Beritaneka.com—Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) melakukan survei dan penelitian terkait harga dan ketersediaan minyak goreng di pasaran.
Hasilnya, harga minyak goreng kemasan sederhana-premium di toko ritel dan pasar secara rata-rata lebih tinggi dari harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Peneliti YLKI Annis Safira Nur Aulia mengatakan, dari hasil survei yang dilakukan timnya, minyak goreng masih dijual dengan harga rata-rata Rp 16.171 per liter per liter. Angka tersebut di atas HET minyak goreng kemasan sederhana Rp 11.500 per liter, dan Rp 14.000 untuk kemasan premium.
“Berdasarkan hasil survei, rata-rata harga minyak di pasaran Rp 16.171 per liter,” kata Annis dalam sesi teleconference YLKI hari ini Jumat (11/2/2022).
Baca Juga:
DPR: Kebijakan Satu Harga Minyak Goreng Gagal Total
Minyak Goreng Rp14.000 Per Liter Langka di Pasar
Annis memaparkan, survei dan penelitian dilakukan di 30 toko yang tersebar di Jakarta Selatan, Jakarta Timur, serta Kota dan Kabupaten Bekasi. Rinciannya, 9 di antaranya merupakan warung, 11 minimarket, 1 minimarket koperasi, 1 agen, dan 8 supermarket.
Hasilnya, stok minyak goreng berbahan dasar minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) tidak tersedia alias kosong.
“Memang mayoritas di 17 toko atau 57 persen dilihat tidak tersedia minyak goreng kelapa sawit, baik itu harga yang bersubsidi ataupun harga yang masih mahal,” kata Annis.
Sementara 30 persen atau 9 toko tersedia, tapi harga masih tinggi. Sedangkan 3 toko (10 persen) tersedia namun tidak bersubsidi, dan 1 toko (3 persen) tersedia stok minyak goreng bersubsidi dan tidak bersubsidi.
Dari kesesuaian harga minyak goreng dengan harga subsidi pemerintah, mayoritas 69 persen atau 9 toko nilai jualnya masih di atas standar. Hanya 2 toko atau 15 persen yang harganya sudah sesuai HET.
“Kemudian 8 persen atau 1 toko harganya di bawah standar, lebih rendah dibandingkan harga subsidi pemerintah. Lalu ada 1 toko yang sediakan minyak goreng sesuai harga dan diatas standar,” katanya.
Beritaneka.com—Saat ini Direktorat Standar Agro, Kimia, Kesehatan, Halal Badan Standardisasi Nasional (BSN), sedang menggodog SNI untuk produk tembakau, seperti rokok, vape, dll. SNI tersebut dibuat alasannya untuk memberikan aspek perlindungan pada konsumen.
Terhadap hal tersebut, YLKI menolak keras adanya SNI produk hasil tembakau yang dibuat oleh BSN tersebut. Ada beberapa alasan penolakan YLKI tersebut.
“Produk hasil tembakau (rokok) adalah produk substandar, dari sisi apapun apalagi dari sisi kesehatan. Sehingga tidak pantas dan tidak logis jika dibuatkan SNI,” ujar Tulus Abadi,Ketua Pengurus Harian YLKI, dalam keterangan tertulis, yang dikutif, Rabu(17/7).
Baca juga: Empat Bank Kenakan Tarif Cek Saldo, YLKI: Jangan Jadikan Konsumen Sapi Perah
Alasan untuk melindungi konsumen, tegas Tulus tidak tepat. Instrumen kebijakan untuk melindungi konsumen dari bahaya produk hasil tembakau adalah: peringatan kesehatan bergambar pada bungkus rokok, melarang iklan dan promosi rokok, menaikkan cukai dan harga rokok, kawasan tanpa rokok, dan melarang penjualan pada anak anak dan remaja.
Instrumen kebijakan ini yang sudah dijamin oleh regulasi di Indonesia, seperti UU Kesehatan, UU Perlindungan Konsumen, dan sudah menjadi menjadi standar internasional (via FCTC).
Dengan demikian, lanjut Tulus, pembuatan SNI untuk produk tembakau adalah anti regulasi, khususnya bertentangan dengan UU ttg Kesehatan dan UU Perlindungan Konsumen, dan berlawanan dengan bench marking internasional. Pembuatan SNI produk hasil tembakau akan menjadi bahan tertawaan internasional.
Baca juga: Masa Depan, Bank Indonesia Punya Mata Uang Digital Rupiah
Oleh karena itu, tegas Tulus, YLKI mendesak BSN untuk segera membatalkan proses penggodogan SNI untuk produk hasil tembakau tersebut, sebab merupakan kebijakan yang sesat pikir, absurd dan tidak masuk akal. YLKI juga mendesak Kemenkes untuk menolak rencana tersebut;
Menurut Tulus, jika pemerintah memang bermaksud ingin melindungi konsumen dari bahaya produk tembakau, caranya bukan membuat SNI, tetapi: naikkan cukai rokok, larang iklan dan prmosi rokok, perbesar peringatan kesehatan pada bungkus rokok, dan larang penjualan rokok pada anak anak dan remaja.
“Untuk mewujudkan hal itu, segera laksanakan amandemen PP No. 109/2021 tentang Pengamanan Produk Tembakau sebagai Zat Adiktif bagi Kesehatan,” tegasnya.
Beritaneka.com—Empat bank plat merah, per tanggal 1 Juni 2021, berencana melakukan penyesuaian tarif transaksi tarik tunai dan cek saldo di mesin anjungan tunai mandiri (ATM) Link.
Berdasarkan informasi di situs resmi PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, transaksi tarik tunai dan cek saldo yang dilakukan di ATM Himbara berbeda atau ATM Link Aja akan dikenakan biaya.
Baca juga: Bhima Yudhistira: Target Pertumbuhan Ekonomi 7 Persen Terlalu Optimis
Biaya yang dikenakan keempat bank pelat merah tersebut mematok tarif yang sama untuk transaksi cek saldo sebesar Rp2.500 dan tarik tunai Rp5.000 di mesin ATM Himbara yang berbeda dan ATM Link, dari semula Rp 0 atau gratis.
“Dalam rangka mendukung kenyamanan nasabah bertransaksi maka setiap transaksi cek saldo dan tarik tunai kartu BRI di ATM Bank Himbara atau ATM dengan tampilan ATM Link akan dikenakan biaya,” tulis BRI dalam situs resminya.
Tarif transaksi cek saldo dan penarikan tunai itu, didebet langsung dari rekening nasabah pada saat nasabah melakukan transaksi.
Kebijakan empat bank milik negara itu mendapat penolakan dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Menurut Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, kebijakan itu harus ditolak dan dibatalkan. Tulus protes karena kebijakan itu sangat merugikan konsumen.
“Jadi kita minta agar rencana tersebut dibatalkan. Jangan jadikan konsumen sebagai “sapi perah” perbankan,” ujar Tulus kepada Beritaneka.
Kebijakan itu, tegas Tulus harus ditolak karena perbankan mau menangnya sendiri, hanya menjadikan biaya admin bank, termasuk cek saldo sebagai sumber pendapatan.
“Ini tidak pantas. Apalagi saat pandemi seperti ini,” tegasnya.
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I-2021 Minus 0,74%, Indonesia Masih Resesi
Sedangkan untuk biaya transaksi transfer, biaya antar bank melalui ATM Himbara atau ATM Linnk yang dipatok oleh keempat bank BUMN itu tidak mengalami perubahan, yakni sebesar Rp4.000. Selain itu, biaya transaksi selain menggunakan ATM Himbara atau ATM Link juga tidak mengalami perubahan, yakni untuk cek saldo Rp4.000, tarik tunai Rp7.500, dan transfer Rp6.500. (ZS)