Beritaneka.com, Jakarta —Kalangan DPR mengingatkan kepada Pemerintah untuk mempertimbangkan penerapan kenaikan harga BBM bersubsidi jenis solar dan pertalite saat ini. Kenaikan harga BBM bersubsidi akan memberikan tekanan yang begitu besar pada inflasi, termasuk inflasi harga pangan yang akan merembet pada inflasi transportasi. Oleh karena itu, pemerintah harus berhitung ulang antara manfaat dan kerugian di sektor ekonomi dan risiko-risiko lain di sektor sosial, keamanan dan ketertiban.
“Permasalahan inflasi ini akan sangat ditentukan kenaikan harga BBM. Apakah pengorbanan kita yang sudah begitu besar dengan memberikan subsidi BBM, terus kita akan menghadapi tekanan yang sama dari sisi kenaikan harga BBM dari inflasi yang tinggi. Ini bukan persoalan setuju atau tidak, tapi harus ditimbang sisi untung ruginya dari sisi ekonomi, makro ekonomi, mikro ekonomi,” kata Anggota Komisi XI DPR RI H. Mukhamad Misbakhun, SE, MH, kepada Beritaneka hari ini.
Menurut Misbakhun, langkah-langkah menahan laju inflasi itu sudah dilakukan pemerintah dengan sangat sungguh-sungguh dengan memberikan subsidi dengan jumlah yang sangat signifikan.
Namun, Pemerintah ingin mengatur bagaimana penyaluran subsidi berjalan dengan baik.
“Saat ini, kita menghadapi permasalahan serius di mana kuota BBM bersubsidi sudah hampir habis dan diperkirakan habis pada bulan September 2022 mendatang,” kata Misbakhun, anggota DPR periode 2019-2024 dari Fraksi Partai Golongan Karya.
Menurut Misbakhun momentum menaikan harga BBM bersubsidi masih belum tepat. “Saat ini, konsentrasi kepolisian tidak sedang dalam upaya mengatasi ketertiban di masyarakat akibat Kasus Sambo. Kalau ada apa-apa akibat BBM bersubsidi naik, saya khawatir konsolidasi kepolisian belum ketemu soliditasnya. Sebab, kalau ada letupan-letupan masyarakat yang melakukan protes dan sebagainya bisa memberikan dampak signifikan terhadap kinerja ekonomi kita dan memberikan pukulan balik terhadap pemulihan ekonomi,” kata Misbakhun.
Oleh karena itu, Misbakhun menyarankan pemerintah untuk mempertimbangkan kembali, termasuk menghitung pula dampak risiko-risiko lainnya seperti risiko sosial, keamanan dan ketertiban.