Beritaneka.com — Luna Foundation Guard telah menghabiskan hampir semua cadangan Bitcoin miliknya pekan lalu. Hal tersebut dilakukan dalam upaya untuk menyelamatkan Terra Luna dari kehancuran.
Yayasan yang dibentuk oleh pendiri Terra Do Kwon itu telah mengumpulkan total lebih dari 80.000 Bitcoin senilai hampir 3 miliar dolar AS atau setara Rp44 triliun pada pekan lalu, serta token lain termasuk BNB, Tehter, USDC, dan lainnya. Kwon telah berjanji menggunakan Bitcoin jika terjadi penurunan dramatis dalam nilai UST.
Luna Foundation Guard dalam cuitannya di Twitter menyatakan, telah mentransfer 52.189 Bitcoin untuk berdagang dengan rekanan karena UST turun di bawah target 1 dolar AS. Lebih lanjut 33.206 Bitcoin dijual oleh Terra secara langsung dalam upaya terakhir untuk mempertahankan pasak.
Baca Juga:
Pada Senin (16/5/2022), Luna Foundation Guard hanya memiliki sisa cadangan Bitcoin sebanyak 313 senilai sekitar 9,3 juta dolar AS. Perusahaan itu mengatakan akan menggunakan sisa aset kripto senilai 85 juta dolar AS, termasuk beberapa BNB dan lainnya untuk mengompensasi pengguna yang tersisa dari UST.
“Kami masih berdebat melalui berbagai metode distribusi, pembaruan akan segera menyusul,” kata Luna Foundation Guard, dikutip dari CNBC International, Selasa (17/5/2022).
UST dikenal sebagai stablecoin algoritma. Tidak seperti Tether dan USDC, yang menyimpan aset fiat sebagai cadangan untuk mendukung token mereka, UST mengandalkan serangkaian kode yang kompleks, ditambah dengan token mengambang yang disebut Luna untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan serta menstabilkan harga.
Ketika UST mulai turun di bawah 1 dolar AS pada minggu lalu, Luna juga mulai menjual, menghasilkan lingkaran setan yang menyebabkan UST terjun ke bawah 30 sen, dan Luna menjadi tidak berharga. UST sekarang bernilai hanya 9 sen, menurut data CoinGecko.
“Masalah besar ketika Anda berurusan dengan stablecoin yang sebagian dijaminkan seperti UST adalah jaminan keras Anda, Bitcoin dalam hal ini akan jauh lebih berharga bagi (investor) daripada token tata kelola Anda atau Luna,” kata seorang ekonom independen Frances Coppola.
Sementara itu, perusahaan analitik Blockchain Elliptic memperkirakan, pemegang UST dan Luna telah kehilangan total 42 miliar dolar AS selama seminggu terakhir. Analisis dari perusahaan menunjukkan 52.189 Bitcoin dipindahkan ke satu akun di bursa kripto Gemini, sementara 28.205 Bitcoin selanjutnya ditransfer ke Binance.
Beritaneka.com—People’s Bank of China (PBC) seperti kami kutip dari Global Times hari ini, Senin (27/9/2021), menyatakan mata uang virtual atau cryptocurrency tidak memiliki status yang sah. Ini membuat mata uang kripto seperti Bitcoin, tidak bisa beredar sebagai mata uang yang sah.
Pemerintah China juga melarang semua bisnis terkait mata uang kripto, termasuk proyek penambangan kripto.
PBC menambahkan semua bisnis terkait cryptocurrency adalah ilegal, termasuk transaksi antara mata uang kripto atau virtual dan menyediakan layanan perdagangan sebagai agen.
Baca Juga: Hari Ini BEM SI Demo di KPK, Ratusan Personel Polisi Siap Siaga
Pertukaran perdagangan kripto luar negeri yang memberikan layanan kepada penduduk domestik melalui internet pun juga dilarang.
“Semua kegiatan keuangan ilegal dilarang keras dan akan dihilangkan sesuai dengan hukum,” kata PBC.
Kebijakan itu pun membuat beberapa layanan pertukaran kripto (platform cryptocurrency) dengan basis pengguna yang besar di daratan utama China seperti Huobi, menangguhkan pendaftaran pengguna baru di wilayah itu.
Huobi pun dilaporkan berencana meninggalkan pasar China secara penuh akhir tahun ini. Sementara itu, Binance juga dilaporkan menghentikan pendaftaran baru untuk pengguna China daratan.
Huobi Global menyatakan bahwa penghentian layanan mereka sejalan dengan kebijakan pemerintah. Mereka akan menghapus pendaftaran pengguna dengan identitas warga China daratan pada akhir tahun 2021.
Selain PBC, 10 departemen pemerintah, termasuk Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional, Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi, serta Kementerian Keamanan Publik, juga sepakat bahwa penambangan mata uang kripto adalah sektor yang harus dibasmi.
Sebelumnya, dilaporkan bahwa 90 persen dari penambangan Bitcoin di China diperkirakan akan ditutup di tengah langkah keras yang intensif terhadap kegiatan ini.
Baca Juga: Wacana PPN Sembako, Bhima Yudistira: Argumentasi Pemerintah Lemah
Namun, beberapa proyek penambangan berskala kecil dilaporkan muncul lagi pada bulan September. Aturan terbaru pun digulirkan demi menutup celah tersebut.
Dikabarkan bahwa sekitar tiga perempat pasokan Bitcoin dunia diproduksi di China. Namun proses itu mengonsumsi listrik dalam jumlah besar, dan energi yang dihasilkan pembangkit listrik tenaga batu bara merupakan penyumbang besar polusi dunia.
Shentu Qingchun, CEO BankLedger, perusahaan blockchain di Shenzhen, mengatakan bahwa kelihatannya tak akan ada peningkatan investor China besar-besaran di masa depan.
Hal itu karena investor kripto China melakukan penarikan, karena pintu mengakses pasar spekulatif sepenuhnya telah ditutup.
Sumber Global Times menyebutkan, investor China saat ini menyumbang sekitar 10 persen dari pembeli Bitcoin global.
Beritaneka.com—Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan mengatur kegiatan investasi mata uang digital kripto atau cryptocurrency seperti bitcoin dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Kemenkeu dan Bank Sentral mulai step in. Kita sedang dalam proses diskusi dengan Gubernur BI dan OJK,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjawab pertanyaan anggota Komisi XI Andreas Susetyo mengenai regulasi investasi cryptocurrency yang diminati masyarakat dalam rapat kerja dengan Komisi XI, belum lama ini.
Menkeu menyebutkan secara prinsip regulasi investasi mata uang kripto diatur Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Namun, opsi pengaturan juga sedang dilihat dari sisi kebijakan fiskal dan moneter.
Baca Juga: PPN Sembako Kebijakan Tidak Masuk Akal, Netty: Berhentilah Menguji Kesabaran Rakyat
Menkeu memaparkan regulasi baru tentang investasi uang kripto dari kacamata kebijakan fiskal perlu dilakukan dengan cermat. Pemerintah perlu melihat praktik yang sudah diterapkan negara lain terkait dengan investasi uang kripto seperti bitcoin.
Menkeu menjelaskan kemampuan pemerintah dalam memperkenalkan legislasi terkait kegiatan ekonomi baru seperti uang kripto perlu ditingkatkan. Dengan demikian, aturan pemerintah mampu mengimbangi dinamika ekonomi digital seperti yang berlaku pada komoditas seperti uang kripto.
“Kecepatan legislasi dan perkembangan teknologi ini perlu disinkronisasi, karena perubahan yang terjadi sangat besar,” katanya.
Data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) hingga Februari 2021 mencatat jumlah investor aset kripto mencapai 4,2 juta orang.
Jumlah tersebut lebih banyak dari data investor yang dihimpun Bursa Efek Indonesia yang hanya 2 juta akun single investor identification (SID). Adapun sampai saat ini setidaknya sudah ada 13 perusahaan yang memperoleh tanda daftar sebagai calon pedagang fisik aset kripto.
Perusahaan yang sudah terdaftar, antara lain, PT Indodax Nasional Indonesia (INDODAX), PT Crypto Indonesia Berkat (TOKOCRYPTO), PT Zipmex Exchange Indonesia (ZIPMEX), PT Indonesia Digital Exchange (IDEX) dan PT Pintu Kemana Saja (PINTU), PT Luno Indonesia LTD (LUNO), PT Cipta Koin Digital (KOINKU), PT Tiga Inti Utama, PT Upbit Exchange Indonesia, PT Bursa Cripto Prima, PT Rekeningku Dotcom Indonesia, PT Triniti Investama Berkat dan PT Plutonext Digital Aset.
Bitcoin Bisa Kena Pajak
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo mengungkapkan, wacana penarikan pajak dari mata uang kripto masih terus dikaji. Mata uang kripto merupakan perluasan objek pajak baru yang jenis pajaknya masih harus ditentukan sesuai dengan model bisnis kripto.
“Kripto ini sesuatu barang baru. Nah untuk kripto ini sendiri kami sedang terus melakukan pendalaman, seperti apa, sih, model bisnis kripto ini,” kata Suryo Utomo dalam suatu kesempatan media briefing di Gedung DJP, Jakarta.
Suryo menuturkan, pihaknya masih mengkaji apakah mata uang kripto masuk ke dalam kategori barang/jasa yang perlu dipajaki atau produk pengganti uang. “Kalau kita bicara UU pajak, atau UU yang paling sederhana UU PPh dan UU PPN. UU PPN pasti yang dikenakan adalah barang dan jasa yang masuk kepabeanan. Apakah kripto ini termasuk barang dan jasa, apakah dia ini sebagai pengganti uang atau bukan?,” kata Suryo.
Baca Juga: Megawati Peroleh Profesor, Merusak Atmosfer Akademik di Indonesia
Kendati demikian, Suryo memberi kisi-kisi bahwa mungkin saja pajak atas mata uang kripto dihitung berdasarkan keuntungan yang diperoleh investor. Misalnya, ketika investor berinvestasi Rp1 juta kemudian mendapat Rp3 juta, maka investor itu mendapat keuntungan Rp2 juta. Keuntungan inilah yang akan dikaji skema dan sistem pemajakannya.
“Apakah Rp3 juta ini betul-betul sesuatu yang kita bisa tukarkan dengan uang nyata? Diskusi mengartikan Rp3 juta itu dapat ditukar dengan uang nyata. Lalu bagaimana majakinnya? Nanti kita bahas majakinnya begini, nanti kita potong atau kita pungut,” kata Suryo.
Beritaneka.com—People’s Bank of China menyatakan secara resmi mata uang digital tidak dapat digunakan sebagai alat pembayaran. Mata uang virtual atau cryptocurrency tidak bisa digunakan di pasar China karena bukan mata uang nyata, menurut akun WeChat resmi PBOC. Lembaga keuangan dan pembayaran tidak diizinkan untuk memberi harga produk atau layanan dengan mata uang virtual, lanjut pemberitahuan itu.
Akibatnya, bitcoin dan mata uang kripto utama lainnya mengalami penurunan harga. Seperti kami kutip dari Yahoo Finance pada Rabu (19/5/2021), bitcoin kembali turun 2,3 persen menjadi USD42.309 pada awal perdagangan Asia, hari ini.
Baca Juga: Token KLGV Jadi Solusi Investasi Pariwisata Indonesia
Beijing telah membatasi perdagangan mata uang virtual sejak 2017. Hal ini memaksa maayarakatnya untuk melakukan pertukaran di luar negeri. Sebab, negara ini pernah menjadi rumah bagi sekitar 90 perdagangan, namun sebagian besar pemain melarikan diri ke luar negeri.
China baru-baru ini mengambil langkah untuk mengeluarkan yuan digitalnya sendiri, ini sebagai langkah penggantian uang tunai dan mempertahankan kendali atas lanskap pembayaran yang semakin didominasi oleh perusahaan teknologi.