Beritaneka.com—Pengamat hukum Abdul Fickar Hadjar menilai keputusan menonaktifkan 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena tidak lolos tes wawasan kebangsaan merupakan tindakan sewenang wenang. Fickar menegaskan, kebijakan itu merupakan bagian dari upaya koruptor untuk melemahkan KPK.
“Kebijakan KPK itu merupakan salah tasir atas penerapan UU KPK yang baru (UU 19/2019) tentang status pegawai KPK yang dinyatakan sebagai ASN,” ujar Fickar.
Baca juga: TWK KPK Memiliki Dasar Hukum Lemah, Ray Rangkuti Nilai Seluruh Pegawai Otomatis ASN
Seharusnya, kata Fickar, begitu UU yang baru berlaku, maka dengan sendirinya seluruh pegawai KPK langsung otomatis menjadi ASN. Sedangkan test wawasan kebangsaan, seharusnya bukan untuk menentukan orang masuk atau tidak menjadi ASN.
Tes wawasan kebangsaan masuk KPK harusnya dianggap sebagai bagian dari test masuk ASN. Karena itu, jika ada kelemahan dalam wawasan kebangsaan dengan ukuran hasil tes, maka seharusnya dilakukan penambahan wawasan bukan memutus hak pegawai KPK sebagai ASN.
Baca juga: TWK KPK Memiliki Dasar Hukum Lemah, Ray Rangkuti Nilai Seluruh Pegawai Otomatis ASN
“Karena itu tidak ada alasan untuk menonaktifkan ke 75 pegawai itu sebagai pegawai KPK. Jika terjadi penonaktifan ini jelas salahh kaprah yang merugikan pegawai KPK, padahal ada pesan UU alih status itu tidak boleh merugikan pegawai KPK,” tegas pengajar Universitas Trisakti ini.
Fickar juga melihat dibalik kebijakan KPK itu adalah agenda para koruptor yang masih bertengger di pemerintahan baik yang sipil murni, maupun yang dari kesatuan lain. Demikian juga yang berada didalam maupun diluar KPK.
“Motifnya agar mereka merasa tenang tidak diganggu ketika mengoperasionakan kekuasaannya,” ungkapnya. (ZS)