Beritaneka.com, Jakarta —Pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk pemberian tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 tahun 2023 bagi aparatur negara, termasuk pensiunan. Pemberian THR dan gaji ke-13 yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2023 tersebut diharapkan dapat mendorong kegiatan ekonomi masyarakat.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam keterangan pers bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas mengenai pemberian THR dan Gaji ke-13 tahun 2023, Rabu (29/3/2023), secara daring.
“Ini tentu diharapkan dengan pembayaran tunjangan hari raya juga bisa ikut mendorong kegiatan ekonomi masyarakat melalui berbagai kegiatan belanja menjelang atau selama Ramadan dan menjelang hari raya Idulfitri,” kata Sri Mulyani, seperti dilansir PajakOnline.com
Menkeu menekankan, pemberian THR bagi aparatur negara dan pensiunan dilakukan dengan tetap menjaga berbagai aspek keseimbangan, program, dan kemampuan keuangan negara.
Baca Juga:
“Tahun ini 2023, seiring kembali dengan adanya penanganan Covid-19 yang masih tetap terkendali, namun di sisi lain pemulihan ekonomi menghadapi tantangan global yang sangat tidak pasti, terutama dalam bentuk perlambatan ekonomi global, kondisi geopolitik yang mempengaruhi kondisi ekonomi, dan tren kebijakan moneter untuk menangani inflasi yang cenderung ketat, maka kebijakan pemberian THR dan gaji ke-13 disesuaikan dengan tantangan dan kondisi saat ini,” ujarnya.
Menkeu menyampaikan, THR pada tahun 2023 akan terdiri dari gaji pokok atau pensiunan pokok ditambah dengan tunjangan yang melekat pada gaji atau pensiunan pokok. Tunjangan yang melekat itu terdiri dari tunjangan keluarga, tunjangan pangan, serta tunjangan jabatan struktural, fungsional, atau tunjangan umum lainnya.
THR tahun ini juga ditambahkan komponen 50 persen tunjangan kinerja per bulan bagi yang mendapatkan tunjangan kinerja.
“Seperti tahun 2022, maka THR tahun ini juga ditambahkan komponen 50 persen tunjangan kinerja per bulan bagi yang memang mendapatkan tunjangan kinerja,” kata Sri Mulyani.
THR yang tadi terdiri dari gaji dan pensiunan pokok, tunjangan melekat, dan 50 persen tunjangan kinerja juga diberikan bagi aparatur negara di daerah.
“Bagi instansi pemerintah daerah paling banyak 50 persen tambahan penghasilan dengan memperhatikan kemampuan dari fiskal daerah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” ujar Menkeu.
Pencairan THR direncanakan dimulai pada periode 10 hari sebelum hari raya Idulfitri. Namun, jika THR belum dapat dibayarkan pada periode tersebut karena masalah teknis, maka THR tetap dapat dibayarkan setelah Idulfitri.
“Namun, kami akan terus mengimbau bekerja sama dan bekerja bersama seluruh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah agar diupayakan THR bisa diterima sebelum hari raya Idulfitri,” ujarnya.
Sri Mulyani menambahkan, di dalam PP juga diatur mengenai pemberian gaji ke-13 yang dibayarkan dengan komponen yang sama dengan THR tahun 2023.
“Gaji ke-13 akan dibayarkan mulai bulan Juni 2023 di mana gaji ke-13 komponennya sama dengan THR tahun ini,” ujarnya.
Tahun ini, pemerintah juga memberikan THR dan gaji ke-13 tahun kepada guru dan dosen yang tidak mendapatkan tunjangan kinerja atau tambahan penghasilan.
“Mereka akan diberikan 50 persen tunjangan profesi guru serta 50 persen tunjangan profesi dosen,” kata Menkeu.
Menkeu menyampaikan, pemberian THR dan gaji ke-13 merupakan wujud penghargaan dan kontribusi pengabdian para aparatur negara termasuk TNI-Polri dan juga pensiunan di dalam melaksanakan tugas dan melayani masyarakat.
“Dengan kebijakan pembayaran THR dan gaji ke-13 ini, tentu diharapkan perekonomian akan terus momentumnya berjalan, masyarakat bisa merayakan hari raya, dan tentu kita tetap menjaga protokol kesehatan, serta kita berharap keseluruhan kondisi masyarakat akan terus membaik,” tutup Sri Mulyani.
Beritaneka.com, Jakarta —Pemerintah akan memulai proses asesmen aparatur sipil negara (ASN) yang akan dipindahkan ke Ibu Kota Nusantara atau IKN pada tahun 2022 ini.
“Orang-orangnya semua memang sekarang lagi di-assess, ya bagaimana, siapa saja,” kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa, seperti dilansir laman Setkab.
Suharso menambahkan, pemindahan ASN tersebut akan dilakukan secara bertahap.
“Saya kira tidak dengan langsung seketika seperti itu. Yang penting kan penetapan bahwa IKN kemudian bisa berfungsi menjadi ibu kota negara itu mudah-mudahan bisa kita pastikan pada tahun 2024,” ujarnya.
Baca Juga:
- Teten Masduki: Kesadaran Berkoperasi Masyarakat Masih Rendah
- Bayar Pajak Kendaraan di DKI Jakarta Wajib Cantumkan Uji Emisi
- Bayar Pajak Kendaraan Dapat Asuransi Kecelakaan Lalu-Lintas
- Produk Kesehatan, Makanan-Minuman dan Otomotif Paling Banyak Dibeli Konsumen
- Pemerintah Siapkan Super Apps Layanan Publik
- Era Digital, Menkeu Sri Mulyani: Banyak Urusan Bisa Diselesaikan secara Online
Sementara Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama, Badan Kepegawaian Negara (BKN), Satya Pratama menyampaikan bahwa BKN mendapatkan mandat untuk melaksanakan asesmen ASN yang akan dipindahkan ke IKN.
“Pemetaan/penilaian potensi dan kompetensi (talent mapping) ini akan menyasar ASN di sejumlah instansi pemerintah pusat, yakni ASN kementerian/lembaga yang bertugas dan berkantor di wilayah Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta dan sekitarnya,” ujar Satya dikutip dari laman BKN, Rabu (13/07/2022).
Satya mengungkapkan, BKN melalui Pusat Penilaian Kompetensi ASN sedang menyiapkan dua tahapan utama dalam proses asesmen ASN menuju IKN. Pertama, menyusun dan mengembangkan instrumen atau metode asesmen yang akan digunakan untuk memetakan potensi dan kompetensi ASN sesuai dengan tuntutan kebutuhan kompetensi pada IKN. Kedua, menyiapkan mekanisme pelaksanaan asesmen ASN yang direncanakan akan dilakukan bertahap dan dibagi menjadi lima klaster.
“Target terdekat adalah BKN akan melaksanakan pemetaan/penilaian kompetensi bagi ASN instansi pusat yang masuk pada klaster pertama dan seterusnya sesuai dengan skenario tahapan pemindahan yang ditetapkan oleh pemerintah,” ujarnya.
Satya menyampaikan, pada pelaksanaan pemetaan/penilaian kompetensi tahap awal di tahun 2022 sampai dengan 2023 ditargetkan sejumlah 60 ribu ASN, meliputi 20 ribu ASN di tahun 2022 dan 40 ribu ASN pada tahun 2023.
“Dalam keseluruhan proses pelaksanaan asesmen ASN ke IKN, BKN akan bekerja sama dengan beberapa instansi pemerintah pusat terkait, seperti KemenPPN/Bappenas dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB),” pungkas Satya.
Beritaneka.com — Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo memastikan pemerintah akan segera mencairkan gaji ke-13 dan Tunjangan Hari Raya (THR) para pegawai negeri sipil atau Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, Polri, pensiunan, dan pejabat negara.
Tjahjo menekankan pemberian THR dan gaji ke-13 bagi ASN merupakan bentuk apresiasi dan upaya mendorong pemulihan ekonomi nasional.
“Pemberian THR dan gaji ke-13 merupakan bentuk apresiasi pemerintah terhadap kontribusi ASN dalam penanganan pandemi Covid-19 yang terus menggerakkan dan mengorganisir masyarakat di lingkungannya serta tetap terus konsisten memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan berperan aktif bersama masyarakat dalam percepatan pengendalian Covid-19,” kata Tjahjo dalam Konferensi Pers secara virtual, Sabtu (16/4/2022).
Baca Juga:
- Jangan Sampai Kehabisan, 38 Persen Tiket Kereta Lebaran Sudah Terjual
- Sebanyak 23 Juta Mobil Pribadi dan 17 Juta Motor Bakal Mudik Lebaran
- WHO: Pandemi Covid-19 Berakhir Tahun 2022
- Pemerintah Umumkan Biaya Perjalanan Ibadah Haji 2022 Rp39,8 Juta
Sementara itu, THR dan gaji ke-13 diberikan disesuaikan dengan kemampuan fiskal negara seiring dengan fokus pemerintah menangani pandemi Covid-19. Pemberian ini juga memperhatikan tertib administrasi dan menjaga akuntabilitas, dilaksanakan secara profesional, bersih dari korupsi, tidak ada konflik kepentingan, menerapkan prinsip kehati-hatian, sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik, serta berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berikut ini 15 pihak yang akan menerima THR dan gaji ke-13 yakni, Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan calon PNS, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), prajurit TNI, anggota Polri, pejabat negara, wakil menteri, staf khusus di lingkungan kementerian/lembaga, Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, hakim ad hoc, dan pihak lain sebagainya yang tertuang dalam aturan yang berlaku.
Di samping ASN, THR dan gaji ke-13 diberikan juga kepada pensiunan, penerima pensiun, serta tambahan tunjangan kinerja sebesar 50% untuk ASN, TNI, dan Polri aktif yang memiliki tunjangan kinerja.
“Kami berharap upaya tersebut dapat memberikan semangat kepada seluruh aparatur negara agar terus berkinerja dengan baik sesuai dengan bidang tugasnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan terus berperan aktif dalam penanganan pandemi Covid-19,” kata Menpan RB Tjahjo Kumolo.
Beritaneka.com—Dalam rangka mengoptimalkan potensi zakat di Indonesia, Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), mendukung BAZNAS untuk mengakselerasi Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pengumpulan Zakat di Lingkungan ASN, TNI, Polri, dan BUMN melalui BAZNAS.
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Dr. Tb. Ace Hasan Syadzily (Fraksi Partai Golkar), saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VIII DPR dengan BAZNAS dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), di Gedung DPR, Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (14/6/2021).
Baca juga: UAH Salurkan Donasi Rakyat Indonesia untuk Beasiswa Pelajar Palestina Rp 6,3 M ke BAZNAS
Rapat dihadiri sejumlah anggota Komisi VIII DPR lintas fraksi. Dari Badan Amil Zakat Nasional hadir Ketua BAZNAS, Prof. Dr. KH. Noor Achmad, MA; Wakil Ketua BAZNAS, Mo Mahdum; Pimpinan BAZNAS, Zainulbahar Noor, Nadratuzzaman Hosen, Nur Chamdani, Rizaludin Kurniawan, Saidah Sakwan; Dirut BAZNAS, Arifin Purwakananta; Direktur Pendistribusian dan Pendayagunaan, Wahyu TT. Kuncahyo; Sekretaris BAZNAS, Dr. Ahmad Zayadi.
Menurut Tb. Ace Hasan Syadzily, dengan akselerasi perpres tersebut, BAZNAS diharapkan dapat memperluas sasaran dan penerima bantuan kepada seluruh mustahik di Indonesia.
“Komisi VIII DPR mengimbau BAZNAS agar mampu meningkatkan pengumpulan ZIS-DKSL melalui peningkatan kepercayaan publik (public trust) terhadap pengelolaan zakat yang dilakukan BAZNAS dan Lembaga Amil Zakat,” kata Tb. Ace Hasan Syadzily.
Baca juga: BWI dan BAZNAS Tandatangani Kerjasama Pendayagunaan ZISWAF untuk Kemaslahatan Umat
DPR juga akan mengupayakan regulasi yang memberikan insentif kepada muzaki dengan menjadikan nilai 2.5% zakat dapat menjadi pengurang persentase pajak perorangan atau perusahaan melalui peningkatan koordinasi dengan Kementerian Keuangan.
PajakOnline.com—Pemerintah segera membayarkan gaji ke-13 untuk aparatur sipil negara/pegawai negeri sipil (ASN/PNS), TNI, Polri, dan pensiunan tahun 2021. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan pencairan gaji ke-13 tersebut pada minggu pertama bulan Juni 2021 ini.
Pembayaran gaji ke-13 itu mengacu pada PP Nomor 63 Tahun 2021 tentang Pemberian THR dan Gaji ke-13 kepada ASN, Pensiunan, Penerima Pensiun dan Penerima Tunjangan Tahun 2021.
Baca Juga: BI Mau Terapkan Uang Mata Digital, DPR Minta Dikaji Lebih Dalam
“Oleh karena itu, maka gaji 13 sudah akan mulai dapat dibayarkan pada minggu 1 bulan Juni 2021,” kata Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu Hadiyanto kepada wartawan.
Kemenkeu telah melakukan penyesuaian terhadap aplikasi pembayaran gaji yang akan digunakan oleh kementerian lembaga (K/L) untuk mengajukan permintaan pembayaran ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
Baca Juga: Peningkatan Tarif PPN dan Penghapusan PPNBM Akan Memperburuk Kesenjangan Ekonomi
“Dalam rangka persiapan permintaan pembayaran tersebut, KL sudah dapat mendownload aplikasi tersebut dan melakukan rekonsiliasi dengan KPPN sebelum mengajukan permintaan pembayaran ke KPPN,” katanya.
Saat ini, KPPN di seluruh Indonesia telah siap untuk menerima permintaan pembayaran dan melakukan pencairan gaji ke-13.
Oleh Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)
Beritaneka.com—KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) secara organisasi memang masih berkibar. Tetapi jiwa dan kehormatannya di masyarakat kini sirna. Menguap seiring dengan dipretelinya kewenangannya. Yang diberikan oleh perwakilan masyarakat di MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), melalui TAP MPR No XI Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
TAP MPR No XI/1998 menghasilkan dua undang-undang (UU). 1) UU tentang Penyelenggaraan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme ((UU No 28/1999). 2) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, atau UU Tipikor (UU No 31/1999).
Pasal 43 UU Tipikor memerintahkan dibentuknya Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang kemudian dikenal dengan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Yang dibentuk berdasarkan UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca juga: BUMN dan Pemerintah: Mesin Utang Luar Negeri
KPK adalah sebuah institusi yang independen, sejalan dengan kebanyakan bentuk institusi pemberantasan korupsi di dunia yang mempunyai masalah korupsi yang kronis. KPK yang independen diperlukan karena institusi normal yang menangani masalah korupsi sedang tidak efektif. Bahkan mungkin ikut terlibat di dalamnya.
KPK yang independen diharapkan dapat memberantas korupsi secara objektif. Tidak tebang pilih. Tidak terafiliasi kekuatan politik. Tidak dijadikan alat politik untuk membabat habis lawan politik.
Hasilnya luar biasa. KPK menjadi pujaan masyarakat di tengah mental bangsa yang sedang rusak. KPK banyak mengungkap kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi negara, anggota DPR, dan pengusaha. Memang “tiga serangkai” ini merupakan aktor utama korupsi.
Kini masyarakat Indonesia berduka. Dan siap-siap menghadapi penyelenggaraan negara yang amburadul dan seenaknya. Seolah-olah kekayaan negara merupakan milik pribadi. milik kakek dan bapaknya, yang diwariskan kepadanya. Seluruh rakyat Indonesia menanggung beban korupsi ini. Rakyat miskin menanggung derita paling mengenaskan.
Indonesia berduka. Umur KPK yang gagah dan terhormat hanya sekitar 15 tahun saja. Masyarakat gundah memikirkan masa depan Indonesia. Ketika KPK mempunyai gigi taring yang tajam saja, kasus korupsi merajalela. Bagaimana kalau KPK hanya sebagai “zombie”?
Masyarakat sekarang pun sudah merasakan ada yang tidak selaras dengan penanganan korupsi. Karena, ada tersangka, atau calon tersangka, yang sudah jelas namanya, tetapi tidak tersentuh hukum. Menghilang tanpa rimba.
Padahal tersangka Nazaruddin yang sempat menghilang, akhirnya ketangkap juga di Kolombia. Hanya dalam waktu tidak sampai 3 bulan. Padahal Kolombia jauh sekali dari Indonesia. Tetapi KPK yang jaya ketika itu mampu menangkapnya. Memang hebat, KPK yang independen.
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen: Antara Mimpi dan Ilusi
Sekarang, ada nama yang sudah jadi tersangka, sampai sekarang masih belum dapat ketemu. Konon, sudah lebih dari 500 hari menghilang “tanpa jejak”. Ada juga yang namanya disebut di dalam persidangan, terindikasi terlibat korupsi, tetapi kemudian juga menghilang. Atau mungkin perkaranya juga sudah menghilang?
Indonesia patut berduka. Umur KPK yang terhormat sangat singkat, hanya sekitar 15 tahun saja. Beberapa pihak mengusulkan KPK sebaiknya dibubarkan. Atau setidak-tidaknya taringnya dicabut, alias wewenangnya dipreteli. Alasannya, KPK membuat takut para investor untuk investasi di Indonesia. KPK membahayakan investasi.
Tentu saja alasan ini mengada-ada. Alasan yang tidak mempunyai landasan sama sekali. Alasan yang dicari-cari oleh pihak yang mempunyai kepentingan untuk melakukan korupsi. Pihak-pihak yang tidak suka dengan keberadaan KPK tentu saja bukan investor. Tetapi yang berpotensi melakukan KKN. Termasuk juga pengusaha yang ingin cepat kaya. Yang memerlukan izin monopoli, oligopoli, kartel, atau hak konsesi pengelolaan kekayaan negara. Intinya, investor yang perlu berkolusi dengan pajabat negara. Di mana keberadaan KPK dianggap sebagai penghalang.
“Kematian” KPK berlangsung secara sistematis. Dari propaganda negatif terhadap keberadaan KPK bagi investor, sampai pemilihan anggota dan pimpinan KPK yang kontroversial. Berlanjut dengan revisi UU KPK yang menuai protes dan korban. Dan puncaknya pemecatan 51 (dari 75) karyawan KPK yang “tidak lulus” tes wawasan kebangsaan.
Rangkaian proses ini sangat terstruktur. Hanya dalam sekejap wajah KPK berubah total. Dari KPK yang terhormat menjadi institusi antara hidup tapi tidak hidup. Ada badan tapi tidak ada jiwa. Yaitu Jiwa Tap MPR No XI Tahun 1998 mengenai penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN.
Independensi KPK “diamputasi”. Dengan menjadikan KPK sebagai lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif, diawasi oleh Dewan Pengawas. Kemudian, menjadikan pegawai KPK sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), sebagai saringan siapa yang direstui menjadi pegawai KPK.
Alhasil 51 dari 75 pegawai KPK tidak lulus test kepegawaian meskipun menurut informasi mereka sudah bekerja cukup lama di KPK dengan reputasi gemilang. Yang menjadi momok bagi para calon koruptor.
Pemberantasan korupsi di Indonesia kini memasuki babak baru. Apakah KPK baru sebagai bagian dari pemerintah dapat menuntaskan masalah korupsi di Indonesia? Masyarakat pesimis. Melihat perkembangan beberapa kasus korupsi belakangan ini, rasanya pesimisme masyarakat dapat dimaklumi.
Kalau KPK merupakan bagian dari kekuasaan eksekutif, fungsi KPK sudah tidak banyak artinya lagi. Oleh karena itu, KPK sebaiknya dibubarkan saja. Karena fungsiya sama dengan institusi kepolisian yang juga di bawah Presiden. Sehingga terjadi duplikasi fungsi yang hanya memboroskan keuangan negara.
Karena, KPK baru tidak sesuai serta bertentangan dengan jiwa dan perintah TAP MPR No XI/1998.
Beritaneka.com—Badan Kepegawaian Negara (BKN) mengungkapkan sebanyak 97.000 data base aparatur sipil negara (ASN/PNS) yang tidak jelas keberadaannya, namun mendapatkan gaji dan iuran pensiun.
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Hari Wibisana menyebutkan adanya fakta mengejutkan setelah melakukan pendataan aparatur sipil negara (ASN)/PNS secara online. Sebanyak 97 ribu ASN itu fiktif atau tidak ada orangnya. Namun, pemerintah hingga saat ini masih memberikan gaji dan dana pensiun.
“Pada 2014 kita melakukan kembali pendataan ulang PNS, tapi saat itu kita sudah melakukannya melalui elektronik dan dilakukan oleh masing-masing PNS sendiri. Hasilnya apa? Ternyata hampir 100.000 tepatnya 97.000 data itu misterius. Dibayarkan gajinya, membayarkan iuran pensiun, tapi tidak ada orangnya,” katanya secara virtual, Senin (24/5/2021).
Baca Juga: Ini Skema Perubahan Tarif Pajak Penghasilan, Orang Kaya Dipajaki 35%
Sejak saat itu, data base PNS menjadi lebih akurat meski banyak yang belum melakukan pendaftaran ulang data diri. Setelah beberapa tahun kemudian mulai banyak ASN yang mengajukan diri untuk daftar ulang.
“Pertama tahun 2002 itu dilakukan melalui daftar ulang PNS dengan sistem yang masih manual. Kemudian pada 2014 kita melakukan kembali pendataan ulang PNS, tapi saat itu kita sudah melakukannya melalui elektronik,” ujarnya.
Oleh karena itu, BKN meluncurkan program Pemutakhiran Data Mandiri (PDM) agar ASN/PNS bisa melakukan update data setiap waktu melalui aplikasi MYSAPK. Sehingga, PNS bisa melakukan perubahan data sendiri, tidak perlu menunggu BKN.“Dilakukan oleh masing-masing PNS/ASN karena orang yang paling berhak atas datanya adalah PNS yang bersangkutan,” katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mengaku bingung dengan temuan ini. Dia heran bagaimana bisa negara mengeluarkan dana ke puluhan ribu ASN fiktif selama bertahun-tahun.
Baca Juga: Bappenas Bahas 11 Kawasan Industri Prioritas dan Smelter dalam RKP 2022
“Ini sangat membingungkan. Bagaimana bisa hampir 100 ribu orang nggak ada wujudnya, tapi negara terus membayarkan gaji mereka selama bertahun-tahun? Ini jelas ada yang tidak beres,” kata Ahmad Sahroni kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (25/5/2021).
Karena itu, Bendahara Umum Partai Nasdem ini meminta agar Polri bersama BKN bekerja sama menelusuri temuan yang mencengangkan ini.
Tak hanya membongkar kasusnya secara serius dan transparan, Legislator asal Tanjung Priok ini juga meminta polisi untuk turut menelusuri ke mana aliran uang gaji dan pensiunan para PNS fiktif tersebut. Apakah ada unsur pidana atau korupsi juga di dalam temuan ini.
Baca Juga: KPPU Awasi Potensi Pelanggaran Paska Pembentukan Grup GoTo
“Ini harus diinvestigasi secara serius, dan polisi juga harus menelusuri ke mana uang ini sampainya? Mengapa bisa terus terjadi selama bertahun-tahun lamanya. Jangan-jangan ada penyelewengan pidana,” katanya.
Beritaneka.com—Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengumumkan hasil Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) bagian dari seleksi ujian Aparatur Sipil Negara (ASN) di lembaga anti rasuah tersebut. Hasilnya, 75 pegawai KPK tidak lolos, pegawai yang memenuhi syarat sebanyak 1.274 orang, sementara dua pegawai tidak mengikuti tes wawasan kebangsaan. Sejumlah aspek yang diukur dalam tes tersebut diantaranya integritas, netralitas, dan antiradikalisme.
Namun, kebijakan KPK melakukan perubahan status pegawai KPK lewat TWK dinilai tidak berdasar. Menurut Ray Rangkuti, Aktivis Nurani ’98 ada tiga alasan hasil tes wawasan kebangsaan ASN KPK harus ditolak.
Baca juga: KPK Sita Dokumen dari Kantor dan Rumah Dinas Azis Syamsuddin
“Pertama, status ASN adalah status peralihan akibat adanya revisi UU KPK yang menetapkan bahwa seluruh pegawai KPK bersifat ASN. Karena dasarnya adalah peralihan, maka semestinya seluruh pegawai KPK secara otomatis jadi ASN tanpa proses pengujian layaknya menjadi calon ASN baru,” ujar Ray Rangkuti.
Pegawai KPK, tegas Ray, bukanlah pegawai baru. Mereka adalah pegawai lama yang karena UU mengubah status kepegawaian mereka jadi ASN. Artinya itu pengubahan otomatis. Pandangan Ray itu sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 70/PUU-XVII/2019 yang menyatakan bahwa peralihan status pegawai KPK tidak boleh merugikan pegawainya.
Sebab, perubahan status itu terjadi di tengah jalan, bukan di awal, maka ketentuan tes hanya dapat berlaku bagi calon ASN baru di KPK. Pegawai KPK tidak boleh jadi korban akibat UU yang diubah di tengah jalan.
Baca juga: Mahfud MD Datangi KPK Minta Berkas BLBI
Merujuk pada alasan pertama, Ray mengatakan dasar hukum TWK yang dilakukan KPK adalah lemah. UU KPK tidak mensyaratkan test itu dilakukan. UU KPK menyebut istilah peralihan status kepegawaian, bukan pemilihan status KPK menjadi ASN.
“Oleh karena itu, UU lain yang mengikat status ASN bagi pegawai KPK tidak dapat diberlakukan. Karena proses dan dasar hukumnya yang berbeda,” ungkap Direktur LIMA Indonesia itu.
Lebih ganjil lagi, lanjut Ray, adalah pertanyaan-pertanyaan dalam test TWK sangat jauh berbeda dengan umumnya materi test wawasan kebangsaan bagi calon ASN lainnya. Ray menilai perbedaan tersebut tidak adil. Sekaligus menimbulkan stigma awal bahwa di dalam tubuh pegawai KPK ada anasir-anasir yang tidak sejalan dengan NKRI. Tuduhan yang dahulu pernah diungkapkan untuk memuluskan revisi UU KPK.
“Pertanyaan-pertanyaan dimaksud menyasar pada pandangan dan sikap anti radikalisme. Padahal, sejatinya, wawasan kebangsaan tidak melulu soal ini. Tapi juga soal nepotisme dan oligarki elit partai, kriminalisasi atas perbedaan pandangan dan sikap, mengundang investasi yang ugal-ugalan, import yang tanpa batas (kemandirian pangan bangsa), hutang negara yang menumpuk, perlindungan HAM yang makin memburuk,” tuturnya
Kebijakan diatas adalah persoalan kebangsaan yang nyata di depan mata. Seharusnya, materi pertanyaan lebih mengarah kesana, bukan melokalisir pertanyaan pada hal yang mengarah pada soal sikap dan pandangan anti radikalisme. Pertanyaan itu wujud pendangkalan dan penyempitan makna wawasan kebangsaan. Sekaligus mengalihkan wawasan kebangsaan kritis menjadi wawasan kebangsaan manut saja.
“Maka dengan tiga pertimbangan di atas, saya menolak hasil test wawasan kebangsaan dimaksud. Dan meminta agar pimpinan KPK dan pemerintah secara otomatis menetapkan status seluruh pegawai KPK sebagai ASN,” pungkasnya. (ZS)