Beritaneka.com, Jakarta—Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan penerimaan pajak hingga Mei 2023 tercatat mencapai Rp830,29 triliun. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, penerimaan pajak ini tumbuh positif walaupun melambat.
“Penerimaan pajak Rp830,29 triliun ini setara 48,33% dari target,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kita (Kinerja dan Fakta) Edisi Juni 2023 secara virtual di Jakarta, Senin (26/6/2023) seperti dilansir PajakOnline.com
Nominal tersebut terdiri dari PPh nonmigas sebesar Rp486,94 triliun atau 55,74% dari target, tumbuh 16,40% dibandingkan tahun lalu (yoy). Kemudian, PPN dan PPnBM Rp300,64 triliun atau 40,47% dari target, tumbuh 21,31% yoy.
“Sementara itu, PPh migas tercatat Rp36,94 triliun atau 60,12% dari target, tumbuh 2,48% yoy. PBB dan pajak lainnya mencapai Rp5,78 triliun atau 14,45% dari target, tumbuh 77,24% yoy,” kata Menkeu.
Pertumbuhan penerimaan pajak periode Januari-Mei 2023 adalah sebesar 17,7%, dibandingkan periode Januari-Mei 2022 sebesar 53,5%.
Sri Mulyani menambahkan, penerimaan pajak Januari-Mei 2023 masih tumbuh positif double digit terutama didukung baiknya kegiatan ekonomi di triwulan I-2023.
“Hanya saja, kinerja penerimaan dua bulan terakhir melambat ke pertumbuhan single digit yang terutama didorong penurunan harga komoditas dan perlambatan impor,” kata Sri Mulyani. Penerimaan pajak akan termoderasi. “Pada saat yang sama, penerimaan pajak juga akan mengikuti fluktuasi konsumsi, belanja pemerintah, impor, dan harga komoditas,” pungkas Sri.
Beritaneka.com, Jakarta—Komisi III DPR kembali menggelar rapat lanjutan soal transaksi mencurigakan Rp349 triliun. Ketua Komite TPPU Mahfud MD dan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati hadir dalam rapat di kompleks parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (11/4/2023) sekitar pukul 14.10 WIB. Rapat masih dipimpin Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni. Ketua PPATK Ivan Yustiavandana dan Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto juga tampak hadir dalam rapat tersebut.
Berbeda dengan rapat sebelumnya, rapat soal transaksi mencurigakan Rp349 triliun kali ini suasananya kondusif. Tidak ada interupsi dari anggota dewan soal topik rapat. Mahfud MD dan Sri Mulyani sepakat dan kompak akan menelusuri dugaan pencucian uang senilai Rp349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan.
Sebelumnya pada Senin (10/4/2023), Mahfud MD menyatakan akan membentuk Satgas Gabungan untuk mengusut tuntas transaksi janggal Rp349 triliun tersebut. Mahfud MD dan Sri Mulyani menyebutkan tidak ada perbedaan data soal transaksi mencurigakan tersebut.
“Tidak ada perbedaan data antara yang disampaikan oleh Menko Polhukam sebagai Ketua Komite (TPPU) di Komisi III DPR tanggal 29 Maret 2023 dengan yang disampaikan oleh Menteri Keuangan (Sri Mulyani) di Komisi XI DPR tanggal 27 Maret 2023,” kata Mahfud di hadapan awak media.
Data yang disampaikan Mahfud MD dan Sri Mulyani berasal dari sumber yang sama, yakni Data Agregat Laporan Hasil Analisis (LHA) PPATK 2009-2023. “Terlihat berbeda karena cara klasifikasi dan penyajian datanya yang berbeda,” kata Mahfud. Keseluruhan LHA mencapai 300 surat dengan total nilai transaksi agregat sebesar Rp349 triliun.
Berkaitan pembentukan Satgas, Mahfud mengatakan, Satgas akan terdiri dari PPATK, Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC), Bareskrim Polri, Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Bidang Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Intelijen Negara (BIN), dan Kemenko Polhukam. Satgas bakal menindaklanjuti laporan hasil analisis (LHA) atau laporan hasil pemeriksaan (LHP) dengan mekanisme case building atau membangun konstruksi kasus dari awal.
“Komite akan segera membentuk tim gabungan atau satgas yang akan melakukan supervisi untuk menindakanjuti keseluruhan LHA-LHP dengan nilai agregat sebesar lebih dari Rp 349 triliun dengan case building, membangun kasus dari awal,” kata Mahfud.
Case building itu terlebih dulu akan menindaklanjuti soal dugaan TPPU emas batangan ilegal di Bea Cukai senilai Rp189 triliun karena nilainya paling besar. “Komite akan melakukan case building dengan memprioritaskan LHP dengan bernilai paling besar karena telah menjadi perhatian masyarakat, yakni LHP dengan nilai agregat lebih dari Rp189 triliun,” kata Mahfud.
Mahfud mengatakan bahwa dugaan TPPU emas batangan senilai Rp189 triliun itu sebagian sudah diproses hukum, bahkan sudah vonis hingga peninjauan kembali (PK). Namun, Komite Nasional TPPU sepakat tetap menindaklanjuti melalui mekanisme case building.
“Sudah dilakukan langkah hukum terhadap TPA (tindak pidana asal) dan telah menghasilkan putusan pengadilan hingga peninjauan kembali (PK). Namun, Komite (TPPU) memutuskan untuk tetap melakukan tindak lanjut,” kata Mahfud.
“Termasuk hal-hal yang selama ini belum masuk ke dalam proses hukum atau case building oleh Kementerian Keuangan,” kata Mahfud lagi.
Hampir senada disampaikan Menkeu Sri Mulyani. Kalaupun ada perbedaan data, menurutnya perbedaannya hanya terjadi saat penyajian laporan kepada DPR.
“Secara awal tadi telah ditegaskan Pak Menko (Mahfud MD) tidak ada perbedaan data antara Menko Polhukam dan Menteri Keuangan terkait transaksi agregat Rp349 triliun,” kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani menjelaskan nilai transaksi janggal Rp349 triliun merupakan penghitungan agregat. Artinya angka tersebut jumlah transaksi debit-kredit dan keluar-masuk. Dalam ilmu akuntansi hal ini disebut sebagai double triple accounting. Sehingga jika dijumlahkan terakumulasi menjadi Rp349 triliun.
“Transaksi agregat ini ada transaksi yang debit kredit dan keluar masuk, di dalam melihat akuntansinya ini disebut double triple accounting jadi ini dijumlahkan menjadi Rp349 triliun,” terang Sri Mulyani.
Sementara itu, di awal rapat, Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni yang menjadi pimpinan rapat mengingatkan hingga saat ini, Komisi III DPR belum menerima data terkait dengan daftar penyampaian surat PPATK selama 2009 – 2023 dan Berita Acara Penerimaan Surat yang sudah diserahkan by hand pada tanggal 13 November 2017. “Sampai dengan hari ini Ketua Komite TPPU belum menyerahkan data tersebut kepada Komisi III DPR,” kata Sahroni.
Untuk itu, Anggota DPR dari Fraksi Partai Nasdem ini mengingatkan kembali kepada pihak terkait untuk menyerahkan data surat PPATK selama 2009–2023 dan Berita Acara Penerimaan Surat yang bersumber dari PPATK tersebut.
Beritaneka.com, Jakarta —Menteri Koordinator (Menko) Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengikuti rapat dengan anggota Komisi III DPR di Senayan Rabu (29/3/2023). Rapat berlangsung selama kurang lebih delapan jam membahas pernyataan Mahfud berkaitan transaksi mencurigakan atau janggal sebesar Rp349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Dalam rapat yang berlangsung panas ini, Mahfud selaku Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) mengungkapkan alasannya menyampaikan laporan transaksi mencurigakan tersebut.
Mahfud menyatakan dirinya memiliki kewenangan mengungkap dugaan transaksi mencurigakan temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tersebut ke publik selama tidak menyampaikannya secara detail.
“Saya mengumumkan kasus itu tidak menyebut nama orang, tidak menyebut nomor akun,” kata Mahfud di Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023). Mahfud mengaku memahami undang-undang melarang pejabat terkait mengungkap identitas orang, nama perusahaan, hingga nomor akun pihak yang diduga terlibat tindak pidana.
Oleh karena itu, sejak awal dia tidak pernah menyinggung nama atau identitas lainnya, tetapi hanya nominal dugaan transaksi janggal sebesar Rp349 triliun. “Saya enggak nyebut nama. Yang nyebut nama inisial bukan saya,” kata Mahfud.
Mahfud menegaskan, dirinya punya wewenang untuk menerima atau meminta laporan dari PPATK mengenai dugaan transaksi mencurigakan karena posisinya di Komite TPPU. Mahfud justru heran dengan sejumlah anggota DPR yang meributkan pernyataannya sampai-sampai menyinggung pasal pidana soal pembocoran dokumen rahasia TPPU yang dimuat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010.
Padahal, kata Mahfud, membuka dugaan kasus pidana ke publik bukan sesuatu yang baru dan menjadi hal wajar selama sesuai dengan ketentuan perundangan. “Dan ini sudah banyak ini, kok Saudara baru ribut sekarang? Ini sudah banyak diumumkan kok Saudara diam saja sejak dulu?” kata Mahfud kepada anggota Komisi III DPR.
Dalam rapat tersebut, Mahfud menyampaikan asal-usul transaksi mencurigakan yang diidentifikasi oleh PPATK. Mahfud mengatakan, asal transaksi janggal itu terbagi ke tiga kelompok, salah satunya transaksi keuangan pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebesar Rp35 triliun.
“Satu, transaksi keuangan mencurigakan di pegawai Kementerian Keuangan, kemarin Ibu Sri Mulyani di Komisi XI menyebut hanya Rp3 triliun, yang benar Rp35 triliun,” kata Mahfud dalam rapat dengan Komisi III DPR, Rabu (29/3/2023).
Mahfud melanjutkan, ada pula transaksi keuangan mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai Kemenkeu dan pihak lain sebesar Rp53 triliun. Kemudian, ada transaksi keuangan mencurigakan terkait kewenangan pegawai Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal dan TPPU yang belum diperoleh datanya sebesar Rp261 trilun. “Sehingga jumlahnya sebesar Rp 349 triliun, fix,” tegas Mahfud.
Mahfud menambahkan, ada 491 aparatur sipil negara (ASN) Kemenkeu yang terlibat dalam transaksi-transaksi mencurigakan tersebut. Dia menyebutkan, dari jumlah tersebut, ada yang merupakan bagian dari jaringan kelompok RAT, eks pejabat pajak yang diduga melakukan pencucian uang. Pihak lain yang terlibat terdiri dari 13 orang ASN kementerian/lembaga lain dan 570 orang non-ASN sehingga totalnya mencapai 570 orang terlibat.
Soal Perbedaan data
Data yang disampaikan Mahfud berbeda dengan data yang disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam rapat bersama Komisi XI DPR pada Senin (27/3/2023). Saat itu, Sri Mulyani menyebut tidak semua laporan dugaan transaksi janggal itu berkaitan dengan pegawai Kemenkeu. Dari laporan PPATK yang berisi kompilasi 300 surat dugaan transaksi janggal, cuma 135 surat yang berhubungan dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) pegawai Kemenkeu.
Nilainya sekitar Rp22 triliun. “Bahkan Rp22 triliun ini, Rp18,7 triliun itu juga menyangkut transaksi korporasi yang enggak ada hubungan dengan Kementerian Keuangan,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Senayan, Jakarta, Senin (27/3/2023).
“Jadi yang benar-benar berhubungan dengan pegawai Kementerian Keuangan itu Rp3,3 triliun. Ini 2009 hingga 2023, 15 tahun seluruh transaksi debit-kredit dari seluruh pegawai yang diinkuiri tadi, termasuk penghasilan resmi transaksi dengan keluarga, transaksi jual beli aset, jual beli rumah, itu Rp3,3 triliun,” katanya.
Soal perbedaan data inilah yang kemudian dipersoalkan anggota Komisi III DPR dalam sesi tanya jawab bersama Mahfud dalam rapat kemarin. Komisi III DPR berencana mengagendakan rapat lanjutan yang akan mengundang Sri Mulyani. Menkeu absen dalam rapat kemarin karena menghadiri pertemuan Menteri Ekonomi se-ASEAN di Bali.
Beritaneka.com, Jakarta—Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan keterangan pers tentang penanganan internal atas kasus Rafael Alun Trisambodo (RAT) di Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta. Menkeu menyampaikan, masih lebih banyak pegawai pajak yang bekerja secara jujur. Mayoritas pegawai DJP telah bekerja secara lurus, bersih, dan jujur.
Sri Mulyani menyatakan mendukung penuh pegawai yang jujur tersebut ketika DJP sedang menjadi sorotan publik karena ada oknum yang mengkhianati integritas institusi.
“Dalam hal mereka yang sudah bekerja baik, benar, dan jujur. Mereka tersakiti, terkhianati, terlukai seperti kita semua. Saya sebagai menteri keuangan harus membela dan ada di sisi mereka, yang saya yakin ada banyak,” kata Menkeu Sri Mulyani, seperti dilansir PajakOnline.com.
Sri Mulyani mengungkapkan, Kemenkeu memiliki sebanyak 78.000 pegawai yang bertugas mengelola keuangan negara senilai lebih dari 3.000 triliun. Dari angka tersebut, 44.000 di antaranya merupakan pegawai yang bertugas di DJP dan bertanggung jawab mengumpulkan penerimaan lebih dari Rp1.700 triliun.
Dia menjelaskan, pegawai DJP telah melaksanakan tanggung-jawabnya dengan baik sehingga negara memiliki kemampuan untuk merealisasikan berbagai program prioritas. Meskipun sempat dijumpai ada pegawai yang berkhianat, kata Sri Mulyani, pegawai yang bersih tetap lebih banyak.
Menurut Sri Mulyani, Kemenkeu akan terus memperkuat pengawasan internal serta bertindak tegas terhadap pegawai yang tidak berintegritas. Dia pun berharap kepercayaan masyarakat terus membaik sejalan dengan upaya peningkatan akuntabilitas dan transparansi.
“Mereka yang baik, benar, lurus, bersih berhak kita dukung dan kita hormati karena mereka yang mengumpulkan pajak untuk infrastruktur, bansos, dan ketika pandemi,” katanya.
Sri Mulyani menyebutkan setiap pegawai Kemenkeu selama ini telah rutin melaporkan hartanya walaupun statusnya tidak wajib menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Tingkat kepatuhan wajib lapor LHKPN di Kemenkeu mencapai 100% pada 2017-2021. Walaupun memiliki harta yang halal dan jelas sumbernya, Sri Mulyani mengingatkan pegawai Kemenkeu agar tetap menerapkan gaya hidup sederhana demi menjaga kepercayaan masyarakat.