Beritaneka.com, Jakarta—Menko Polhukam Mahfud MD menyebutkan surat presiden (surpres) tentang RUU Perampasan Aset telah dikirimkan ke DPR. Mahfud mengatakan surpres yang dimaksud telah ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan dikirimkan kepada DPR pada 4 Mei 2023.
“Presiden sudah mengeluarkan 2 surat. Satu, surpres kepada DPR yang dilampiri dengan RUU Perampasan Aset dalam Tindak Pidana,” kata Mahfud MD, dikutip Senin (8/5/2023).
Mahfud mengatakan, presiden juga sudah mengeluarkan surat yang berisi tentang penugasan oleh presiden kepada kementerian/lembaga (K/L) terkait untuk melakukan pembahasan RUU Perampasan Aset bersama dengan DPR.
Dia menjelaskan terdapat menteri dan kepala lembaga yang ditugasi oleh presiden untuk membahas RUU Perampasan Aset adalah dirinya selaku Menko Polhukam, Menkumham Yasonna Laoly, Jaksa Agung ST Burhanuddin, dan Kapolri Listyo Sigit Prabowo.
“Presiden sudah secara resmi mengajukan ke DPR melalui 2 surat. Mudah-mudahan pada masa sidang yang akan datang sudah bisa mulai dibahas,” katanya.
Mahfud berharap RUU Perampasan Aset segera dibahas dan diundangkan guna mempercepat penindakan atas praktik tindak pidana, khususnya tindak pidana korupsi. “Koruptor itu hanya takut miskin, bukan takut dihukum,” kata Mahfud.
RUU Perampasan Aset merupakan salah satu RUU yang masuk dalam prolegnas prioritas 2023. Setelah surpres beserta RUU dan naskah akademik dikirimkan, DPR akan menyiapkan daftar inventarisasi masalah (DIM) atas RUU tersebut.
Beritaneka.com, Jakarta—Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta DPR segera menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset. Jokowi menyebutkan, RUU Perampasan Aset dibutuhkan sebagai payung hukum untuk melakukan penindakan atas kasus korupsi.
“RUU Perampasan Aset itu memang inisiatif dari pemerintah dan terus kita dorong
agar itu segera diselesaikan oleh DPR,” kata Jokowi kepada awak media, Rabu (5/4/2023).
Jokowi mengatakan RUU Perampasan Aset akan membantu pemerintah merampas aset terpidana korupsi setelah tersangka dinyatakan terbukti bersalah. “Karena payung hukumnya jelas,” kata Jokowi.
Baca Juga:
Menteri Koordinator (Menko) Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD meminta Komisi III DPR untuk mendukung RUU Perampasan Aset. Menurut Mahfud, RUU tersebut dibutuhkan untuk memberantas korupsi dan pencucian uang.
“Sulit memberantas korupsi itu. Undang-Undang Perampasan Aset tolong didukung biar kami bisa
mengambil begini-begininya, Pak. Tolong juga pembatasan uang kartal didukung,” kata Mahfud MD saat rapat bersama anggota Komisi III DPR di Senayan, Rabu (29/3/2023).
Namun, DPR menyebut pemerintah masih belum mengirimkan draf dan naskah akademik RUU Perampasan Aset kepada DPR. Mengingat RUU Perampasan Aset merupakan inisiatif pemerintah maka pemerintahlah yang harus menyusun draf dan naskah akademik.
“Selama pemerintah selaku pengusul inisiatifnya tidak mengirimkan naskah RUU-nya, kami tidak bisa melakukan langkah-langkah lebih lanjut,” kata Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi.
Bila surat presiden (surpres), draf, dan naskah akademik RUU Perampasan Aset sudah dikirimkan ke DPR, lanjut Achmad, DPR akan segera membentuk pansus dan setiap fraksi bakal segera menyiapkan daftar inventarisasi masalah (DIM).
Beritaneka.com—Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Pemerintah dan DPR untuk dapat segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.
Menurut ICW, Pemerintah seperti tidak serius menangani masalah pemberantasan korupsi. “ICW mendesak agar Presiden Joko Widodo tidak hanya lips service terkait rencana pengundangan RUU Perampasan Aset,” kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya kepada wartawan, Senin (20/12/2021).
“Sebab, selama tujuh tahun menjadi Presiden, Bapak Joko Widodo lebih sering menempatkan isu antikorupsi hanya sebatas jargon, tanpa ada suatu tindakan konkret mendukungnya,” katanya.
Baca Juga: Pemerintah Siapkan Dana Bagi Hasil Kenaikan Cukai Rokok
Dari sisi DPR, kata Kurnia, ICW tidak meyakini proses legislasinya akan berjalan dengan lancar. Padahal, RUU Perampasan Aset menjadi penting, terutama terhadap upaya pemberantasan korupsi.
“Sebab, rekam jejak DPR selama ini jarang memprioritaskan undang-undang yang memperkuat penegakan hukum, khususnya pemberantasan korupsi,” kata Kurnia. Kurnia menjelaskan, RUU Perampasan Aset menjadi penting, karena gap antara kerugian keuangan negara dengan uang pengganti masih sangat tinggi.
Misalnya, dalam catatan ICW, kerugian keuangan negara tahun 2020 mencapai Rp56 triliun, sedangkan uang penggantinya hanya Rp19 triliun. “Ini membuktikan bahwa pendekatan hukum pidana yang menggunakan pendekatan in personam belum terbukti ampuh untuk memulihkan kerugian keuangan negara. Selain itu, RUU Perampasan Aset juga sejalan dengan Pasal 54 Ayat (1) huruf c Konvensi PBB Melawan Korupsi (UNCAC),” katanya.
Kurnia mengungkapkan manfaat lain yang bisa didapatkan dengan setelah RUU perampasan aset disahkan. Pertama, pembuktian yang dianut hukum pidana. RUU Perampasan Aset tidak lagi berbicara mengenai kesalahan individu atau membuktikan adanya niat jahat pelaku, dalam hal ini penuntut umum cukup menggunakan standar pembuktian formal. “Sederhananya, jika ditemukan adanya tindak pidana lalu ada aset yang tercemar dari tindak pidana tersebut, maka penegak hukum dapat memproses hukum lebih lanjut dengan tujuan perampasan,” katanya.
Baca Juga: Omicron Masuk RI, Pimpinan DPR Minta Segera Cegah Penyebarannya
Manfaat kedua, kata Kurnia, yakni RUU Perampasan Aset mengenal rezim pembuktian terbalik. Pemilik aset diminta untuk membuktikan sebaliknya bahwa aset tersebut tidak tercemar tindak pidana.
“Jika itu tidak bisa dilakukan, maka aset segera dirampas untuk negara,” katanya. “Ketiga, RUU Perampasan Aset menjadi jawaban dari permasalahan banyaknya buronan korupsi saat ini. Jika ini diundangkan, maka penegak hukum dapat mengidentifikasi aset para buronan dan memproses hukum aset tersebut agar segera dirampas untuk negara,” tutupnya.