Beritaneka.com, Jakarta —Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menetapkan kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi Pertalite sebanyak 32,56 juta kilo liter (KL) tahun 2023 Ini. Kuota tersebut mengalami kenaikan kurang lebih 2,6 juta KL dari tahun sebelumnya, 29,91 KL.
“Hal ini didasari oleh tren konsumsi bulanan BBM Tahun 2022 yang sudah mendekati normal, setelah mengalami penurunan saat pandemi,” kata Kepala BPH Migas Erika Retnowati dalam keterangannya, dikutip hari ini.
Erika mengungkapkan, perhitungan kuota tahun ini masih mengacu Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 191 Tahun 2014, di mana belum ditetapkan rincian konsumen pengguna dan titik serah untuk Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite.
Baca Juga:
Sementara itu, kuota untuk minyak tanah (kerosene) tahun ini sebesar 0,5 juta KL dan Solar sebesar 17 juta KL.
Saat ini, BPH Migas dan para pemangku kepentingan lainnya sedang mengusulkan Revisi Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, hal ini dimaksudkan agar JBT dan JBKP tepat sasaran.
Selain perbaikan regulasi tersebut, upaya untuk memastikan pendistribusian JBT Solar dan JBKP Pertalite tepat sasaran yakni dengan meningkatkan pengendalian penyaluran BBM dengan pemanfaatan teknologi informasi, melalui pendaftaran konsumen pengguna pada aplikasi MyPertamina.
Hal tersebut sesuai ketentuan dalam perpres 191/2014 bahwa pendistribusian JBT dan JBKP dilakukan secara tertutup. “Nantinya hanya konsumen yang terdaftar yang dapat dilayani untuk memperoleh JBT (Solar) dan JBKP (Pertalite),” katanya.
Badan Usaha Penugasan Penyediaan dan Pendistribusian Kuota Volume Penyalur Solar yaitu PT Pertamina (Persero) melalui PT Pertamina Patra Niaga dan PT AKR Corporindo Tbk. Sementara untuk Pertalite, Badan Usaha Penugasan secara Nasional oleh PT Pertamina (Persero) melalui PT Pertamina Patra Niaga.
Beritaneka.com, Jakarta —Kalangan DPR mengingatkan kepada Pemerintah untuk mempertimbangkan penerapan kenaikan harga BBM bersubsidi jenis solar dan pertalite saat ini. Kenaikan harga BBM bersubsidi akan memberikan tekanan yang begitu besar pada inflasi, termasuk inflasi harga pangan yang akan merembet pada inflasi transportasi. Oleh karena itu, pemerintah harus berhitung ulang antara manfaat dan kerugian di sektor ekonomi dan risiko-risiko lain di sektor sosial, keamanan dan ketertiban.
“Permasalahan inflasi ini akan sangat ditentukan kenaikan harga BBM. Apakah pengorbanan kita yang sudah begitu besar dengan memberikan subsidi BBM, terus kita akan menghadapi tekanan yang sama dari sisi kenaikan harga BBM dari inflasi yang tinggi. Ini bukan persoalan setuju atau tidak, tapi harus ditimbang sisi untung ruginya dari sisi ekonomi, makro ekonomi, mikro ekonomi,” kata Anggota Komisi XI DPR RI H. Mukhamad Misbakhun, SE, MH, kepada Beritaneka hari ini.
Menurut Misbakhun, langkah-langkah menahan laju inflasi itu sudah dilakukan pemerintah dengan sangat sungguh-sungguh dengan memberikan subsidi dengan jumlah yang sangat signifikan.
Namun, Pemerintah ingin mengatur bagaimana penyaluran subsidi berjalan dengan baik.
“Saat ini, kita menghadapi permasalahan serius di mana kuota BBM bersubsidi sudah hampir habis dan diperkirakan habis pada bulan September 2022 mendatang,” kata Misbakhun, anggota DPR periode 2019-2024 dari Fraksi Partai Golongan Karya.
Menurut Misbakhun momentum menaikan harga BBM bersubsidi masih belum tepat. “Saat ini, konsentrasi kepolisian tidak sedang dalam upaya mengatasi ketertiban di masyarakat akibat Kasus Sambo. Kalau ada apa-apa akibat BBM bersubsidi naik, saya khawatir konsolidasi kepolisian belum ketemu soliditasnya. Sebab, kalau ada letupan-letupan masyarakat yang melakukan protes dan sebagainya bisa memberikan dampak signifikan terhadap kinerja ekonomi kita dan memberikan pukulan balik terhadap pemulihan ekonomi,” kata Misbakhun.
Oleh karena itu, Misbakhun menyarankan pemerintah untuk mempertimbangkan kembali, termasuk menghitung pula dampak risiko-risiko lainnya seperti risiko sosial, keamanan dan ketertiban.
Beritaneka.com, Jakarta —Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) mencatat 50.000 kendaraan pengguna BBM subsidi jenis Pertalite dan Solar sudah mendaftar di MyPertamina sejak dibuka pada 1 Juli 2022 lalu.
“Sejak Jumat, 1 Juli 2022 sampai Senin, 4 Juli 2022 malam, kami mendapatkan antusiasme yang sangat tinggi dari masyarakat yang telah mendaftarkan kendaraannya di website subsiditepat.mypertamina.id,” kata Sekretaris Perusahaan pada PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting dalam keterangannya, Selasa (5/7/2022).
Saat ini, pendaftaran masih dibuka bagi konsumen yang ingin mendaftarkan kendaraannya sebagai penerima BBM subsidi. Selain melalui website subsiditepat.mypertamina.id secara langsung, pendaftaran juga dapat diakses melalui aplikasi MyPertamina.
Baca Juga:
Dibuka Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 35, Cek Syaratnya
Pengguna (user) aplikasi MyPertamina saat ini juga bertambah sebanyak 4 juta dalam waktu 4 hari dari berbagai daerah di Indonesia. Besarnya antusiasme untuk menjadi pengguna MyPertamina menunjukkan para pengguna kendaraan bermotor antusiasme dengan langkah yang dilakukan Pertamina.
Untuk mempermudah pendaftaran, bagi masyarakat yang tidak memiliki handphone, dapat datang ke booth pendaftaran yang telah disediakan di SPBU Pertamina. Terdapat petugas yang akan membantu masyarakat mendaftar secara langsung.
“Kami melihat bahwa telah terbangun pemahaman dan kesadaran di masyarakat mengenai penyaluran BBM subdisi untuk tepat sasaran. Saluran pendaftaran yang beragam (website, aplikasi dan di SPBU) juga telah berjalan baik,” ujarnya.
Karena itu, dia menuturkan, pendaftaran akan diteruskan sampai seluruh masyarakat Indonesia yang berhak mendapatkan BBM subsidi, mendaftar. “Mari kita sama-sama pastikan BBM Subsidi dikonsumsi oleh masyarakat yang tepat dan berhak,” kata Irto.
Beritaneka.com—Pemerintah menetapkan Pertalite sebagai Jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) Penugasan Khusus (JBKP). Sebelumnya JBKP disandang Premium.
Keputusan ini tercantum dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 37.K/HK.02/MEM.M/2022 tentang Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan yang diteken tanggal 10 Maret 2022.
“Berdasarkan KepMen tersebut, wilayah penugasan penyediaan dan pendistribusian JBKP meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujar Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji, kami kutip dari laman Kementerian ESDM, Rabu (30/3/2022).
Baca Juga:
Cara Bikin Surat Keterangan Usaha (SKU) bagi UMKM, Secara Online dan Gratis!
Muhammadiyah Umumkan 1 Ramadan 1443 Hijriah Jatuh Pada 2 April 2022
Dengan dijadikannya Pertalite sebagai JBKP, Premium memiliki posisi yang rendah untuk terus diedarkan di masyarakat. Wacana penghapusan Premium sendiri sudah menggema namun sampai sekarang belum dihapus.
Direktur Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Soerjaningsih mengatakan, Indonesia memasuki masa transisi dari penggunaan Premium ke Pertalite. Hal ini terjadi secara alamiah karena masyarakat memahami pentingnya menggunakan bahan bakar bernilai oktan tinggi.
“Kita memasuki masa transisi di mana Premium RON 88 akan digantikan dengan Pertalite RON 90, sebelum akhirnya kita akan menggunakan bahan bakar yang ramah lingkungan,” kata Soerja.
Adapun, harga jual eceran JBKP untuk jenis bensin RON 90 di titik serah, setiap liternya ditetapkan sebesar Rp7.650, sudah termasuk PPN dan PBBKB.
Diatur pula dalam Kepmen ini, BPH Migas melakukan pengaturan, pengawasan dan pengendalian alokasi volume penyediaan dan pendistribusian JBKP.
Beritaneka.com—Kalangan anggota DPR menilai rencana kebijakan pemerintah yang akan menghapus BBM jenis premium harus diikuti dengan menurunkan harga BBM jenis Pertalite. Hal ini perlu dilakukan sebagai bukti alasan pemerintah menghapus premium benar-benar karena faktor lingkungan dan bukan karena faktor komersil.
“Kalau hanya menghapus premium sama saja melepas tanggungjawab pemerintah dalam menyediakan bahan bakar minyak yang terjangkau untuk rakyat dengan dalih lingkungan. Harusnya keinginan pemerintah memperbaiki lingkungan tidak serta merta menghapus kewajiban menyediakan BBM murah bagi rakyat,” ujar Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto, seperti dilansir dari laman resmi DPR, Selasa (28/12).
Mulyanto juga meminta pemerintah mengubah cara pandang penyediaan BBM bagi rakyat. BBM jangan sekedar dipandang sebagai komoditas komersil yang dijual dengan harga pasar.
Baca juga: ICW Desak Pemerintah dan DPR Sahkan RUU Perampasan Aset
Pemerintah punya tanggung jawab melayani rakyat untuk mendapatkan bahan bakar minyak yang terjangkau dalam rangka menyejahterakan mereka. Dan mewujudkan kesejahteraan rakyat adalah amanat konstitusi bagi pemerintah.
“Jadi silakan saja Pemerintah menggunakan BBM jenis apapun yang lebih baik bagi lingkungan, asalkan harganya terjangkau bagi rakyat,”tegasnya.
Politisi dapil Banten III ini berpandangan, sejatinya masyarakat bukannya tidak ingin menggunakan BBM bersih. Namun di tengah kondisi ekonomi yang masih lemah akibat pandemi, mereka lebih memilih BBM murah yang terjangkau.
Baca juga: Omicron Masuk RI, Pimpinan DPR Minta Segera Cegah Penyebarannya
Ia berharap Pemerintah jangan sekedar beralasan untuk memenuhi standar global mengurangi emisi karbon, tanpa memperhatikan kemampuan masyarakat. Pemerintah harusnya dapat menyelaraskan antara kepentingan global dengan kepentingan masyarakat. Jangan sampai untuk menjaga agenda global masyarakat yang dikorbankan.
“Saya miris melihat argumentasi yang dibangun pemerintah. Distribusi dan barang di lapangan dikurangi, sehingga langka, namun logika yang dibangun adalah penggunaan premium turun,” tambah Mulyanto.
Untuk mengatasi masalah tersebut, ia meminta pemerintah fokus memperbaiki sektor hulu dan membangun kilang-kilang minyak. Sehingga impor BBM dapat dikurangi dan mampu menyediakan BBM terjangkau untuk kesejahteraan rakyat.
Baca juga: Pemerintah Abaikan Protes Tiongkok pada Natuna, DPR Berikan Dukungan