Beritaneka.com—Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan Indonesia dikenal sebagai salah satu dari sedikit negara yang berhasil mengintegrasikan berbagai suku bangsa menjadi satu kesatuan. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi penguat persatuan bangsa Indonesia umumnya dipahami sebagai “berbeda-beda tetapi satu jua”. Mukti memaknai semboyan itu sebagai “berbeda-beda agar kita menjadi satu.”
“Sehingga kalau seringkali Bhinneka Tunggal Ika itu sering diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan unity in diversity, saya justru menerjemahkan dengan terjemahan lain Unity is diversity. Justru persatuan itu adalah keberagaman,” kata Mu’ti seperti dilansir dari laman resmi Muhammadiyah, Rabu (18/08)
Dalam kehidupan bangsa, Abdul Mu’ti berharap modal perbedaan ini terus dijaga oleh bangsa Indonesia dengan menghormati setiap perbedaan yang ada dan bukan malah menegasikan salah satu kelompok yang berbeda.
Dirinya mengajak masyarakat berkaca dari proses Sumpah Pemuda yang mana setiap komunitas suku dan agama tetap membawa identitas kelompok tapi juga bersedia menyatu dalam identitas imaginer yang lebih besar bernama Indonesia.
“Oleh karena itu ketika kita bicara kedaulatan, Sumpah Pemuda itu adalah awal bagi kita membangun Cultural Sovereignty. Suatu kedaulatan budaya yang kita sebut dengan nama Indonesia, tapi Indonesia yang kita jadikan sebagai milik kita bersama itu, bukan Indonesia yang menegasikan perbedaan yang ada atau meleburkan yang sudah ada. Tetapi justru menegaskan kebhinekaan yang ada dan memberikan ruang aktualisasi dan integrasi agar kebhinekaan itu tidak kemudian hilang karena kepentingan sebuah entitas baru yang bernama Indonesia itu,” jelasnya.
Baca juga: Memiliki Kesamaan Pandangan, PKS Siap Dukung Tokoh Muhammadiyah Jadi Pahlawan Nasional
Abdul Mu’ti mengingatkan agar kedewasaan dalam hidup kebangsaan terus dijaga. Perilaku menegasikan satu kelompok bangsa atau agama menurutnya akan berdampak kontraproduktif sebagaimana yang terjadi pada negara-negara Eropa di kawasan Balkan.
“Dalam konteks sekarang justru itu yang terjadi sehingga banyak negara yang pecah. Kemudian pecahan-pecahan itu akibat faktor-faktor etnis yang tidak bisa dipertemukan karena adanya upaya untuk menonjolkan identitas satu kelompok yang kemudian menegasikan eksistensi dari kelompok yang lainnya,” ujar Mu’ti mengingatkan.
“Nah di sinilah kemudian kita bisa tetap menjadi negara yang bersatu rukun dan berdaulat karena perbedaan yang ada itu tidak dinegasikan dan tidak dinihilkan. Banyak negara yang mengalami konflik etnis dan politik yang ada karena adanya pemaksaan untuk satu kelompok tertentu mendominasi kelompok yang lainnya, atau ada juga realitas di mana untuk menjadi suatu bangsa etnis tertentu dari suatu bangsa ditiadakan,” pungkasnya.
Beritaneka.com—Gunung Marapi yang berada di wilayah Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat mengalami…
Beritaneka.com—Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik Letnan Jenderal TNI Maruli Simanjuntak sebagai Kepala Staf Angkatan Darat…
Beritaneka.com—Sebanyak 253 juta data pemilih di Komisi Pemilihan Umum (KPU) bocor dibobol hacker. Namun setelah…
Beritaneka.com—Demonstrasi berupa unjuk rasa besar-besaran warga masyarakat dunia telah berlangsung di pelbagai belahan dunia, bahkan…
Beritaneka.com—Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengingatkan kepada penguasa untuk tidak kembali pada masa Orde Baru…
Beritaneka.com—Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan tidak memberi bantuan hukum kepada Firli Bahuri (FB) yang saat…