Beritaneka.com—Partai Keadilan Sejahterah (PKS) merasa prihatin dengan kabar dan fakta yang disampaikan oleh Badan Keamanan Laut (Bakamla) tentang ribuan kapal Vietnam dan China yang mencuri ikan di laut Natuna Utara.
Tambah menyedihkan, kapal itu di kawal oleh coast guard milik China sehingga leluasa mencuri ikan di teritorial Indonesia. Potensi kerugian pencurian ikan oleh ribuan kapal ikan cina bernilai triliunan setiap tahun. Bisa kisaran Rp10 – Rp20 Trilyun.
PKS menilai Presiden Jokowi harus serius membangun kekuatan bersama AL di Laut Natuna agar laut Indonesia terjaga dari pencurian bangsa lain.
“Sangat ironis kondisi pengamaman laut kita, Bakamla sangat terbatas dalam mengamankan laut dan sumber daya ikannya karena keterbatasan anggaran. Kapal terbatas dan sering kekurangan BBM untuk operasi” papar Riyono Kabid Tani dan Nelayan DPP PKS, seperti dilansir di laman resmi PKS, Senin (20/09).
Baca juga: PKS Minta Renovasi Ruangan Kemendikbud Capai Rp6,5 M Ditunda
Kasus keterbatasan operasi Bakamla dan juga TNI AL terhadap keamanan laut bukan kali ini saja terjadi. Keluhan Bakamla sampai kekurangan BBM serta keberanian kapal Vietnam “melawan” kapal Bakamla sering terjadi.
“Presiden harusnya memprioritaskan anggaran pengamanan laut dan SDI kita, tapi faktanya anggaran Bakamla 2022 juga akan dikurangi. Kenapa ini terjadi? Komitmen Presiden dipertanyakan” tambah Riyono.
Catatan DFW kasus illegal fishing dan pelangaran teritorial di Laut Natuna Utara sampai oktober 2020 terjadi 31 kasus. Mungkin sampai 2021 ini bisa jadi 150 kasus dengan konfirmasi dari Bakamla yang menyatakan ada ribuan kapal ikan vietnam menangkap ikan secara illegal di Natuna Utara.
Kondisi geografis Natuna yang sangat jauh dari pusat Kepri (Tanjungpinang) membuat pengawasan laut tak berjalan optimal. Selama ini, belum terlihat pengawasan pemerintah provinsi menjaga kelautan Natuna. Sedang pemerintah kabupaten tidak bisa bertindak apapun karena tidak memiliki kewenangan di kelautan.
Kewenangan ini tertuang dalam UU 23/2014, soal kelautan baik perizinan dan pengawasan di daerah pusat yaitu perairan 12 mil ke atas. Untuk 12 mil ke bawah berada di pemerintah provinsi.
Baca juga: Pemerintah Klaim Ekonomi Nasional Pulih, Legislator PKS: Oversimplikasi
“Presiden Joko Widodo sudah menjelaskan arah pembangunan Natuna pada 2016. Presiden menyebut lima pilar, yaitu, kelautan-perikanan, pariwisata, migas, pertahanan keamanan dan lingkungan hidup, tapi faktanya masih jauh dari harapan” ungkap Riyono
Nelayan jangan dikorbankan dengan mereka menjadi “martir” yang kadang harus berkorban menjadi pesakitan karena melewati teritorial Indonesia.
“Nelayan kecil dan tradisional di kawasan Laut Natuna sekarang menjadi garda terdepan memyelamatkan muka Indonesia di dunia Internasional, masak kita tega menjadikan nelayan? Tutup Riyono
Beritaneka.com—Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai amandemen UUD 1945 ibarat membuka kotak pandora atau membuka kesempatan untuk mengamandemen aturan selain Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). PKS menilai, saat ini tidak ada urgensi melakukan amandemen UUD 1945 pada saat ini.
“Ketika dibuka suatu klausul untuk diamandemen, maka terbuka kotak pandora untuk melakukan amandemen hal-hal yang lain, tentu ini harus menjadi kesepakatan bersama terlebih dahulu, saya berharap jikak tidak terlalu urgent, tidak perlu melakukan amandemen,” ujar Presiden PKS, Ahmad Syaikhu, seperti dikutif dari portal PKS, Selasa (31/8/2021).
Baca juga: Sulit Diterima Akal Sehat, Aleg PKS Prihatin Vonis Juliari Batubara
Syaikhu menyatakan harus ada kesepakatan jika ingin melakukan amandemen 1945. Namun, dia mengingatkan, wacana amandemen ini hanya akan membahas PPHN dan tidak membuka jalan untuk melakukan amandemen aturan lain. Apalagi terkait rencana penambahan masa jabatan presiden.
“Terkait dengan wacana perubahan ini harus dengan kesepakatan bersama, jangan sampai kemudian yang tadinya hanya membahas pokok-pokok haluan negara, kemudian merembet ke pasal lain misalkan menambah masa jabatan presiden menjadi tiga periode,” katanya.
Baca juga: Sensitif, PKS: Pembahasan RUU PKS Harus Komprehensif
PKS, lanjut Syaikhu, memastikan akan menolak apabila benar ada rencana amandemen untuk mengubah aturan lain seperti masa jabatan presiden. Sebab, menurut Syaiku, hal itu adalah kemunduran bagi demokrasi Indonesia.
“Justru membuat demokasi kita semakin terpuruk,” pungkas Syaikhu
Beritaneka.com—Polemik masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) kembali mencuat akhir-akhir ini. Terkuak di saat negara kembali mengeluarkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat Jawa-Bali. Tentu ini menuai kecaman dari banyak kalangan.
Salah satunya berasal dari anggota Komisi V DPR RI, Syahrul Aidi saat dihubungi pada Selasa (6/7/2021) yang menyebut berbagai lintas kementerian mulai dari kemenhub sampai kemenlu saling lempar tanggung jawab. Akibatnya, kerja keras pemerintah baik lokal atau nasional terkait PPKM Darurat ini dikhawatirkan tidak tercapai dan akan membuka kembali serangan pandemi gelombang ketiga. Menyikapi seriusnya hal itu, dia meminta presiden harus turun tangan langsung dan secara tegas mengeluarkan sikap.
“Serangan pandemi Covid-19 gelombang kedua ini cukup kuat. Langkah pemerintah untuk mengeluarkan PPKM Darurat di beberapa provinsi itu dinilai sudah tepat. Namun yang kita kecewakan, di saat dalam negeri sedang melakukan pengetatan kegiatan masyarakat, tiba-tiba kita mendapat kabar ada ratusan TKA yang masuk ke Indonesia. Tentu ini membuat kita semua kecewa” terang Syahrul Aidi.
Baca juga: PKS Ajak Semua Elemen Lakukan Politik Menyenangkan
Saat ini terjadi disparitas besar antara kecepatan laju kematian imbas Covid-19 dengan kecepatan koordinasi dan kepemimpinan pemerintah dalam penanganan Covid-19, koordinasi perlu langsung di tangan Presiden. Untuk itu, kata Syahrul Aidi, presiden harus memimpin langsung dan tegas atas hal ini. Jalur internasional sebagai pintu masuk TKA ini segera ditutup. Kapan perlu presiden keluarkan Perpres terkait hal ini.
“Makna darurat dalam PPKM darurat tidak bisa dikoordinasikan oleh selain presiden. Apabila varian delta dari Covid-19 ini diumpamakan sebagai serangan masif terhadap keselamatan rakyat Indonesia, maka presiden-lah yang harus bertanggungjawab penuh dan memimpin serangan balik mengatasi varian delta, bukan pembantu Presiden.” terangnya.
Terkait pembatasan kedatangan luar negeri, Syahrul Aidi menilai pemerintah dapat berkaca dari kebijakan negara Hongkong atau Taiwan yang langsung menutup akses penerbangan internasional dari Inggris dan India akibat adanya varian Covid-19 baru. Beberapa fakta juga menunjukkan bahwa Covid-19 khususnya varian Delta yang berasal dari luar negeri memiliki karateristik cukup mudah menyebar. Bahkan diduga lonjakan kasus Covid-19 saat ini di Indonesia adalah akibat Covid-19 varian Delta tersebut.
Baca juga: Memiliki Kesamaan Pandangan, PKS Siap Dukung Tokoh Muhammadiyah Jadi Pahlawan Nasional
“Oleh sebab itu perjalanan internasional baik itu melalui moda darat, laut dan udara harus dilarang, karena selama ini telah terbukti bahwa sumber Covid-19 dan beberapa variannya memang selalu berasal dari luar negeri.” terangnya.
Dilarangnya TKA asing masuk ke Indonesia menurut Syahrul Aidi harusnya dijadikan momen untuk menyerap tenaga kerja lokal yang saat ini banyak terimbas PHK akibat pandemi Covid-19.
Beritaneka.com—Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyebut sengkarut tidak lolosnya 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Tes Wawasan Kebangsaan telah mencitrakan gelagat regresi penegakan hukum. Bukan hanya itu, kisruh ini juga secara telak memukul demokrasi dan proses pembangunan ekonomi Indonesia.
Ketua Departemen Ekonomi & Pembangunan, Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Investasi DPP PKS Farouk Abdullah Alwyni mengatakan, KPK patut diperhatikan serius lantaran eksistensinya menyangkut seluruh aspek aspiratif publik, terutama soal tata kelola negara yang bebas dari pencoleng ekonomi.
“KPK adalah spiral dari reformasi. Ia lahir dan dianggap sebagai langkah konkret untuk tidak mengulang praktik KKN yang subur di masa Orde Baru. Bisa diartikan bahwa kehadiran KPK sejalan dengan demokrasi kita. Jika KPK dilemahkan, dengan sendirinya demokrasi kita bergerak mundur dan tentu akan banyak masalah yang berpotensi muncul,” kata Farouk Alwyni dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan.
Baca juga: KPK Dilemahkan, PKS: Berdampak Buruk Terhadap Investasi
Masalah-masalah tersebut, kata dia, terutama dapat dikonfirmasi dari laporan terbaru Transparency International, di mana Indeks Persepsi Korupsi Indonesia melorot menjadi 37 poin pada tahun 2020 dibanding 40 poin di tahun sebelumnya.
Pada laporan lembaga yang sama, didapati pula adanya problem administrasi yang menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat suap layanan publik mencapai 30 persen, atau tertinggi ketiga di Asia setelah Kamboja dan India.
Sementara dalam koridor politik, tingkat politik uang (vote buying) pemilu juga sangat tinggi yakni sebesar 26 persen. Hampir dua kali lipat rata-rata Asia yaitu 14 persen.
“Indeks-indeks ini penting diperhatikan. Bagaimanapun, telah menjadi sebuah norma bagi lembaga internasional bahwa korupsi adalah satu tantangan kritis bagi pembangunan di negara-negara berkembang,” kata Farouk.
Maka PKS menilai patut disayangkan jika KPK yang merupakan jawaban dari persoalan tersebut justru dilemahkan oleh kekuatan gelap status quo yang ingin melanggengkan korupsi di Indonesia. Apalagi, pegawai-pegawai yang disingkirkan oleh TWK ini merupakan orang-orang terbaik di bidangnya.
Dari 75 pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat dari hasil TWK, di antaranya untuk disebutkan ialah: Rizka Anungnata dan Novel Baswedan (memproses kasus korupsi Harun Masiku); Andre Dedi Nainggolan dan Praswad Nugraha (kasus bansos COVID-19); Harun Al Rasyid dan Marc Falentino (kasus Nurdin Abdullah); serta Budi Sukmo Wibowo dan Afief Yulian Miftach (kasus rekening gendut Budi Gunawan).
“Ada kesan kuat bahwa TWK hanya menjadi instrumen politik untuk menargetkan para pegawai yang punya komitmen dan integritas pemberantasan korupsi yang tinggi,” kata lulusan New York University ini.
Dalam hal itu, Farouk juga mengatakan perlu ada upaya menyigi dampak-dampak dari TWK secara lebih mendalam. Tes tersebut mengandung sekian kontroversi mengingat banyak pertanyaan yang tidak relevan dengan konsep wawasan kebangsaan itu sendiri.
Tes TWK yang disponsori Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kemenpan-RB ini bahkan mempertanyakan soal-soal yang sensitif yang menyangkut keyakinan agama seseorang, di mana itu sebetulnya telah diatur dalam Pasal 29 Ayat 1 dan 2 Undang-Undang Dasar 1945.
“Jadi tes TWK selain cacat secara moral dan etik, juga melanggar undang-undang dasar yang mengatur kebebasan beragama,” kata Farouk.
“TWK juga telah memunculkan buntut amat beragam, mulai dari adanya narasi radikalisme dan cap taliban, sampai terbukanya ruang perdebatan terkait kesetiaan para pegawai terhadap bangsa. Meski tuduhan-tuduhan itu pada akhirnya tak terbukti, tapi telanjur mencoreng nama baik para pegawai KPK,” lanjutnya.
Baca juga: Pegawai KPK Disingkirkan, Presiden PKS: Kesadaran Nurani Publik Tersakiti
Ia menegaskan, harusnya negara tak abai dengan cacat prosedur yang dilakukan oleh BKN dalam TWK itu. Dampak tercorengnya nama baik para pegawai, bahkan semestinya, adalah merupakan tanggung jawab negara untuk memulihkannya.
Dalam hal ini PKS menilai sudah saatnya Presiden Jokowi sebagai pemimpin tertinggi negara melakukan public address yang lebih dari sekadar memberi nasihat. Apa yang diucapkannya pada Senin, 17 Mei 2021 silam, dengan menyebut bahwa hasil TWK tidak serta-merta bisa dijadikan dasar memberhentikan pegawai KPK yang tak lolos tes, faktanya kurang teresonansi secara positif dalam percakapan publik.
Farouk mengatakan ada tiga hal krusial yang perlu dibuktikan dalam public address presiden. Pertama, Presiden perlu membuktikan bahwa ia mendengarkan suara rakyat yang ingin melihat KPK kembali bertaji.
“Presiden pernah begitu teguh membela KPK seperti saat Novel Baswedan disiram air keras pada 2017 lewat respons sigapnya membentuk tim pencari fakta. Dan kini ia perlu mengulanginya lagi,” kata Farouk.
Kedua, Presiden harus mengonsolidasikan semua bawahannya yang terlibat dalam sengkarut KPK. “Presiden Jokowilah yang paling bertanggung jawab terhadap apapun yang terjadi selama masa pemerintahannya. Dalam konteks ini pada intinya jangan sampai timbul kesan bahwa ia sebagai Kepala Negara tidak bisa mengendalikan aparatnya sendiri,” lanjutnya.
Ketiga, Presiden perlu memberikan perlindungan kepada para pegawai KPK yang tidak lolos tes TWK, baik itu perlindungan hukum, pemulihan martabat dan nama baik, serta memastikan keamanan nyawa mereka.
“Yang terpenting adalah public address Presiden Jokowi harus mampu jadi penggenap polemik sekaligus awal baru bagi semangat pemberantasan korupsi. Energi bangsa kita sudah demikian terkuras dalam kisruh ini, sementara di luar sana masih banyak kasus korupsi yang mesti segera diselesaikan,” pungkas Farouk Alwyni.