Beritaneka.com—Koalisi Kebebasan Beragama yang terdiri dari lembaga swadaya masyarakat, organisasi wartawan dan individu mendesak pimpinan KPK segera membatalkan hasil tes wawasan kebangsaan karena bertentangan dengan UUD 1945 dan hak asasi manusia.
Mereka juga meminta dewan pengawas KPK untuk segera memeriksa Pimpinan KPK, Firli Bahuri dkk, atas dugaan skandal upaya penyingkiran pegawai KPK atas dasar diskriminasi agama, keyakinan dan gender.
“Dan tak kalah penting, Presiden Jokowi segera memerintahkan dan memastikan hasil tes tersebut tidak digunakan karena memiliki kecacatan bertentangan dengan UUD 1945 dan HAM,” ujar Muhammad Hafiz, Direktur Eksekutif HRWG dalam rilis yang diterima Beritaneka.
Baca juga: TWK KPK Memiliki Dasar Hukum Lemah, Ray Rangkuti Nilai Seluruh Pegawai Otomatis ASN
Koalisi menilai tes wawasan kebangsaan ala KPK dengan Ketua Firli Bahuri memiliki persoalan karena seksis (diskriminatif terhadap gender). Ternyata tes tersebut memiliki masalah terkait kebebasan beragama berkeyakinan. Beberapa pertanyaan tersebut adalah:
- “Kamu alirannya netral atau bagaimana?”tetapi tidak dijelaskan aliran netral itu bagaimana. Ada yang bertanya balik apa yg dimaksud aliran dan pewawancara juga tidak bisa menjelaskan.
- “Bersedia lepas jilbab?” dan jika tidak, dikatakanegois.
- “Ikut pengajian apa? Ustadz idola/favoritnya siapa?”
- “Hari minggu ada kegiatan apa?”
- Ditanya pendapat tentang LGBTQ
- Ditanya tentang mengucapkan Natal
- Ditanya pendapat soal free sex. Saat ada yang menjawab tidak masalah kalau bukan anak-anak, konsensual dan di ruang privat, ditanya lagi, “kalau threesome bagaimana? Kalau orgy bagaimana?”
- “Kenapa belum menikah?” Kemudian ada yang diceramahi,” nikah itu enak, saat capek pulang kerja ada istri yang melayani buat ngasih minum, nyiapin, dll”, atau “Jangan banyak milih buat pasangan nikah, ini saya ngasih saran aja lo”
- Ditanya mengenai donor darah.
Berdasarkan hal-hal tersebut koalisi berpandangan, KPK telah melanggar konstitusi Pasal 28E (1) menjamin “setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya”. Pasal 28E (2) lebih lanjut menjamin “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”.
Selain itu, Indonesia adalah negara pihak yang terikat kewajiban yang ada dalam Kovenan Hak Sipil dan Politik (Sipol) dengan UU 12/2005. Pasal 18 Kovenan Hak Sipol menjamin
- “Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama dan kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan, dan pengajaran.”
- “Tidak seorang pun dapat dipaksa sehingga terganggu kebebasannya untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya. Kebebasan menjalankan agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum, dan yang diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan, atau moral masyarakat, atau hak-hak dan kebebasan mendasar orang lain.”
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam tes, dinilai koalisi jelas telah bertentangan dengan kebebasan seseorang untuk memiliki keyakinan tertentu terhadap ajaran suatu agama. Seseorang tidak dapat dinilai atas apa yang dipikirkan dan diyakininya. Batas keyakinan seseorang adalah hanya apabila dimanifestasikan dan pembatasan itupun terikat pada batasan tertentu sebagaimana di atas.
Baca juga: KPK Sita Dokumen dari Kantor dan Rumah Dinas Azis Syamsuddin
TWK ala Firli Bahuri dkk juga bertentangan dengan Pasal 28G (1) “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat,” serta Pasal 28I (2) yaitu ”Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”.
TWK ala Firli Bahuri ini juga melanggar Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan yang telah menjadi hukum Indonesia dengan UU 7/1984. Hal ini adalah langkah mundur bagi kondisi pemenuhan hak-hak perempuan.
Koalisi Kebebasan Beragama terdiri dari HRWG, LBH Jakarta, Paritas Institutut, YLBHI, Amnesty Internasional Indonesia, Suaedy, ICJR, Ulil Abshar Abdalla, Imparsial, Setara Institute, AJI, KomitePemilih Indonesia, Yayasan Inklusif, PBHI, JKLPK (Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen Indonesia) dan Elsam. (ZS)
Beritaneka.com—Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan sejumlah dokumen usai menggeledah di 4 lokasi berbeda di wilayah Jakarta pada Rabu (28/4/2021) kemarin. Penggeledahan ini terkait perkara suap.
Adapun 4 lokasi tersebut yakni salah satu ruang kerja Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin di gedung DPR RI dan Rumah Dinas Azis. Sedangkan 2 lokasi lainnya adalah apartemen dari pihak-pihak yang terkait dengan perkara ini.
“Dalam proses penggeledahan, ditemukan dan diamankan bukti-bukti diantaranya berbagai dokumen dan barang yang terkait dengan perkara,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya kepada wartawan hari ini, Kamis (29/4/2021).
Baca Juga: Jamiluddin Ritonga: Perilaku Azis Syamsuddin Tidak Beretika
“Selanjutnya bukti-bukti ini, akan segera di lakukan analisa mendalam serta verifikasi untuk segera diajukan penyitaan sebagai bagian dalam berkas perkara dimaksud,” imbuhnya.
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin menjadi aktor dibalik pertemuan antara oknum penyidik KPK bernama Stepanus Robin Pattuju (SRP) dengan Walikota Tanjung Balai periode 2016-2021 M Syahrial (MS).
Hal tersebut terungkap dalam konstruksi perkara terkait dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara terkait penanganan perkara Wali Kota Tanjungbalai Tahun 2020-2021.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka yakni penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju (SRP), Walikota Tanjung Balai periode 2016-2021 M Syahrial (MS), dan seorang pengacara bernama Maskur Husain (MH).
“Pada Oktober 2020, SRP melakukan pertemuan dengan MS di rumah dinas AZ (Aziz Syamsudin) Wakil Ketua DPR RI di Jakarta Selatan,” kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, beberapa waktu lalu atau sepekan sebelumnya, Kamis (22/4/2021).
Firli menjelaskan, dalam pertemuan tersebut, Azis Syamsuddin memperkenalkan Stepanus dengan Syahrial karena diduga Syahrial memiliki permasalahan terkait penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjung Balai yang sedang dilakukan KPK agar tidak naik ke tahap Penyidikan.
Baca Juga: Kapolri: Negara Tidak Boleh Kalah Dengan KKB Papua
Meminta agar Stepanus dapat membantu supaya nanti permasalahan penyelidikan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh KPK. “Menindaklanjuti pertemuan dirumah AZ, kemudian SRP mengenalkan MH kepada MS untuk bisa membantu permasalahannya,” kata Firli
Stepanus, bersama Maskur sepakat untuk membuat komitmen dengan Syahrial terkait penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjung Balai untuk tidak ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyiapkan uang sebesar Rp1,5 Miliar.
“MS menyetujui permintaan SRP dan MH tersebut dengan mentransfer uang secara bertahap sebanyak 59 kali melalui rekening bank milik RA (Riefka Amalia) teman dari saudara SRP dan juga MS memberikan uang secara tunai kepada SRP hingga total uang yang telah diterima SRP sebesar Rp1,3 Miliar,” kata Ketua KPK Firli.