Beritaneka.com, Jakarta — Aplikasi PeduliLindungi dipakai untuk transaksi penjualan dan pembelian minyak goreng curah rakyat (MGCR). Meski demikian, masyarakat masih harus menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk membeli minyak goreng curah.
Penggunaan NIK hanya berlaku bagi masyarakat yang belum memiliki aplikasi PeduliLindungi. Kebijakan baru ini mulai berlaku pada Juli tahun ini atau 2 pekan ke depan.
Saat ini pemerintah masih akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat, untuk memastikan masa sosialisasi dan transisi ini berjalan maksimal.
Baca Juga:
- Indonesia Berperan Hadapi Krisis Global
- Pesawat Susi Air Jatuh di Timika, Pilot dan Penumpang Selamat
- Pelaku Pelecehan Seksual Diblacklist KAI, Dilarang Naik Kereta Api
- Menparekraf: Banyak Pelaku Kuliner Potensial untuk Investasi
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pun membentuk Task Force untuk menyebarluaskan informasi terkait kebijakan baru ini kepada masyarakat. “Tim ini nantinya akan menyediakan berbagai saluran informasi untuk melayani pertanyaan ataupun keluhan yang muncul dari masyarakat terkait pembelian MGCR,” kata Luhut, Jumat (24/6/2022).
Masyarakat nantinya dapat mengakses segala informasi terkait sosialisasi penjualan dan pembelian MGCR melalui kanal media sosial yang akan disiapkan.
Pembelian MGCR di tingkat konsumen akan dibatasi maksimal 10 kilogram (kg) untuk satu NIK per harinya dan dijamin bisa diperoleh dengan harga eceran tertinggi yakni Rp14.000 per liter atau Rp15.500 per kilogram.
MGCR dengan harga tersebut bisa diperoleh di penjual atau pengecer yang terdaftar resmi dalam program Simirah 2.0 dan juga melalui Pelaku Usaha Jasa Logistik dan Eceran (PUJLE) yakni Warung Pangan dan Gurih.
Luhut mengatakan pemerintah melakukan upaya perubahan sistem ini untuk memberikan kepastian ketersediaan dan keterjangkauan harga minyak goreng bagi masyarakat.
“Ini merupakan upaya bersama dari Kementerian dan Lembaga terkait untuk mengurai masalah terkait minyak goreng. Pada tahap awal tentu akan membutuhkan penyesuaian, tapi saya yakin masyarakat pasti bisa cepat beradaptasi dengan sistem baru ini, karena tujuannya adalah untuk kebaikan bersama,” kata Luhut.
Beritaneka.com—Kebijakan baru yang dikeluarkan Mendagri terkait aplikasi PeduliLindungi bisa menjurus pada kontrol total oleh negara terhadap masyarakat, yang tidak sehat untuk civil liberty dan data privacy kedepannya. Hal tersebut disampaikan Ketua Departemen Ekonomi & Pembangunan, DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Farouk Abdullah Alwyni.
Menurut Farouk, kebijakan ini tidak tepat karenajuga akan berdampaknegatif terhadap ekonomi masyarakat.“Secara jumlah unit, persentase UMKM adalah 99,99% dari seluruh pelaku usaha, kebijakan terkait aplikasi PeduliLindungi hanya akan mempersulit bisnis mereka,” katanya, Kamis (30/12/2021).
Sebagaimana diketahui, per 21 Desember 2021, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian meneken Surat Edaran Mendagri Nomor 440/7183/SJ tentang Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19 Varian Omicron serta Penegakan Penggunaan Aplikasi PeduliLindungi.
Baca juga: PKS Tolak RUU IKN, Ini Tiga Alasannya
Di dalamnya diatur kewajiban bagi penyelenggara tempat publik untuk memasang aplikasi PeduliLindungi. Hal ini bertujuan agar masyarakat umum punya sarana menunjukkanapakah dirinya sudah divaksin atau belum.Seterusnya akan ada sanksi tegas jika ada penyelenggara terbukti melanggar aturan.Pemberian sanksi di antaranya pencabutan sementara atau tetap terhadap izin operasional sebuah tempat usaha.
Farouk Alwyni mengatakan, SE Mendagri adalah counterproductive, bukan saja menyulitkan bisnis UMKM untuk bangkit, tetapi juga menunjukkan bahwa pemerintah masih tidak memahami persoalan vaksinasi Covid-19.
“Pemerintahterjebak paradigma bahwa vaksin adalah satu-satunya jalan keluar pandemi. Padahalpengetahuan baru sudah banyak bermunculan. Studi menunjukkan persoalan Covid-19 akan selalu kembali pada persoalan imunitas. Tanpa perlu vaksin sekalipun, seseorang yang berdaya tahan tubuh baik cenderung lebih terhindar dari penularan virus, dan kalaupun tertular akan masuk kategori asymptomatic (Orang Tanpa Gejala),” katanya.
Baca juga: Bawang Putih 95 Persen dari Impor, PKS: Apa Berani Presiden Stop Impor?
Di sisi lain, studi juga membuktikanvaksin-vaksin yang ada sekarang ini sebagai leaky vaccine, yakni vaksin yang tidak bisa mencegah penularanCovid-19. Artinya, orang yang telah divaksin pun masih bisa tertular dan juga bisa menularkan virus.
“Satu kemanfaatan vaksin yang masih bisa disepakati adalahkemampuannya mencegah sakit berat. Itupun mulai tertantang mengingat banyak pula ditemukan kasus sakit berat bahkan kematian pada orang yang sudah vaksin dosis penuh,” lanjutnya.
Secara internasional, Farouk menjelaskan, kasus kematian penerima vaksin dosis penuh banyak ditemui pada kelompok lanjut usia dan yang mempunyai penyakit bawaan.Padahal tujuan utama vaksin adalah melindungi kelompok ini.
Di sinilah menurutnya kebijakan vaksinasi secara umum patut dikaji ulang. Lebih-lebih, tingkat kematian Covid-19 yang berada di kisaran 3,38 persenbanyak di antaranya berasal dari kelompok rentan.
“Objektif dari vaksinasi semestinya melindungi kelompok rentan,tetapi itujuga tidak sepenuhnya berhasil.Ini seharusnya membuka mata para pemegang kebijakan bahwa perlu ada aturan yang lebih tepat sasaran dan tidak merugikan orang banyak. Belum lagi kalau kita bicara dampak samping vaksin yang mulai bermunculan sejauh ini,” kata Farouk Alwyni.
Baca juga: Tarif Dasar Listrik Naik Tahun 2022, Fraksi PKS Tolak
Dalam kondisi sekarang, kata Farouk, strategi yang lebih perlu dilakukan adalah focused protection, yakni fokus melindungi kelompok rentan di antaranya mereka yang berusia lanjut (di atas 65 tahun), kelompok yang masuk kategori obesitas, maupun yang memiliki diabetes. “Merekalah sebenarnya yang mayoritas berkontribusi terhadap kematian,” jelas Farouk.
Dengan penanganan yang lebih terarah, kata Farouk, maka sebetulnya pemerintah tak perlu mengeluarkan larangan mubazir sebagaimana diambil oleh Mendagri. Kebijakan ini menurutnya hanya akan meneruskan terpuruknya pertumbuhan ekonomi yang sudah terjungkal di kuartal tiga tahun 2021.
“Kebijakan histeria seperti PPKM Darurat &kebijakan sertifikat vaksin (KSV)ini senyatanyatidak tepat.Apalagi kebijakan ini (KSV) bertentangan dengan otonomi kesehatan individu yang diatur dlm UU No. 36 Tahun 2009,dimana setiap tindak kesehatan harusnya disetujui oleh warga atau yang dikenal dengan informed consent,” kata Farouk Alwyni.
Baca juga: Peduli Erupsi Gunung Semeru, Fraksi PKS Himbau Potong Gaji ALeg
Dalam pada itu, sudah banyak masyarakatmenyuarakan keberatannyaterhadap aturan yang dinilai telah merampas hak-hak sipil, sosial, dan ekonomiorang banyak ini.Namun alih-alih mendengarkan keluhan mereka, Farouk menyayangkan para pemegang kebijakan justru terkesan masih menganggap dirinya sebagai entitas yang paling tahu cara memperbaiki keadaan.
Menurutnya, pemerintah perlu lebih sensitif dan menyadari kesulitan hidup masyarakat banyak akibat berbagai kebijakan penanganan Covid-19 yang diambilnya.
Tanpa sensitifitas dan kerendahan hati, kata Farouk, pemerintah hanya akan mendapati bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat terus memburuk, dan pihak yang paling menanggung persoalan ini akhirnya adalah masyarakat menengah ke bawah.
“Tanpa strategi penanganan yang baik, yang memperhatikan focused protection, maka akan terus berlanjut kesulitan ekonomi yang diderita masyarakat. Kondisi ekonomi yang sulit pada akhirnya akan menimbulkan persoalan pula bagi kesehatan masyarakat, bukan sekadar Covid-19, tetapi juga berbagai penyakit lainnya,” pungkas alumni program MBA Birmingham University ini.