Beritaneka.com—Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan mengatur kegiatan investasi mata uang digital kripto atau cryptocurrency seperti bitcoin dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Kemenkeu dan Bank Sentral mulai step in. Kita sedang dalam proses diskusi dengan Gubernur BI dan OJK,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjawab pertanyaan anggota Komisi XI Andreas Susetyo mengenai regulasi investasi cryptocurrency yang diminati masyarakat dalam rapat kerja dengan Komisi XI, belum lama ini.
Menkeu menyebutkan secara prinsip regulasi investasi mata uang kripto diatur Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Namun, opsi pengaturan juga sedang dilihat dari sisi kebijakan fiskal dan moneter.
Baca Juga: PPN Sembako Kebijakan Tidak Masuk Akal, Netty: Berhentilah Menguji Kesabaran Rakyat
Menkeu memaparkan regulasi baru tentang investasi uang kripto dari kacamata kebijakan fiskal perlu dilakukan dengan cermat. Pemerintah perlu melihat praktik yang sudah diterapkan negara lain terkait dengan investasi uang kripto seperti bitcoin.
Menkeu menjelaskan kemampuan pemerintah dalam memperkenalkan legislasi terkait kegiatan ekonomi baru seperti uang kripto perlu ditingkatkan. Dengan demikian, aturan pemerintah mampu mengimbangi dinamika ekonomi digital seperti yang berlaku pada komoditas seperti uang kripto.
“Kecepatan legislasi dan perkembangan teknologi ini perlu disinkronisasi, karena perubahan yang terjadi sangat besar,” katanya.
Data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) hingga Februari 2021 mencatat jumlah investor aset kripto mencapai 4,2 juta orang.
Jumlah tersebut lebih banyak dari data investor yang dihimpun Bursa Efek Indonesia yang hanya 2 juta akun single investor identification (SID). Adapun sampai saat ini setidaknya sudah ada 13 perusahaan yang memperoleh tanda daftar sebagai calon pedagang fisik aset kripto.
Perusahaan yang sudah terdaftar, antara lain, PT Indodax Nasional Indonesia (INDODAX), PT Crypto Indonesia Berkat (TOKOCRYPTO), PT Zipmex Exchange Indonesia (ZIPMEX), PT Indonesia Digital Exchange (IDEX) dan PT Pintu Kemana Saja (PINTU), PT Luno Indonesia LTD (LUNO), PT Cipta Koin Digital (KOINKU), PT Tiga Inti Utama, PT Upbit Exchange Indonesia, PT Bursa Cripto Prima, PT Rekeningku Dotcom Indonesia, PT Triniti Investama Berkat dan PT Plutonext Digital Aset.
Bitcoin Bisa Kena Pajak
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo mengungkapkan, wacana penarikan pajak dari mata uang kripto masih terus dikaji. Mata uang kripto merupakan perluasan objek pajak baru yang jenis pajaknya masih harus ditentukan sesuai dengan model bisnis kripto.
“Kripto ini sesuatu barang baru. Nah untuk kripto ini sendiri kami sedang terus melakukan pendalaman, seperti apa, sih, model bisnis kripto ini,” kata Suryo Utomo dalam suatu kesempatan media briefing di Gedung DJP, Jakarta.
Suryo menuturkan, pihaknya masih mengkaji apakah mata uang kripto masuk ke dalam kategori barang/jasa yang perlu dipajaki atau produk pengganti uang. “Kalau kita bicara UU pajak, atau UU yang paling sederhana UU PPh dan UU PPN. UU PPN pasti yang dikenakan adalah barang dan jasa yang masuk kepabeanan. Apakah kripto ini termasuk barang dan jasa, apakah dia ini sebagai pengganti uang atau bukan?,” kata Suryo.
Baca Juga: Megawati Peroleh Profesor, Merusak Atmosfer Akademik di Indonesia
Kendati demikian, Suryo memberi kisi-kisi bahwa mungkin saja pajak atas mata uang kripto dihitung berdasarkan keuntungan yang diperoleh investor. Misalnya, ketika investor berinvestasi Rp1 juta kemudian mendapat Rp3 juta, maka investor itu mendapat keuntungan Rp2 juta. Keuntungan inilah yang akan dikaji skema dan sistem pemajakannya.
“Apakah Rp3 juta ini betul-betul sesuatu yang kita bisa tukarkan dengan uang nyata? Diskusi mengartikan Rp3 juta itu dapat ditukar dengan uang nyata. Lalu bagaimana majakinnya? Nanti kita bahas majakinnya begini, nanti kita potong atau kita pungut,” kata Suryo.