Beritaneka.com—Partai Keadilan sejaterah (PKS) menyatakan menolak pemindahan ibu kota baru yang disahkan oleh DPR secara serampangan. Suara keras PKS kepada kebijakan Jokowi ini selalu mendapat dukungan publik, tokoh dan akademisi juga menolak pemindahan ibu kota baru. Nasib lingkungan dan kelestariannya dipertaruhkan dengan mega proyek IKN trilyunan rupiah.
“PKS selalu melihat urgensi dan apa manfaatnya untuk rakyat terkait kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, pemindahan ibu kota ditengah kondisi pandemi serta utang negara yang menumpuk buat apa? Gak ada untungnya untuk rakyat. Hanya menguntungkan oligarki dan merenggut kedaulatan rakyat,” papar Riyono Ketua DPP PKS bidang Tani dan Nelayan, seperti dilansir dari laman resmi PKS, Kamis (20/1).
Baca juga: Pindah Ibu Kota, PKS: Memperbanyak Kasus ‘Layangan Putus’
Hasil kajian kawan – kawan aktifis Forest Watch Indonesia menyebutkan bahwa hasil kajian menunjukkan, lebih dari 16 ribu hektar ekosistem mangrove terancam hilang akibat rencana pembangunan IKN dan rencana pembangunan akibat RTRWP.
Ekosistem mangrove merupakan tutupan lahan yang tepat saat ini, karena dari hasil kajian kami sepanjang pesisir teluk memiliki Indeks Bahaya Banjir dan Indeks Kerentanan Banjir yang tinggi, tidak cocok jika dilakukan konversi-dibangun atau dijadikan permukiman bahkan kawasan industri.
Menurut Riyono kawasan mangrove adalah “nyawa” bagi nelayan kecil dan tradisional, di lahan mangrove ikan akan berkembang biak. Mangrove adalah nursery ground bagi ikan dan pemijahan bagi ikan. Hilangnya 16.000 Ha lahan mangrove akan merusak dan memperparah kerusakan lingkungan di IKN.
“Merusak mangrove sama saja dengan merusak lingkungan dan wilayah pesisir, sekaligus mengancam mata pencaharian nelayan yang sudah susah karena imbas adanya IKN ini,” tambah Riyono.
Baca juga: Fokus Garap Perekonomian, PKS Minta Pemerintah Sejahterakan Rakyat
Catatan KIARA pada 2019 di Kaltim ada 10 ribu lebih nelayan yang setiap hari mengakses dan menangkap ikan di Teluk Balikpapan. Jumlah ini terdiri dari 6.426 nelayan dari Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), 2.984 nelayan dari Kab Penajam Paser Utara, dan 1.253 nelayan dari Kota Balikpapan.
“Apa pemerintah akan menanggung hidup 10.000 nelayan yang akan kehilangan mata pencaharian mereka? Tiap bulan minimal nelayan bisa mendapatkan penghasilan 2 – 3 juta dari hasil tangkap mereka. Ini jelas sangat merugikan nelayan,” tambah Riyono.
Kerusakan 16.000 hektar lahan mangrove dan hilangnya mata pencaharian 10.000 nelayan lebih di lokasi IKN jelas sangat merugikan rakyat dan lingkungan hidup. Lalu kenapa pemerintah begitu ngotot memindahkan ibu kota? PKS akan menggalang dan mengajak para nelayan untuk terus menyuarakan penolakan pemindahan ibu kota ditengah keuangan negara yang sedang merana.
Baca juga: PKS: Aturan Mendagri Terkait Aplikasi PeduliLindungi Kontraproduktif
Beritaneka.com—Partai Keadilan Sejahterah (PKS) menilai kenaikan tarif PNBP Perikanan memberatkan Nelayan. Dunia perikanan di tanah air diramaikan dengan berita naiknya tarif PNBP tersebut. Bahkan, di beberapa kota di Pantura Jawa sudah melakukan demonstrasi.
“Polemik tentang PNBP Perikanan ini, sebetulnya dilandasi oleh target kementrian perikanan yang ingin meningkatan pendapatan negara dari sektor perikanan dari 600M menjadi 12T di tahun 2024,” ungkap Ketua Bidang Ketua Bidang Tani dan Nelayan DPP PKS, Riyono, seperti tertera di laman resmi PKS, Jumat (15/10).
Baca juga: Pembangunan Kereta Api Cepat Disuntik APBN, PKS: Hanya Akal-akalan Pemerintah
Untuk mendukung target tersebut, imbuhnya, Pemerintah mengeluarkan Kepmen no 86 tahun 2021 dan PP no 85 tahun 2021.
“Di dalam Kepmen no 86 tersebut pemerintah mengatur harga pokok ikan (HPI) baru sehingga tarif PNBP meningkat. Rumus perhitungan tarif PNBP kapal tangkap ikan : produktifitas kapal x HPI x GT kapal. Pelaku usaha dan nelayan keberatan dengan HPI yang ditetapkan oleh pemerintah lewat kepmen 86 tahun 2021 tersebut karena angkanya terlalu tinggi,” urainya.
Beberapa masukan dari PKS untuk Kementrian Kelautan dan Perikanan agar tidak menimbulkan gejolak saat menerapkan aturan baru.
“Pertama, Pemerintah melakukan sosialisasi yang lebih masih kepada pelaku usaha dan nelayan sebelum tarif baru tersebut berlaku sehingga tidak terjadi penolakan dimana-mana. Ajak diskusi pelaku usaha dan nelayan untuk membicarakan tentang HPI,” tegas Riyono.
Baca juga: PKS Terus Perjuangkan Gelar Pahlawan untuk Syaikhona Cholil Bangkalan
Kedua, imbuh Riyono, melakukan kajian yang mendalam tentang kondisi usaha yang sedang terjadi apakah usaha sedang bagus atau sebaliknya.
“Seperti yang terjadi sepekan ini akibat pemerintah menaikkan tarif PNBP saat kondisi usaha sedang lesu.Ini sangat membebani nelayan. Berdasarkan keterangan dan informasi dari pelaku usaha dan nelayan , kondisi usah tangkap ikan sedang lesu karena harga ikan baik lokal maupun ikan eksport sedang turun karen pandemi Covid-19,” tandasnya.
Ketiga, kata Riyono, Buat kebijakan yang pro terhadap nelayan. Berdasarkan data dari BPS 2019 bahwa lebih dari 10% nelayan masih hidup dibawah garis kemiskinan.
“Ini Pekerjaan berat bagi Kementrian Kelautan dan Perikanan untuk membuat program-program yang bisa mengurangi angka kemiskinan pada kelompok nelayan, jadi jangan hanya fokus pada target PNBP tapi perlu diperhatikan seberapa besar angka kemiskinan bisa berkurang,” ujarnya.
Keempat, lanjut Riyono, pada PP no 85 tahun 2021 diatur bahwa kapal ukuran 5GT ke atas di pungut tarif PNBP pasca panen 5%. Sebagian besar nelayan kecil yang ukuran kapal nya kurang dari 15GT pendapatannya dibawah UMK.
“Mohon dikaji ulang apakah mereka layak untuk dipungut tarif PNBP pasca panen ?,” ujarnya.
Kelima, imbuhnya, pihaknya mengapresiasi kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan yang selama ini melindungi kekayaan laut dari pencurian kapal asing.
“Kebijakan ini perlu dipertahankan dalam rangka menjaga kedaulatan laut dan melindungi nelayan lokal,” tutup Riyono.
Beritaneka.com—Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendesak pemerintah Indonesia membebaskan enam nelayan Desa Air Glubi Kec Bintan Pesisir Kab Bintan oleh aparat Malaysia. Mereka ditangkap dugaan pelanggaran batas teritorial oleh nelayan yang sedang mencari ikan yang sering terjadi di wilayah Kep Riau. Kasus itu sudah berjalan dua pekan lebih.
“Kejadian seperti ini bukan hanya di Kepri, kawan – kawan nelayan di Indonesia timur kadang juga sampai wilayah Australia karena faktor alam dan bukan kesengajaan. Inilah kendala dan tantangan nelayan kecil yang sedang bekerja,” ujar Riyono Ketua DPP PKS bidang Tani dan Nelayan seperti dilansir dari laman PKS.
Baca juga: Perpanjangan PPKM, PKS: Hindari Manajemen Asal Bapak Senang
Saat ini PKS melalui FPKS Kepri sudah mendampingi dan membantu logistik untuk keluarga nelayan yang sedang kena musibah. Selain memberikan pendampingan PKS juga sedang mendorong agar Kemenlu segera secepatnya membebaskan nelayan yang ditangkap aparat Malaysia.
“PKS melalui Komisi I Doktor Sukamta DPR RI terus berkordinasi agar proses pemulangan 6 nelayan Bintan segera terealisasi. Hasil kordinasi dengan Kemenlu untuk kasus ini sudah ditangani KJRI Johor Bahru,” papar dia.
Baca juga: Saling Lempar Tanggung Jawab, PKS Minta Presiden Turun Tangan Hentikan Masuknya TKA Asing
Saat ini KJRI sedang memantau proses penyelidikan yg dilakukan otoritas Malaysia pasca masa karantina para nelayan. Jika terbukti masuk wilayah Malaysia karena force majeure, maka sdg diupayakan untuk dapat segera dipulangkan” ungkap Riyono
Kejadian ini harus menjadi perhatian KKP dan juga Kemenlu untuk aktif dan terus meningkatkan kerjasama antar negara dalam pengawasan batas wilayah perairan yang menjadi fishing ground nelayan. Kejadian penangkapan bisa dihindari dengan adanya pengawasan wilayah perbatasan dengan rutin.
“PKS meminta agar dalam sepekan ke depan nelayan Indonesia segera dibebaskan oleh aparat Malaysia” tutup Riyono yang juga Ketua Aliansi Nelayan Indonesia.