Beritaneka.com—Ekonomi dan keuangan syariah saat ini sedang bergairah bergerak di kalangan ummat. Namun sayang, selama kurang lebih 20 tahun berjalan, ternyata jika dilihat dari segi market share masih terbilang kecil, yakni sekitar enam persen.
Posisi ini dimata Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung, yang mendirikan Yayasan Wakaf dan Infak Insan Tauhid Bermanfaat (WI-ITB), merupakan kegagalan bersama yang harus cari formula penyelesaiannya. Wakaf dan infak menjadi solusi.
“Sebetulnya menurut kami itu adalah suatu kegagalan bersama. Mudah-mudahan dari program yayasan WI-ITB ini bisa berkontribusi secara out of the box. Di mana WI-ITB akan menjadi kekuatan yang diharapkan bisa memberikan kontribusi dalam market share yang lebih besar,” ujar Ketua Yayasan WI-ITB, Chridono Utomo, di Webinar dan Infak sebagai Solusi Pengembangan Ekonomi Umat, Senin (6/9).
Baca juga: Bantu Terdampak Covid-19, IA-ITB Bersama Sandiaga Uno Gelar Donor Darah
Cridono meyakini, dengan kontribusi keuangan sosial Islam dapat mewujudkan perkembangan perekonomian syariah sesuai target yang diharapkan. Terlebih dengan SDM dari alumni Institut Teknologi Bandung dan dukungan pihak terkait juga akan memberikan dampak luar biasa.
Ahli Ekonomi Syariah sekaligus Pengawas Yayasan WI-ITB, Yulizar D. Sanrego menuturkan, untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan dukungan dari para pelaku ekonomi agar dapat menyelaraskan isu keuangan sosial dan komersial. Pasalnya, krisis pandemi Covid-19 yang saat ini sedang melanda dunia menegaskan bahwa kehidupan manusia tidak cukup hanya melalui pendekatan ekonomi saja.
Menurutnya, pandemi yang terjadi memberikan pelajaran bahwa keberlangsungan hidup ummat manusia membutuhkan uluran tangan dari orang lain. Sehingga sudah menjadi sunnatullah bagi setiap kalangan untuk senantiasa saling memberikan dukungan dan pertolongan.
“Saya ingin tegaskan, isu sosial telah menjadi concern utama bagi para pemimpin bangsa terdahulu. Jadi tidak hanya sebatas dari sisi materi, tapi soal jiwa yang juga menjadi isu bersama dalam konteks bernegara,” tegasnya.
Baca juga: Sekjen IA ITB: Kritik BEM UI Energi Baru dalam Demokrasi
Dari data UNSDG pada 2018 disebutkan, negara berkembang telah mengalami kesenjangan pendanaan tahunan sebesar USD2,5 triliun. Sementara di Indonesia, dalam skala nasional dana masyarakat juga tersendat karena karena beberapa kendala, termasuk kebijakan pembangunan infrastruktur yang secara tidak langsung seharusnya dana yang digunakan di alokasikan menjadi bantuan sosial kepada masyakarat.
“Itu yang menjadikan saluran kredit masyarakat tersendat, sehingga UMKM termasuk ekonomi kreatif ini lumayan megap-megap untuk mendapatkan pembiayaan. Bagi saya pribadi, lebih cenderung integrasi dalam konteks saling mendukung. Jadi uang masyarakat di alokasikan untuk pembangunan infrasrutuktur, tapi dampaknya juga harus langsung terasa oleh masyarakat, karena selama ini saya rasa dampaknya juga masih belum terasa secara langsung” imbuhnya.