Beritaneka.com, Jakarta —Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan menerbitkan modul dakwah Islam Wasathiyah untuk sejumlah Dewan Kemakmuran Masjid dan Majelis Taklim. Modul itu kini tengah dalam tahap penyusunan.
Ketua Komisi Dakwah MUI, KH Ahmad Zubaidi mengungkapkan, alasan dari pembuatan modul ini karena pengajian yang dilakukan di masjid dan majelis taklim tidak terprogam. Menurutnya, semua itu berjalan apa adanya termasuk saat khutbah Jumat yang materinya selalu berulang-ulang.
“Tapi kalau kita punya modul beserta kurikulum dan silabusnya. Maka kita harapkan, masjid-masjid itu memiliki tema-tema yang berurutan dalam berbagai kesempatan kajian keagamaanya baik yang khutbah maupun pengajian,” kata Kiai Zubadi dikutip dalam laman resmi MUI, dikutip hari ini.
- Visa Transit Bisa untuk Umrah
- Anies Ganti Nama Seluruh Rumah Sakit Jadi Rumah Sehat di Jakarta
- Panglima TNI Mutasi Danpusterad dan Kadispenad
- Tersedia 77.000 Undangan Upacara Kemerdekaan secara Virtual untuk Warga, Ini Cara Daftarnya
- PPKM Diperpanjang Sampai 15 Agustus 2022, Jawa-Bali Level 1
- Polri Bakal Hapus Data STNK Mati Pajak 2 Tahun
Nantinya modul dakwah ini berisi tentang penjabaran nilai-nilai Islam Wasathiyah yang terdapat dalam taujihat. Serta dia berharap modul dakwah ini akan menjadi panduan bagi para jamaah agar memiliki pemahaman agama yang moderat, toleran dan komprehensif.
“Taujihat ini sangat singkat tetapi isinya sangat mendalam dan komperhensif. Ini perlu dijabarkan dalam bentuk jabaran operasional dalam pemahaman ajaran Islam Wasathiyah. Baik secara akidah, fiqh atau menyangkut soal akhlak,” ujarnya.
Lebih lanjut Zubadi menyampaikan, Islam Wasathiyah yang dikeluarkan oleh MUI pada Munas ke-9 tahun 2015 di Surabaya memiliki tujuan untuk mengajarkan Islam sesungguhnya yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Islam Wasathiyah berada di tengah yang tidak berpihak pada Islam kanan dan kiri.
Menurut Zubaidi, Islam kanan biasanya memahami secara tekstual tetapi tidak dikontekstualisasikan. Sementara Islam kiri, lanjutnya, hanya kontekstualisasasi tetapi lepas dari teksnya. Sehingga tidak mencerminkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
“Kita ingin ajaran kontekstual tetapi sesuai dengan teksnya itu jadi tidak lepas dari teks. Sehingga umat ini dapat pencerahan dan yang diajarkan ini mudah mudahan bisa mencerminkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin,” katanya.