Beritaneka.com—Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyatakan, sejumlah kejanggalan dalam transaksi pembelian barang mewah para crazy rich yang kini tengah diusut kepolisian dalam kasus dugaan investasi bodong. Setiap pembelian barang tersebut tidak dilaporkan ke PPATK sebagai lembaga resmi pemerintah.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2021 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (TPPU-PT), Penyedia Barang dan Jasa/lainnya (PBJ) merupakan pihak pelapor yang wajib menyampaikan laporan transaksi kepada PPATK.
“Jadi mereka yang kerap banyak dijuluki crazy rich patut diduga melakukan tindak pidana pencucian uang yang berasal dari investasi bodong dengan skema Ponzi,” kata Ivan dalam keterangan resmi yang kami kutip hari ini Senin (7/3/2022).
Baca Juga:
- Pertemuan Rusia-Ukraina Belum Hasilkan Gencatan Senjata, Perang Masih Berlanjut
- Daftar Lengkap 332 Sektor Usaha Tujuan Investasi Peserta PPS, Cek!
- Berlaku Mulai Hari Ini, Penumpang Pesawat Wajib Isi E-HAC Sebelum Terbang
Hal ini merupakan prinsip dasar pencegahan dan pemberantasan TPPU-PT yang menjadi international best practices sebagaimana juga tertuang dalam Rekomendasi Financial Action Task Force (FATF) sebagai salah satu upaya menjaga integritas sistem keuangan Indonesia dan perlindungan publik terhadap tindak kriminal.
Dugaan melakukan penipuan semakin menguat tak hanya dari deteksi aliran dana investasi bodong yang dijalaninya, namun juga nampak dari kepemilikan berbagai barang mewah yang ternyata belum semuanya dilaporkan oleh penyedia barang dan jasa di mana mereka membeli.
“Setiap penyedia barang dan jasa wajib melaporkan Laporan Transaksi pengguna jasanya atau pelanggan kepada PPATK, dengan mempedomani penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa yang telah diatur dalam Peraturan PPATK,” ujarnya.
Dalam melaporkan berbagai jenis laporan yang telah diatur oleh negara, peran pihak pelapor PPATK sangatlah penting dan krusial, tak terkecuali penyedia barang dan jasa. Pihak pelapor, sebagaimana diatur oleh Undang-Undang No.8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang mengatur secara tegas pengenaan sangsi bila tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya.
Setiap laporan yang disampaikan merupakan informasi yang memiliki cerita dan makna penting dalam membantu menyelusuri aliran dana dalam hasil analisis dan informasi intelijen keuangan lainnya kepada para penyidik untuk diungkapkan.
“Bukan sekadar tentang melaporkan namun yang sangat penting adalah melaksanakan komitmen bersama dari setiap stakeholder dalam membangun rezim Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT),” katanya.