Categories: BERITA

Media Online dan Teknologi Digital Jadi Tujuan Investasi Peserta PPS

Beritaneka.com—Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati telah menetapkan 332 kegiatan usaha, termasuk di dalamnya media online yang dapat menjadi tujuan investasi harta bersih bagi para peserta Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau Tax Amnesty jilid II.

Penetapan kegiatan usaha ini tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor No. 52/KMK.010/2022 tentang Kegiatan Usaha Sektor Pengolahan Sumber Daya Alam dan Sektor Energi Terbarukan Sebagai Tujuan Investasi Harta Bersih Dalam Rangka Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak.

Investasi pada hilirisasi sumber daya alam dan sektor energi terbarukan merupakan alternatif investasi PPS selain surat berharga negara (SBN) yang mendapat hak istimewa kebijakan tarif terendah PPS.

Baca Juga:

Terbitnya KMK tersebut merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 16 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor No. 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak.

Dari 332 kegiatan usaha itu, ada pula aktivitas yang berkaitan dengan teknologi digital. Beberapa di antaranya seperti aktivitas pengembangan video game, pengembangan aplikasi perdagangan melalui internet, pengembangan teknologi blockchain, aktivitas konsultasi dan perancangan internet of things (IoT), serta media online atau portal web dan/atau platform digital untuk tujuan komersial ataupun non komersial.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor menjelaskan, wajib pajak yang akan melakukan investasi harus mengeksekusinya paling lambat 30 September 2023. Adapun holding period ditetapkan selama 5 tahun sejak diinvestasikan.

Ketentuan lainnya terkait investasi PPS adalah untuk wajib pajak yang telah menempatkan investasi di salah satu jenis investasi, baik pada SBN maupun salah satu jenis industri tersebut di atas, diberikan kemudahan untuk dapat berpindah investasi.

Syaratnya, perpindahan investasi ke bentuk lain dilakukan setelah minimal 2 tahun, maksimal 2 kali dengan maksimal 1 kali perpindahan dalam 1 tahun kalender. Perpindahan investasi diberikan maksimal jeda 2 tahun yang menangguhkan holding period.

“Investasi tidak harus 5 tahun dalam satu jenis investasi, tetapi bisa setelah 2 tahun pindah. Misalnya sudah investasi di sektor energi terbarukan, setelah 2 tahun pindah ke SBN atau hilirisasi sumber daya alam. Ini murni bisnis. Jadi, investor bisa menentukan mana yang paling menguntungkan,” kata Neil.

Sementara itu, ada dua kebijakan yang ditawarkan Pemerintah dalam PPS ini yaitu Kebijakan I yang diperuntukkan bagi Wajib Pajak eks peserta program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) dan Kebijakan II bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang belum sepenuhnya melaporkan harta bersihnya yang diperoleh pada tahun pajak 2016 hingga 2020.

Dalam Kebijakan I, pengenaan tarif PPh Final 11 persen diperuntukkan bagi deklarasi harta di luar negeri yang tidak direpatriasi, 8 persen untuk deklarasi harta di luar negeri yang direpatriasi dan deklarasi harta dalam negeri.

Selanjutnya, tarif 6 persen bagi deklarasi harta di luar negeri yang direpatriasi dan deklarasi harta dalam negeri serta diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) atau kegiatan usaha sektor pengolahan SDA atau energi terbarukan.

Dalam Kebijakan II, tarif PPh Final 18 persen dikenakan terhadap deklarasi harta di luar negeri yang tidak direpatriasi, 14 persen bagi deklarasi harta di luar negeri yang direpatriasi dan deklarasi harta dalam negeri, serta 12 persen bagi deklarasi harta di luar negeri yang direpatriasi dan deklarasi harta dalam negeri, serta diinvestasikan dalam SBN atau kegiatan usaha sektor pengolahan SDA atau energi terbarukan.

Melalui KMK Investasi PPS, Menteri Keuangan menetapkan sebanyak 332 Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dalam sektor pengolahan SDA dan sektor energi terbarukan sebagai tujuan investasi harta bersih yang berhak atas tarif terendah dalam PPS ini.

Wajib Pajak eks peserta tax amnesty yang mengikuti program ini dengan jujur sesuai keadaan sebenarnya akan terhindar dari pengenaan sanksi Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pengampunan Pajak yaitu sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar.

Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang mengikuti program ini, tidak akan diterbitkan surat ketetapan pajak atas kewajiban perpajakannya untuk tahun pajak 2016 s.d. 2020. Data/Informasi yang disampaikan Wajib Pajak dalam program ini baik yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan UU HPP tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana.

Redaksi Beritaneka

Recent Posts

Gunung Marapi Erupsi, 11 Pendaki Meninggal 12 Hilang

Beritaneka.com—Gunung Marapi yang berada di wilayah Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat mengalami…

11 bulan ago

Maruli Simanjuntak Jadi KSAD

Beritaneka.com—Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik Letnan Jenderal TNI Maruli Simanjuntak sebagai Kepala Staf Angkatan Darat…

11 bulan ago

Sebanyak 204 Juta Data Pribadi Pemilih di KPU Bocor Dibobol Hacker, Dijual Rp1,2 Miliar

Beritaneka.com—Sebanyak 253 juta data pemilih di Komisi Pemilihan Umum (KPU) bocor dibobol hacker. Namun setelah…

11 bulan ago

Tax Payer Community: People Power sampai Boikot Pajak Bisa Hentikan Genosida Gaza

Beritaneka.com—Demonstrasi berupa unjuk rasa besar-besaran warga masyarakat dunia telah berlangsung di pelbagai belahan dunia, bahkan…

11 bulan ago

Megawati Ingatkan Penguasa Jangan Kembali Masa Orba

Beritaneka.com—Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengingatkan kepada penguasa untuk tidak kembali pada masa Orde Baru…

11 bulan ago

KPK Tidak Beri Bantuan Hukum ke Firli Bahuri

Beritaneka.com—Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan tidak memberi bantuan hukum kepada Firli Bahuri (FB) yang saat…

11 bulan ago