Beritaneka.com—Stunting merupakan fenomena kekurangan gizi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan otak anak. Masalah stunting menjadi salah satu masalah gizi yang terjadi pada anak-anak di Indonesia.
Prof M. Rizal M Damanik, Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian, dan Pengembangan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengatakan, prevalensi stunting di Indonesia saat ini berada pada posisi 27,67 persen. Sebagai salah satu solusi tanaman torbangun untuk ibu menyusui di Indonesia.
Baca juga: Asperindo: Harbolnas Ramadhan Bakal Tingkatkan Traffic Jasa Pengiriman
Lebih lanjut dosen di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB University ini menerangkan, torbangun merupakan tanaman lokal Indonesia yang telah digunakan secara turun temurun sebagai stimulasi ASI. Torbangun memiliki sifat laktagogum dan telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat Batak sebagai stimulasi ASI.
“Daun Torbangun telah dimuat dalam Formularium Obat herbal Asli Indonesia sebagai pelancar ASI dan Handbook of Dietary and Nutritional Aspect of Human BreastmilkTahun 2013 Oleh Wageningen Academic Publishers,” ujar Prof Rizal Damanik.
Dalam pemaparannya, pakar gizi dari IPB University itu menyampaikan, memberikan ASI secara eksklusif dan dilanjutkan hingga anak berusia dua tahun, dapat menjadi salah satu langkah awal untuk menurunkan risiko terjadinya stunting. Kandungan gizi yang lengkap pada ASI dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi.
“Banyaknya anak stunting pertanda sederhana bahwa ada banyak anak yang mengalami gangguan tumbuh dan gangguan dalam berkembang. Anak-anak tersebut juga berpotensi mengalami gangguan kualitas otak anak yang akan menentukan masa depan anak, keluarga dan bangsa,” tambah Prof Rizal.
Baca juga: Gus Menteri Kunjungi Desa Balongasem, Tinjau Produksi Sepatu Baker’s Milik BUMDes
Ia juga mengatakan, anak stunting berisiko gagal sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, orangtua, keluarga, masyarakat dan bangsa sama-sama turut bertanggung jawab mencegahnya.
UNICEF memperkirakan, pandemi COVID-19 dapat menyebabkan peningkatan jumlah kasus stunting akibat kakurangan gizi akut sebanyak 15 persen. Jumlah ini setara dengan tujuh juta kasus di seluruh dunia.
Dra T Lafalinda, Kabid Latbang BKKBN Sumatera Utara turut menanggapi laporan tersebut. Dalam pemaparannya ia menjelaskan kondisi stunting pada masa pandemi dapat disebabkan oleh terhambatnya akses ibu dan anak dalam mendapatkan pelayanan kesehatan, turunnya kunjungan pemeriksaan kehamilan dan pelayanan kesehatan bayi, balita, dan anak, terbatasnya layanan imunisasi dan kegiatan pemantauan perkembangan dan pertumbuhan bayi dan balita serta kegiatan posyandu yang diberhentikan karena fokus pada penanganan Covid-19.
Sementara, Dr Osman Syarief, Direktur Politeknik Kesehatan Bandung, dalam pemaparannya menyampaikan faktor penyebab stunting yang secara langsung disebabkan oleh asupan gizi dan status kesehatan. Adapun penyebab secara tidak langsung adalah ketahanan pangan, lingkungan sosial, lingkungan kesehatan, dan lingkungan pemukiman. (ZS)