Beritaneka.com, Kubu Raya—Dewan Pengurus Cabang (DPC) Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) Kabupaten Kubu Raya kembali melaksanakan kegiatan Sosialisasi Pencegahan dan Penanganan Stunting bertema “Bersinergi Mencegah dan Menangani Stunting di Kabupaten Kubu Raya bersama DPC IWAPI Kubu Raya”. Kegiatan ini bekerja sama dengan SDM PKH Kecamatan Teluk Pakedai.
Kali ini kegiatan edukasi pencegahan dan penanganan stunting yang dilaksanakan DPC IWAPI Kubu Raya berada di Kecamatan Teluk Pakedai, Kabupaten Kubu Raya, setelah sebelumnya dilaksanakan di Kecamatan Sungai Ambawang dan Kecamatan Sungai Raya.
Wakil Ketua Umum I DPC IWAPI Kubu Raya mengatakan dalam kata sambutannya bahwa kegiatan sosialisasi ini dilaksanakan dalam rangka untuk membantu pemerintah dalam mengentaskan stunting di Kubu Raya.
“Selain kegiatan kewirausahaan atau pelatihan-pelatihan dalam hal dunia usaha, kami juga melaksanakan kegiatan sosialisasi stunting ini, guna untuk membantu pemerintah Kabupaten Kubu Raya dalam mengentaskan stunting,” papar Putriana, yang mewakili Fenty Noverita, Ketua Umum DPC IWAPI Kubu Raya dikarenakan berhalangan hadir.
Selain edukasi stunting, kegiatan ini juga dirangkai dengan sharing membangun usaha oleh pengurus DPC IWAPI Kubu Raya.
Kegiatan sosialisasi pencegahan dan penanganan stunting ini akan dilanjutkan di dua kecamatan lainnya, yaitu Kecamatan Kuala Mandor B dan Kecamatan Terentang.
Kegiatan ini diikuti sebanyak 100 peserta yang sangat antusias di Aula Kantor Camat Teluk Pakedai, dimulai pukul 10.00 WIB hingga pukul 13.00 WIB.
Beritaneka.com—Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ( BKKBN ) Hasto Wardoyo mengatakan, angka stunting di Indonesia terus memperlihatkan tren penurunan. Capaian ini tentu merupakan kerja keras banyak pihak.
“Kementerian Kesehatan sudah mengeluarkan hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) 2021, menunjukkan bahwa terjadi penurunan angka stunting dalam 2 tahun terakhir,” kata Hasto dalam Rakernas Program Bangga Kencana Tahun 2022 secara online, Selasa (22/2/2022).
Dari data SSGBI tersebut, diketahui bahwa angka stunting pada 2019 sebesar 27,67 persen, sedangkan pada 2021 kasus stunting menurun di angka 24,40 persen. “Ini artinya, BKKBN dan beberapa pihak lain yang terlibat dalam upaya penurunan kasus stunting di Indonesia berhasil menurunkan 3,3% kasus stunting dalam 2 tahun,” ungkapnya.
“Penurunan angka stunting ini pun berarti upaya dan intervensi yang dilakukan oleh kementerian dan lembaga pemerintah menunjukkan hasil yang baik,” tambah Hasto.
Baca Juga:
- Penundaan Pembayaran JHT Wajib Batal: Orde Baru Lebih Manusiawi
- Pemerintah Siapkan Himbara Jadi Motor Penggerak Utama Ekonomi Nasional
- Event Internasional Ini Bakal Digelar di Indonesia, Cek Daftarnya!
Berbagai upaya dilakukan BKKBN dalam menurunkan angka stunting ini, mulai dari perbaikan gizi ibu hamil sampai melahirkan dan menyusui, edukasi yang tiada henti kepada seluruh masyarakat, khususnya calon maupun orangtua, serta beberapa intervensi lain yang langsung dirasakan masyarakat.
Bahkan, sebagai bentuk upaya maksimal menurunkan stunting di Indonesia, BKKBN kata Hasto, akan segera me-launching Indonesia bebas stunting dan screening tiga bulan pranikah. Ide skrining pranikah 3 bulan sebelum menikah ini diharapkan bisa menekan kasus bayi lahir stunting yang masih terjadi hingga sekarang.
“Jadi, calon pasangan usia subur harus memeriksakan dirinya 3 bulan sebelum menikah dalam rangka agar saat kehamilan terjadi, dia tidak membawa faktor risiko kehamilan anak stunting,” kata Hasto.
Di Indonesia terjadi 2 juta pernikahan terjadi setiap tahun. Dari 2 juta pernikahan tersebut, 1,6 juta pasangan melahirkan di tahun pertama.
“Nah, dari 1,6 juta kelahiran di tahun pertama itu, jika angka stunting 24,40%, maka diperkirakan ada sekitar 400 ribu kelahiran bayi berpotensi stunting yang masih terjadi di Indonesia saat ini,” katanya.
“Oleh karena itu, screening dan treatment pranikah sangat diperlukan untuk menurunkan angka kejadian baru bayi lahir stunting,” ujar Hasto.
Beritaneka.com—Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monarfa bersama Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono, dan 25 perwakilan kementerian/lembaga duduk bersama.
Mereka membahas perencanaan hingga komitmen penganggaran kementerian/lembaga untuk sektor kesehatan dalam Rapat Pembahasan Multi Pihak Major Project Reformasi Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dalam rangka Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah 2022 di Ruang Rapat Djunaedi Hadisumarto 1-2, Gedung Bappenas, Senin (31/5/2021).
Fokus pembahasan di antaranya penanganan pandemi Covid-19, percepatan penanganan tuberkulosis, perluasan cakupan imunisasi dasar lengkap dan perluasan antigen baru, serta pengentasan disparitas pelayanan kesehatan dengan fokus pada pemenuhan dan pemerataan fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan, khususnya di timur Indonesia dan daerah dengan akses terbatas terhadap pelayanan kesehatan.
Baca juga: Transformasi Digital, Bappenas Paparkan SDI dan Pusat Data Nasional
Major Project Reformasi Sistem Kesehatan Nasional diharapkan dapat mencapai target 2022, yaitu menurunkan insidensi tuberkulosis menjadi 231 per 100.000 penduduk, meningkatkan cakupan imunisasi dasar lengkap menjadi 71 persen, meningkatkan penyediaan Rumah Sakit (RS) Rujukan Nasional menjadi 19 RS.
Target lainnya, meningkatkan RS dengan layanan unggulan menjadi minimal 52 RS untuk lima jenis layanan unggulan mencakup layanan kanker, kardiovaskular, stroke, paru dan diabetes, meningkatkan pusat kesehatan masyarakat dengan sembilan jenis tenaga kesehatan menjadi 71 persen, dan meningkatkan rasio dokter spesialis menjadi 0,22 per 1.000 penduduk.
“Target sampai 2024 paling populer adalah stunting. Ternyata, dalam perjalanan saya keliling Indonesia, bukan hanya stunting, tapi imunisasi dasar lengkap dan imunisasi lanjutan di beberapa daerah rendah sekali. Urusan kesehatan ini, pemda harus menempatkan kesehatan di prioritas tinggi, terutama di masa pandemi ini. Kita perlu cermati tentang Dana Alokasi Khusus agar DAK non fisik tidak diubah untuk alat kesehatan, akibatnya ada alatnya tapi tidak ada tenaga kesehatannya,” ujar Suharso.
Pandemi Covid-19 menjadi pembelajaran bagi Indonesia untuk terus meningkatkan kewaspadaan atas kondisi kegawatdaruratan kesehatan melalui Major Project Reformasi Sistem Kesehatan Nasional yang bertujuan untuk meningkatkan keamanan dan ketahanan kesehatan (health security & resilience), menjamin akses supply side pelayanan kesehatan yang berkualitas di seluruh Indonesia, dan meningkatkan peran serta masyarakat dan memperkuat upaya promotif dan preventif.
“Ke depan, sistem kesehatan kita harus robust, terutama untuk menghadapi wabah karena Covid-19 ini mengajarkan kita bahwa sistem kesehatan harus benar-benar diperkuat, harus dilihat secara holistik dan terintegrasi, bahwa sumbangsih sektor non kesehatan dalam reformasi SKN adalah keharusan, tidak bisa hanya sektor kesehatan saja yang terlibat. Oleh karena itu, kementerian/lembaga perlu memastikan pemanfaatan anggaran, khususnya di 2022 mendatang, untuk membantu mencapai target reformasi SKN,” Suharso.
Baca juga: Bappenas Bahas 11 Kawasan Industri Prioritas dan Smelter dalam RKP 2022
Perencanaan dan penganggaran pada Major Project Reformasi Sistem Kesehatan difokuskan pada delapan area reformasi, yaitupendidikan dan penempatan tenaga kesehatan, penguatan fasilitas kesehatan tingkat pertama, peningkatan RS dan pelayanan kesehatan di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan Terluar (DTPK).
Fokus anggaran lainnya mencakup kemandirian farmasi dan alat kesehatan, penguatan keamanan dan ketahanan kesehatan, pengendalian penyakit dan imunisasi, inovasi pembiayaan kesehatan, dan optimalisasi teknologi informasi dan pemberdayaan masyarakat.
Untuk mewujudkan target dan sasaran Major Project Reformasi Sistem Kesehatan Nasional tersebut, dibutuhkan perencanaan yang matang melalui pendekatan Tematik, Holistik, Integratif Dan Spasial atau THIS dari seluruh sektor, meliputi kesehatan dan sektor pendukung lainnya.