Beritaneka.com, Jakarta—Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan telah melakukan investigasi dan tindakan proaktif atas tragedi dalam pertandingan sepakbola di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. LPSK menurunkan tim untuk melakukan pemetaan terkait peristiwa mengenaskan tersebut.
“Kami menemui korban, termasuk mendatangi jejaring LPSK seperti koalisi advokat dan berkunjung ke polisi (Polres Malang dan Polda Jatim,” kata Ketua LPSK Drs Hasto Atmojo Suroyo, MKrim dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (13/10/2022).
Hasto Atmojo mengungkapkan jumlah korban yang terdata LPSK, sebanyak 131 orang meninggal, 23 luka berat, 523 luka ringan dan 47 masih dirawat. “Terakhir kemarin ada satu korban meniggal di rumah sakit,” katanya. Jadi, total 132 orang meninggal dalam tragedi Kanjuruhan.
Baca Juga:
- Mahfud MD: TGIPF Segera Laporkan Hasil Investigasi ke Presiden Jokowi
- Komnas HAM Sebut Polisi Tembak Gas Air Mata Pertama ke Tribun Selatan Kanjuruhan
Hasto mengonfirmasi laporan yang didapat lembaganya masih bersifat sementara atau interim report dan belum final.
Menurut Hasto peristiwa di Kanjuruhan adalah tragedi, bukan hanya di dunia sepak bola, tapi bagi bangsa Indonesia dan dunia. “Kami tentu saja prihatin dan ikut berduka, semoga kejadiannya tak terulang lagi,” katanya.
Wakil Ketua LPSK Dr. Maneger Nasution, S.Ag, MA mengungkapkan jumlah pemohon yang masuk ke lembaganya. “Sampai hari ini sudah ada 20 pemohon,” kata Nasution.
Menurut Nasution, pemohon itu berjenis kelamin perempuan 6 orang dan 14 pria. Dan tiga di antaranya berusia pelajar, selebihnya orang dewasa. Mereka semua memohon untuk meminta perlindungan LPSK.
Beritaneka.com—Ganti kerugian terhadap korban oleh pelaku kejahatan (restitusi) berperan penting mewujudkan keadilan restoratif. Tantangan terberat dalam pelaksanaannya adalah belum diaturnya upaya paksa bagi pelaku kejahatan membayar restitusi yang diputus pengadilan.
Demikian disampaikan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo dalam rapat koordinasi dan sinergi Forum Perlindungan Korban Kekerasan (FPKK) DI Yogyakarta yang digelar di kantor Perwakilan LPSK Yogyakarta, belum lama ini.
Menurut Hasto, belum diaturnya upaya paksa bagi pelaku kejahatan menimbulkan kesan banyak putusan restitusi yang tidak dapat dieksekusi karena pembayaran restitusi tersebut kemudian digantungkan kepada niat baik dari pelaku.
“Orientasi penghukuman pelaku, perlahan bergeser atau setidaknya setara dengan perlindungan dan pemulihan korban kejahatan. Tentu kerja-kerja perlindungan dan pemulihan menjadi salah satu faktor penentu sukses tidaknya rencana perubahan/perkembangan konsep keadilan restoratif yang tertuang pada RPJMN 2020-2024 sebagai arah pembangunan negara,” kata Hasto.
Rapat koordinasi dan sinergi Forum Perlindungan Korban Kekerasan (FPKK) DI Yogyakarta juga dihadiri Wakil Ketua LPSK Antonius PS Wibowo yang menyampaikan materi khusus seputar restitusi dan Sekretaris Jenderal LPSK Noor Sidharta.
Acara dihadiri pula oleh Ketua Forum Penanganan Korban Kekerasan DIY Gusti Kanjeng Ratu Hemas, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY Erlina Hidayati Sumardi, Ketua Pelaksana FPKK DIY Y. Sari Murti Widiyastuti dan Ketua Pengadilan Negeri Mungkid Husnul Khotimah.
Pada kesempatan itu, Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo mengapresiasi pelibatan LPSK dalam Forum Penanganan Korban Kekerasan DIY mulai tahun ini. Apalagi, saat ini, LPSK telah memiliki dua perwakilan, salah satunya di Yogyakarta.
Forum, lanjut Hasto, dinilai sangat efektif dalam mendukung pelaksanaan perlindungan dan pemulihan bagi korban kejahatan, mengingat tugas LPSK adalah melaksanakan perlindungan dan pemulihan bagi perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan. “Kekerasan terhadap anak termasuk kasus tertentu atau prioritas bagi LPSK,” ujarnya.
Tak lupa Hasto menyampaikan dari dari forum ini, LPSK belajar banyak untuk dapat melaksanakan kegiatan prioritas nasional tentang rencana pelaksanaan kegiatan LPSK yang akan menjadi prioritas nasional, berupa “perlindungan berbasis komunitas”.