Beritaneka.com — Lonjakan perdagangan cryptocurrency atau mata uang kripto di pasar negara berkembang dapat membahayakan sistem keuangan global. Hal ini disampaikan Dana Moneter Internasional (IMF) dalam sebuah laporan tentang stabilitas keuangan global.
Sementara itu, temuan IMF juga menerangkan, perang di Ukraina mengungkapkan risiko sistem pembayaran kripto. “Dampak dari invasi Rusia ke Ukraina dan sanksi berikutnya terus bergema secara global dan akan menguji ketahanan sistem keuangan melalui berbagai saluran,” terang IMF.
“Termasuk … percepatan kriptonisasi di pasar negara berkembang, eksposur langsung dan tidak langsung dari bank dan nonbank dan kemungkinan segala yang terkait dengan cyber,” kata badan internasional itu dalam laporannya, kami kutip dari Yahoo Finance hari ini.
Baca Juga:
- Menag Umumkan Jatah Kuota Haji Indonesia 100.051 Jamaah
- Mafia Minyak Goreng Terungkap, Kejagung Tetapkan Dirjen Kemendag Tersangka
- Mahfud MD: Jaga Moral Cegah Komunisme dan Radikalisme
- Putaran Ekonomi Libur Lebaran 2022 Diperkirakan Capai Rp72 Triliun
- Cek Besaran THR PNS, Pensiunan dan Gaji Ke-13 Tahun Ini
- BLT Minyak Goreng dan Bansos Sembako Rp900 Ribu Cair
IMF telah menyoroti peningkatan penggunaan cryptocurrency di pasar negara berkembang sejak awal pandemi. Di mana tercatat volume perdagangan aset crypto terhadap beberapa mata uang pasar berkembang telah melonjak sejak Barat memberikan sanksi kepada Rusia.
Tether — stablecoin terbesar yang digunakan untuk menyelesaikan perdagangan spot dan derivatif — telah mengalami lonjakan volume perdagangan terhadap mata uang pasar negara berkembang. Lonjakan itu sangat menonjol di Turki, di mana volatilitas nilai tukar tinggi, dan penggunaan aset kripto secara keseluruhan telah menjadi magnet serta daya tarik selama beberapa tahun terakhir.
Meskipun sebagian besar kenaikan berasal dari investor spekulatif, pergeseran ke arah penggunaan crypto sebagai alat pembayaran dapat menciptakan tantangan bagi pembuat kebijakan, kata IMF.
Perang di Ukraina juga menyoroti risiko sistem pembayaran kripto, yang pada dasarnya terdesentralisasi. Kurangnya sistem pembayaran terpusat membuat lebih sulit untuk melacak aktivitas terlarang untuk kripto dan untuk menegakkan sanksi, terutama karena pembayaran internasional telah meningkat.