Beritaneka.com—Uang krypto saat ini sedang naik daun. Uang krypto atau crypto currency merupakan mata uang virtual atau digital yang biasa dipakai untuk bertransaksi secara virtual. Biasanya transaksi menggunakan uang krypto ini dilakukan melalui jaringan internet.
“Biasanya dipakai untuk bertransaksi secara virtual dan biasanya dalam proses maupun mekanismenya, uang krypto ini bersifat desentralisasi,” ujar Dr Irfan Syauqi Beik, dosen IPB University dari Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah.
Artinya, lanjut Dr Irfan, uang krypto berbeda dengan uang biasa. Ia menjelaskan, uang biasa bersifat sentralisasi sehingga ada otoritas yang mengatur, menciptakan dan memantau peredaran uang.
Pakar Ekonomi Syariah IPB University itu juga menjelaskan, pengembangan crypto currency dilakukan menggunakan teknologi enkripsi. Dengan demikian, transaksi yang dilakukan dapat tercatat dalam sistem yang telah dibuat.
Penggagas CI-Best Model ini menjelaskan, crypto currency muncul akibat adanya kombinasi dari fiat monetary system dengan teknologi digital. Menurutnya, kehadiran crypto currency ini bertujuan untuk men-challenge sistem moneter yang selama ini digunakan di setiap negara.
“Dalam praktiknya, crypto currency ini tidak mengenal batas negara maupun wilayah. Apabila orang-orang bersepakat untuk menggunakan crypto currency ini maka transaksi bisa dilakukan,” ujar dosen Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University ini.
Baca juga: Meluruskan Makna Utang Pemerintah: Terobos Lampu Merah
Sampai saat ini, ada banyak jenis crypto currency bahkan ada 1000 jenis yang telah tercatat pada sistem. Jenis crypto currency yang terkenal saat ini adalah bitcoin. Beberapa jenis yang lain adalah monero, litecoin, dan ripto.
Terkait manfaat crypto currency, Irfan menyebut, ada beberapa kelebihan. Di antara kelebihan tersebut adalah dari sisi keamanan. Keberadaan teknologi seperti block chain membuat crypto currency sangat aman dan potensi pemalsuan dapat lebih diminimalisir. Dengan adanya block chain tersebut, mata uang yang sama tidak dapat digunakan untuk dua transaksi yang berbeda.
Di samping itu, dengan sistem block chain juga, dapat menjamin transparansi dan akuntabilitas. Dengan demikian, dari perspektif keamanan sangat aman termasuk keamanan data pribadi. Pasalnya, dalam transaksi crypto currency ini tidak perlu menunjukkan identitas diri.
“Menengok keberadaan crypto currency ini, kita bisa memanfaatkan teknologi block chain untuk berbagai sistem. Contohnya bisa digunakan untuk penyaluran wakaf maupun zakat,” ujar Dr Irfan yang saat ini menjadi Ketua Dewan Pakar Pusat – Persatuan Umat Islam (PUI) ini.
Sementara, dari sisi kekurangan, crypto currency sangat volatile nilanya. Dengan demikian, apabila valuasi aset kekayaan dengan mata uang yang tidak stabil, maka dapat mengakibatkan tidak baik bagi perekonomian.
“Ini adalah kelemahan paling mendasar, kalau crypto currency merupakan mata uang yang sangat voletil dari sisi nilai. Dari sini, ada potensi kerugian yang besar meskipun ada keuntungannya juga,” ujar Dr Irfan.
Di samping itu, crypto currency juga berpotensi menimbulkan pelanggaran hukum. Pasalnya, masih banyak negara yang menolak penggunaan crypto currency termasuk Indonesia. Dengan demikian, apabila ada masyarakat Indonesia yang menggunakan crypto currency sebagai transaksi, maka orang tersebut telah melakukan pelanggaran hukum.
Terkait perkembangan saat ini, crypto currency seperti bitcoin dapat masuk ke dalam salah satu objek yang diperdagangkan di bursa berjangka. Pasalnya, bitcoin dianggap sebagai komoditas virtual sehingga dapat diperdagangkan di bursa berjangka. Dengan demikian, bagi orang yang ingin berinvestasi bitcoin, dapat melakukannya melalui bursa berjangka.
Dari sisi syariah, crypto currency belum bisa masuk dalam bursa berjangka yang syariah. Hal ini karena bursa berjangka syariah memerlukan fisik barang tersebut.
“Karena sifatnya virtual, maka akan sulit untuk memenuhi syarat fisik dalam bursa syariah yang diperdagangkan,” tegasnya.
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen: Antara Mimpi dan Ilusi
Dirinya juga menyebut, ada dua hal yang harus dikaji mengenai crypto currency. Dua hal tersebut ialah regulasi dan syariah.
“Dua hal ini perlu kita kaji, sehingga kita bisa menilai apakah keberadaan crypto currency ini memberikan manfaat bagi perekonomian, atau di sisi lain, bisa memberikan manfaat bagi sebagian pihak dan pada saat bersamaan justru mengancam perekonomian secara keseluruhan,” ujarnya.
Apabila crypto currency ini sampai menggantikan peran dari official currency atau mata uang resmi dari suatu negara, maka ada potensi membahayakan sistem keuangan negara tersebut. Apabila sistem keuangan negara terancam, maka akan memberikan efek buruk bagi sistem perekonomian secara keseluruhan.
Di samping itu, sampai saat ini uang krypto masih belum memenuhi syarat sebagai mata uang yang sesuai syariah. Pasalnya, nilai crypto currency sangat tidak stabil dan ada kecenderungan mengandung unsur gharar (ketidakpastian) dan maysir (spekulasi).
“Namun khusus teknologi blockchain, ia sifatnya netral dan dapat digunakan untuk pengembangan ekonomi syariah, seperti untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana sosial syariah,” pungkas Dr Irfan.
Beritaneka.com—Industri keuangan syariah tanpa diragukan telah berkembang pesat di Indonesia. Hanya saja, dari sisi supply dan demand terhadap sumberdaya manusia (SDM) ekonomi syariah secara kuantitas masih jauh dari harapan. Faktanya, baru ada 25-30 persen SDM yang memiliki latar belakang kompetensi syariah. Dimana hanya 10 persen yang merupakan lulusan pendidikan ekonomi syariah secara formal.
Hal tersebut disampaikan Prof Arif Satria, Rektor IPB University dalam Studium Generale yang diinisiasi oleh Program Pascasarjana Perbankan Syariah, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, minggu ketiga April.. Menghadapi kenyataan itu, Prof Arif merasa perlu bagi penyelenggara pendidikan keuangan syariah saat ini untuk merumuskan strategi yang tepat.
“Pengetahuan syariah memang penting, tapi soft skill dan mindset juga tak kalah penting. Orang yang memiliki growth mindset selalu optimis terhadap masa depan, yakin bahwa dia mampu. Kepercayaan diri ini yang menjadi modal dalam bekerja,” ujar Prof Arif.
Baca juga: Pakar IPB: Akibat Perubahan Iklim, Suhu Bumi akan Naik 2 Derajat Celcius
Dalam menciptakan keseimbangan antara supply dan demand tenaga kerja di industri ekonomi syariah, lanjut Prof Arif, diperlukan penyelarasan kurikulum dan metode pembelajaran di perguruan tinggi. Yang juga penting, menurutnya adalah menjelaskan persepsi pelaku industri tentang kompetensi lulusan perguruan tinggi dan merumuskan strategi untuk memenuhi kebutuhan pengembangan SDM.
“Strategi itu misalnya dengan penguatan program studi ekonomi syariah dengan kurikulum integratif, memperbanyak riset, studi dan penelitian tentang ekonomi syariah. Kemudian memfasilitasi tenaga pengajar ke jenjang pendidikan lebih tinggi dan program pengembangan kapasitas,” imbuhnya.
Selain itu, menurut Prof Arif, saat ini perlu adanya standarisasi kurikulum ekonomi syariah di tingkat nasional. Pasalnya, selama ini kurikulum pendidikan yang dilaksanakan perguruan tinggi memiliki dua fokus yang berbeda.
Pertama, yang berfokus pada hukum ekonomi syariah/bisnis syariah, dimana menitikberatkan aspek hukum islam dari entitas ekonomi. Hasilnya, lulusan akan memiliki konsentrasi hukum islam tanpa pemahaman ekonomi yang kuat.
“Atau sebaliknya, fokus pada ilmu ekonomi, tetapi pemahaman terhadap hukum islamnya rendah. Sehingga ini perlu diintegrasikan antara hukum ekonomi syariah dan ilmu ekonomi syariah dan perlu strandarisasi kurikulum nasional. Ini supaya lulusan kita betul-betul kompatibel terhadap kebutuhan pasar,” tuturnya.
Baca juga: Pakar Gizi IPB University: ASI Ekslusif dan Program Menyusui Dua Tahun dapat Turunkan Angka Stunting
Menjawab tantangan era disrupsi pada revolusi industri 4.0 ini, kata Rektor, IPB University juga telah mendesain kurikulum baru yang disebut sebagai K2020. Dimana tujuan pendidikan pendidikan IPB University 4.0 adalah menghasilkan lulusan pembelajar yang tangguh atau powerful agile learner.
“Karena dunia saat ini tidak hanya membutuhkan ketepatan, namun juga kecepatan. Pada saat yang sama powerful agile learner ini diperkuat dengan tandem antara mindset dan skill set. Dua hal ini kita siapkan melalui integrasi kurikulum antara akademik dengan non akademik,” sebut Prof Arif.
Dalam kegiatan tersebut, turut hadir Prof Amany Lubis, Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Prof Azyumardi Azra dan Prof Euis Amalia, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah. (ZS)