Beritaneka.com—Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB University pekan lalu kembali menggelar Kajian Tercerahkan (Teropong Cercah Kauniyah) dengan mengambil tema Climate Change. Kajian Tercerahkan yang saat ini sudah memasuki seri 3 tersebut merupakan wadah bagi para cendekiawan untuk menyampaikan konsep keilmuan komprehensif dan rekomendasi bagi penyelesaian masalah yakni melalui penggabungan maupun penghubungan antara ilmu pengetahuan dan agama.
Perubahan iklim merupakan tema menarik sehingga cendekiawan dapat menyampaikan pandangan mengenai lingkungan serta kaitannya dengan bagaimana Agama Islam menjelaskan mengenai hal tersebut.
Baca juga: Penjelasan Al-Qur’an tentang Ilmu Embriologi
Prof Rizaldi Boer, Dosen IPB University dari Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA hadir sebagai narasumber. Menurutnya, perubahan iklim dapat mengancam keberlanjutan sistem kehidupan manusia. Para pemimpin negara juga menyebutkan bahwa dampaknya akan dirasakan lebih dahsyat daripada pandemi COVID-19.
“Sebagai masyarakat ilmiah, tentu penting untuk mempelajari agama yang memberikan peringatan mengenai dampak kerusakan lingkungan serta memberikan contoh untuk mengamati dan menyikapi fenomena alam,” ujarnya.
Ia menyebutkan perubahan konsentrasi gas rumah kaca merupakan penyebab perubahan iklim. Dampaknya pada aktivitas kehidupan manusia berpotensi mengakibatkan kejadian ekstrim yang berdampak pada munculnya bencana dan membawa kerugian bagi manusia. Kejadian ekstrim ini berhubungan dengan pergerakan energi dan masa udara di muka bumi.
Tingginya tingkat emisi global terjadi akibat pembangunan yang masif dan sering mengabaikan hukum-hukum keseimbangan tanpa ilmu. Sebagian besar gas rumah kaca tersebut bersumber dari sektor energi yang menggunakan bahan bakar berbasis fosil yang dieksploitasi. Konversi hutan akibat pengelolaan yang tidak berkelanjutan turut menyumbang tingginya angka emisi gas rumah kaca.
“Melalui teknik modeling dan mengamati data observasi, kenaikan suhu atmosfir sejalan dengan kenaikan emisi gas rumah kaca. Tidak lama lagi, bumi diperkirakan akan melewati ambang batas kenaikan suhu dua derajat celsius. Kenaikan suhu tersebut mempengaruhi kejadian iklim ekstrim yang dirasakan dari waktu ke waktu,” sebutnya.
Telah diketahui bersama bila hutan memiliki peranan penting dalam mengatur iklim di bumi. Dampak deforestasi juga telah dirasakan pada kasus kebakaran hutan di Kalimantan. Sehingga manusia sebagai pemimpin di muka bumi harus berupaya memperbaiki kerusakan ekosistem secara bersama Prof Didin Hafidhuddin, Dosen Pendidikan Agama Islam IPB University, turut menanggapi perubahan iklim dari sudut pandang Al-Quran.
Baca juga: Pakar Gizi IPB University: ASI Ekslusif dan Program Menyusui Dua Tahun dapat Turunkan
Ia menyebutkan perubahan bersifat pasti dan tetap. Perlu pemahaman faktor penyebab perubahan dan respon terhadap dampaknya. Sehingga diperlukan observasi alam.
Mengutip Surat Ar-Rum ayat 41, kerusakan alam ditampakkan dengan sangat jelas akibat perbuatan manusia. Pandemi dan bencana alam hanya sebagian kecil peringatan Allah SWT agar manusia kembali pada kebenaran.
“Sebagai makhluk Allah yang bertugas untuk memakmurkan kehidupan atau sebagai Khalifah, tentu harus memanfaatkan dan mengelola alam semesta untuk mensejahterakan bersama dengan sebaik-baiknya tanpa menimbulkan kerusakan,” jelasnya.
Maka dari itu, seharusnya manusia menghindari pemanfaatan alam yang tidak memperhatikan aturan-aturan Allah SWT. Lingkungan alam pada mulanya bersifat dan berjalan normal, namun aktivitas manusia yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup pada akhirnya menganggu keseimbangan tersebut.
“Pembangunan atau pengelolaan alam tidak boleh sampai merusak untuk mendapatkan kepuasan, sehingga harus disesuaikan dengan daya tampungnya,” tegasnya. (ZS)