
“Karenanya, pengesahan satu RUU Kumulatif Terbuka di MS IV sesungguhnya menjadi pelipur lara di tengah mandulnya DPR menghasilkan RUU Prolegnas Prioritas,” tegas Karus. (ZS)
Beritaneka.com—Gunung Marapi yang berada di wilayah Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat mengalami…
Beritaneka.com—Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik Letnan Jenderal TNI Maruli Simanjuntak sebagai Kepala Staf Angkatan Darat…
Beritaneka.com—Sebanyak 253 juta data pemilih di Komisi Pemilihan Umum (KPU) bocor dibobol hacker. Namun setelah…
Beritaneka.com—Demonstrasi berupa unjuk rasa besar-besaran warga masyarakat dunia telah berlangsung di pelbagai belahan dunia, bahkan…
Beritaneka.com—Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengingatkan kepada penguasa untuk tidak kembali pada masa Orde Baru…
Beritaneka.com—Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan tidak memberi bantuan hukum kepada Firli Bahuri (FB) yang saat…