Beritaneka.com—Partai Keadilan Sejahterah (PKS) mengingatkan kesiapan pemerintah menghadapi era yang disebut dengan Living with Covid-19. Pemerintah perlu memperhatikan berbagai hak warga negara yang tergerus karena pandemi Covid-19.
“Pemerintah sudah harus siap untuk memasuki sebuah era yang dsebut dengan Living with Covid-19. Perlu diperhatikan bahwa penting untuk merestorasi hak-hak kesehatan, ekonomi, dan sosial rakyat sebab persoalan Indonesia tidak sekedar Covid-19. Perlu keseimbangan antara pemenuhan objektif kesehatan, ekonomi, dan sosial,” ungkap Ketua Departemen Ekonomi dan Pembangunan DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Farouk Abdullah Alwyni Farouk, melalui keterangan tertulis, Rabu (27/10/2021).
Farouk menambahkan persoalan dan ekonomi ini pada esensinya adalah dua hal yang tidak terpisahkan.
“Ketika kesehatan bermasalah, maka akan berdampak negatif untuk ekonomi. Sebaliknya jika persoalan ekonomi bermasalah maka akan berdampak negatif juga untuk kesehatan masyarakat,” jelas Farouk.
Farouk menyatakan selama pemberlakuan PSBB maupun PPKM, banyak aktivitas ekonomi terpukul, mobilitas masyarakat terhenti, belum lagi dampak sosial psikologis. Dia juga mengkritisi kebijakan sertifikat vaksin.
“Alih-alih memperbaiki keadaan, kebijakan sertifikat vaksin yang datang belakangan justru dapat memperpanjang realitas keterpurukan itu. Berlakunya kebijakan sertifikasi vaksin menandakan pemerintah tidak betul-betul mempelajari dampak berat masa-masa pembatasan seperti PSBB dan PPKM darurat terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat,” terang alumnus program MBA Universitas Birmingham Inggris ini.
Baca juga: Kenaikan Tarif PNBP Perikanan, PKS Nilai Beratkan Nelayan
Farouk melihat bahwa penggunaan kebijakan sertifikat vaksin untuk membuka aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat pada esensinya adalah bersifat diskriminatif, padahal vaksin hanyalah salah satu upaya untuk menangani pandemi Covid-19.
“Cukup aneh bahwa Covid-19 yang awalnya adalah persoalan kesehatan tiba-tiba bergeser menjadi persoalan legalitas tertulis/elektronik. Akibat dari berlakunya sertifikasi ini, banyak aktivitas masyarakat tidak kunjung efektif bergerak terutama aktivitas ekonomi yang mana sudah setahun terpuruk,” ucap Dewan Penasehat Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) tersebut.
Farouk menambahkan jika kebijakan sertifikasi vaksin ini diteruskan, pemerintah terkesan melakukan pengambilan hak-hak kesehatan, ekonomi, dan sosial masyarakat yang tidak memiliki dokumen digital.
“Jangan sampai masyarakat yang sudah memiliki kemampuan untuk kembali beraktivitas normal justru kehilangan kebebasan dan kesempatan sosial ekonomi hanyak karena sebuah formalitas yang tidak tepat,” kata Farouk.
Baca juga: Pembangunan Kereta Api Cepat Disuntik APBN, PKS: Hanya Akal-akalan Pemerintah
Farouk melanjutkan saat ini justru lebih penting penerapan 5M secara konsisten. Jika itu dilaksanakan secara disiplin untuk sementara waktu, maka sesungguhnya tidak ada kebutuhan untuk penerapan sertifikat vaksin, selain itu yang penting adalah pemerintah tetap memastikan ketersediaan vaksin disegenap pelosok negeri bagi yang membutuhkan untuk mencegah ketimpangan antar daerah.
“Yang pertama adalah bagian dari program kesehatan yang kamipun di PKS banyak memfasilitasinya di berbagai daerah, tetapi yang kedua adalah kebijakan yang counterproductive, diskriminatif, dan melanggar hukum. Inggris dan negara-negara di Skandinavia seperti Denmark, Norwegia, dan Swedia yang tingkat vaksinasi dosis penuhnya telah melebihi 60% tidak menerapkan kebijakan ini. Juga mayoritas negara-negara bagian di Amerika Serikat tidak menerapkan kebijakan ini, 21 negara bagian bahkan melarang kebijakan tersebut,” tutup Farouk.