Oleh: Haidir Fitra Siagian Dosen UIN Alauddin Makassar/Ketua PRIM NSW Australia
Beritaneka.com—Setelah melonggarkan pembatasan pergerakan warga (lockdown) pada minggu lalu, maka untuk kedua kalinya dalam bulan ini, Negara Bagian New South Wales Australia sejak kemarin (Senin, 18 Oktober 2021) kembali memperluas cakupan kegiatan yang boleh dilakukan oleh masyarakat. Pelonggaran ini sesuai dengan rancangan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah lokal berdasarkan capaian jumlah warga yang sudah mengikuti vaksinasi.
Data yang disampaikan pemerintah NSW melalui sejumlah media, bahwa hingga kemarin jumlah warga telah divaksin sesi pertama telah mencapai 92,1 % bagi yang usia di atas enam belas tahun. Sedangkan yang sudah mengikuti vaksin sesi kedua baru mencapai 80,8 %. Menurut rencana, awal bulan depan, jumlah yang sudah dua kali vaksin akan mencapai 90 %. Dengan demikian peraturan pembatasan akan lebih longgar lagi.
Tampak terlihat perbedaan yang mencolok saat pembukaan pembatasan pada minggu lalu dibandingkan dengan pelonggaran yang berlaku sejak kemarin. Misalnya untuk berkumpul dalam rumah atau menerima tamu. Jika sebelumnya sama sekali tidak boleh, kemudian dilonggarkan menjadi boleh dengan maksimal sepuluh orang.
Baca juga: Pengalaman Pertama diperiksa Polisi Australia
Sejak kemarin, pembatasan diperlonggar lagi menjadi sudah boleh dengan maksimal dua puluh orang. Pada masa lockdown total, bertamu sama sekali tidak dibolehkan. Sedangkan perjalanan keluar kota belum dibolehkan, kecuali mereka yang mendapat izin khusus atau bekerja pada objek vital.
Adapun terkait dengan kegiatan ibadah di sini sebenarnya sudah dibolehkan, tetapi dikhususkan kepada mereka yang sudah dua kali mendapatkan vaksin. Sedangkan yang baru satu kali, sama sekali masih dilarang. Untuk berbelanja di toko-toko yang bukan makanan pokok, mereka yang hanya sekali vaksin tidak dibenarkan masuk.
Petugas toko memeriksa pengunjung satu per satu. Putri saya yang berusia enam belas tahun pernah dilarang masuk toko untuk membeli sepatu karena belum divaksin, sedangkan yang usianya di bawah enam belas tahun, tetap diperbolehkan.
Untuk kegiatan di luar ruangan, sudah boleh berkumpul dengan maksimal lima puluh orang. Seperti yang diadakan oleh Jamaah Pengajian Illawara (JPI) Wollongong, mengadakan pengajian anak-anak di Botanic Garden Wollongon. Karena berada di luar ruangan, boleh tidak menggunakan masker. Sekarang memakai masker sifatnya himbauan, bukan lagi satu keharusan. Tetapi jika di dalam ruangan, masih harus memakai masker.
Baca juga: Warga Australia Ramaikan Halal bi Halal Diaspora Indonesia di Wollongong
Sedangkan kegiatan belajar mengajar untuk siswa dan mahasiswa, sampai saat ini belum dibolehkan. Menurut informasi, kegiatan belajar siswa akan dimulai secara bertahap minggu depan. Dimulai dengan kelas dua belas yang akan segera melaksanakan ujian akhir. Di susul kelas di bawahnya. Kegiatan mahasiswa di kampus belum ada, perkuliahan masih dilakukan secara online.
Beberapa sekolah tingkat SD, tetap membolehkan siswanya datang ke sekolah apabila orang tuanya bekerja di tempat yang sangat esensial. Sebab kalau orang tuanya pergi bekerja, dikhawatirkan tidak ada yang menemani anak-anaknya di rumah.
Umat beragama pun sudah melaksanakan kegiatan di rumah ibadahnya masing-masing. Tampak di Kota Wollongong, pada hari Jumat lalu, umat Islam sudah boleh melaksanakan salat Jumat secara berjamaah dengan protokol kesehatan. Untuk mengurangi penumpukan dalam masjid, sesi salat Jumat dibagi dalam tiga gelombang.
Hari ini Masjid MAWU University of Wollongong sudah mengumumkan akan kembali mengadakan salat berjamaah setiap hari. Tetapi masih dikhususkan kepada mereka yang sudah dua kali vaksin.
Baca juga: Ramadan di Australia, Polisi Berkuda, Toilet Gratis Full Musik
Dalam pengumuman kemarin, pemerintah juga menerapkan peraturan untuk umat Nasrani yang akan beribadah di gereja. Umat dibolehkan mengadakan kegiatan di gereja, akan tetapi tidak dibolehnya bernyayi.
Hanya pemimpin yang boleh bernyanyi dan kelompok paduan suara maksimal sepuluh orang. Sedangkan jamaah hanya boleh datang dan tidak boleh ikut bernyanyi. Aturan tidak boleh bernyanyi ini bukan hanya di gereja, tetapi juga berlaku di ruang tertutup lainnya, seperti pub dan restoran.
Tahun lalu di Jerman, pemerintah setempat juga pernah melarang jamaah ikut bernyanyi dalam gereja. Alasannya menurut pihak departemen kesehatan setempat adalah karena dapat menimbulkan penularan covid-19 melalui aliran air liur yang terbang pada saat menyanyi. Wallahu’alam.
Oleh: Haidir Fitra Siagian, Koresponden Beritaneka.com di Fairy Meadow, Australia
Beritaneka.com—Selama dua tahun lebih berada di Australia, baru kali ini saya ditahan polisi, tepatnya diperiksa polisi. Malam ini, ba’da Isya, dalam perjalanan dari rumah ke sebuah supermarket.
Menemani nyonya belanja sembako. Harus malam ini belanja, karena tidak sempat tadi siang. Dia sibuk dengan pelajarannya. Esok ada acara KKSS di Sydney, jadi harus bawa makanan.
Jarak dari rumah ke supermarket ini, cukup dekat, kurang dari dua setengah kilometer. Saya bahkan kalau pergi ke sana siang hari, jalan kaki saja. Melewati jalanan ke arah sekolah anak-anak kami. Berada di Suburb Fairy Meadow, bersebelahan dengan tempat tinggal kami di Suburb Keiraville.
Baca juga: Warga Australia Ramaikan Halal bi Halal Diaspora Indonesia di Wollongong
Sesaat sebelum tiba di lokasi, dari jauh saya lihat tanda-tanda polisi menyalakan lampu kedap-kedip. Beberapa polisi tampak berjaga-jaga. Seorang perempuan polisi, mengarahkan kami ke pinggir. Nyonyaku bilang, minggir dan berhenti. Tunggu polisinya datang ke mobil, jangan turun.
Jangan turun, katanya beberapa kali. Buka kaca jendela dan dengarkan perintahnya. Di sini memang demikian. Bila distop oleh petugas polisi, tidak boleh turun. Berbahaya jika turun.
Dalam keadaan demikian, Polisi berhak menembak orang yang turun dari mobil. Aturannya tetap di mobil, buka kaca jendela, tunggu sampai polisnya datang. Saya pernah dengar dulu, ada seorang mahasiswa Indonesia hampir ditembak karena dia turun dari mobil. Untungnya dia segera masuk ke mobil.
Beberapa saat kemudian pak Polisi datang mendekat ke pintu samping kanan saya. Menanyakan apa kalian minum? Tidak. Coba hitung satu sampai sepuluh, katanya sambil mendekatkan alat pendeteksi ke mulutku.
Sepersekian detik kemudian, selesai, silahkan jalan, katanya. Lalu kami berlalu dan kini sudah tiba di supermarket. Dengan demikian saya bebas dari pendeteksian alat tadi. Sekiranya saya minum minuman keras dengan dosis lebih, maka alatnya akan bunyi. Karena alat pendeteksinya tidak bunyilah sehingga kami dibiarkan berlalu.
Karena ini adalah pengalaman pertama, saya sempat was-was. Meskipun semua persyarakatan kendaraan terpenuhi, tetap saja ada rasa khawatir. Di sini saya menggunakan SIM A dari Indonesia, tetapi harus diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris oleh lembaga resmi. SIM saya diterjemahkan oleh KJRI Sydney, dengan biaya dua ratus lima puluh ribu Rupiah.
Tidak semua negara bagian Australia memberlakukannya. Tergantung kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah setempat. Termasuk yang memberlakukannya adalah New South Wales, tempat kami berada.
Ternyata tadi Pak Polisi hanya mengadakan pemeriksaan rutin bagi kendaraan yang lewat. Biasanya adalah pada malam Jumat atau hari-hari tertentu. Orang-orang menerima gaji tadi siang. Di sini gajian sekali seminggu, yakni pada hari Kamis. Jadi mereka suka keluar berkendaraan untuk belanja atau minum-minum. Terutama anak-anak muda.
Polisi memeriksa apakah pada saat mengemudikan mobil, sambil menenggak minuman keras melebihi ambang batas yang dilegalkan. Atau sedang memakai narkoba. Itu saja. Dia tidak memeriksa sama sekali SIM dan STNK. Itu bukan bagian dari pemeriksaan yang mereka lakukan.
Sebagai tambahan, di Australia, adalah melegalkan minuman keras. Toko-toko bebas menjual minuman keras kepada orang dewasa saja. Tetapi pada beberapa kawasan, dilarang minum minuman keras. Terutama di tempat-tempat umum, seperti pantai, kebun bunga atau fasilitas bermain untuk anak-anak.
Baca juga: Di Masa Pandemi Petani Binaan IPB University Bisa Ekspor
Pemeriksaan pengemudi yang beralkohol di sini sangat penting. Lebih penting daripada memeriksa surat-surat mobil. Sebab berkendaraan sambil menenggak minuman keras dengan dosis yang berlebihan, tentu sangat berbahaya. Bukan hanya pada dirinya sendiri, melainkan kepada orang lain.
Sebenarnya pada awal-awal saya datang di sini, pun pernah hampir diperiksa polisi pada satu malam. Saat itu kami baru pulang dari menghadiri acara penerimaan hadiah untuk putriku. Menjelang satu belokan di jalan poros, beberapa polisi sudah menunggu kami.
Saat mobil kami sudah dekat, seorang polisi mengatakan terus saja jalan. Sedangkan mobil yang lain diperiksa. Kami tak tahu kenapa Pak Polisi tidak menahan atau memeriksa kami. Mungkin karena saya pakai jilbab, kata nyonyaku. Barangkali Pak Polisi menyadari, bahwa seorang Muslim tidak akan meminum minuman keras. Wallahu’alam.
Beritaneka.com—Setelah menjalankan ibadah puasa Ramadhan dan Idul Fitri, diaspora Indonesia yang tinggal di Wollongong dan sekitarnya melaksanakan silaturrahim atau lebih dikenal dengan sebutan halal bi halal. Wollongong merupakan sebuat kota kecil berhawa sejuk dengan pemandangan yang cukup indah dengan berbagai pepohonan rimbun dan bunga-bunga yang sedang mekar. Kota ini berada sekitar 90 kilometer dari pusat Kota Sydney, ibu kota negara bagian New South Wales. Dari Kota Canberra, yang merupakan Ibu Kota Australia, adalah sekitar 300 kilometer.
Diaspora Indonesia yang berada di Kota Wollongong mengadakan silaturahmi atau halal bi halal tadi siang. Berjumlah sekitar 40 kepala keluarga atau sekitar seratus orang, warga yang tergabung dalam Jamaah Pengajian Illawara (JPI) pun mengadakan acara ini di kebun raya atau Wollongong Botanic Garden, sambil menikmati keindahan alam serta riuh-rendah kicauan burung-burung dan gemercik air yang dimainkan ikan-ikan dalam danau buatan, tidak jauh dari kampus University of Wollongong.
Baca juga: Ramadan di Australia, Polisi Berkuda, Toilet Gratis Full Musik
Suasana halal bi halal kali ini terasa sangat meriah, karena bukan hanya dihadiri oleh warga Indonesia, tetapi juga dihadiri oleh warga keturunan Indonesia yang sudah resmi menjadi warga negara Australia. Terdapat pula yang hadir adalah warga negara Australia keturunan Eropa yang menikah dengan perempuan asal Indonesia.
Halal bi halal pertama sejak pandemi global. Di mana saat ini, khususnya di kawasan Wollongong dan sekitarnya, pandemi ini dapat dikendalikan. Pemerintah negara bagian NSW, telah memberikan kelonggaran kepada warga untuk beraktivitas tanpa pembatasan yang berarti, kecuali ada himbauan untuk tetap waspada dan mematuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan.
Ketua Jamaah Pengajian Illawara, Saeful Akhmad Tauladani, mengatakan bahwa halal bi halal ini sengaja dilaksanakan untuk memperkuat silaturahmi dan persaudaraan antara warga Indonesia yang ada di Wollongong dan sekitarnya. Ditambahkan bahwa acara seperti ini memang sudah menjadi tradisi yang dilakukan pasca Idul Fitri. Selain warga Indonesia, tampak pula menghadiri acara ini adalah mereka yang merupakan warga negara Australia yang berkeluarga atau menikah dengan warga Indonesia.
Baca juga: Fungsi Sosial Telepon Umum Koin di Australia
Sedangkan koordinator program acara, Achmad Tarmuji Mujri, menambahkan bahwa sebagian besar warga Indonesia di sini merupakan mahasiswa yang mengambil program doktoral dan juga mereka yang sudah bekerja serta sudah menetap di Wollongong. Bahkan ada yang sudah menetap sejak tahun 1970-an.
“Acara ini pun semakin semarak dengan hadirnya warga Indonesia lainnya yang bukan Muslim. Mereka hadir memenuhi undangan JPI, yang terdiri dari anggota Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia (PPIA)”, kata ayah dari dua anak asal Cimaji Jawa Barat ini.
Sudah menjadi ciri khas setiap ada acara yang dilakukan oleh JPI, selalu menyajikan makanan khas Indonesia. Tampak berjejeran di atas meja makan, mulai dari lontong sayur, es buah, rendang, kari ayam, nasi kuning dan buah-buahan. Semua makanan ini disajikan secara sukarela oleh ibu-ibu JPI dan ibu-ibu yang sudah berstatus sebagai permanen residen.
Selain itu, tampak pula seorang warga atas nama Rahmat Sugandi, membawa dua keranjang jeruk dan labu hasil kebunnya. “Meskipun masih mentah, kan, bisa dibawa pulang ke rumah”, kata pria asal Palembang Sumatera Selatan yang sudah menikah dengan warga lokal ini.
-Haidir Fitra Siagian, warga Indonesia di Wollongong untuk Beritaneka–
Oleh : Haidir Fitra Siagian, Perantau Sipirok di Australia
Beritaneka.com—Memastikan rasa aman bagi masyarakat adalah salah satu keharusan yang harus diperhatikan oleh suatu pemerintahan. Akan sulit mendapatkan ketenangan dan kebahagian jika rasa aman tidak terpenuhi. Itulah sebabnya mengapa di sebagian negara maju, faktor keamanan menjadi prioritas utama dalam melaksanakan pembangunan nasionalnya.
Kita dapat merasakan pada masa lampau di sejumlah daerah, jika rasa aman tidak dapat dijamin oleh pemerintah, maka rakyatnya tidak akan bisa hidup dengan normal. Segala sesuatunya akan dialami dalam ketidakpastian atau bahkan dalam rasa was-was. Sebaliknya jika rasa aman bisa dijamin oleh pemerintah, rakyat akan dapat menjalani hidup dengan baik. Perekonomian berputar secara normal, demikian pula sektor kehidupan lainnya.
Sore hingga malam ini, kami berada di kawasan Lakemba New South Wales Australia. Jarak dari rumah kami sekitar 90 km atau dua jam perjalanan naik kereta api. Sesuai rencana, kami berbuka puasa di Masjid Ali Bin Abu Talib atau biasa pula dikenal sebagai Masjid Lakemba. Masjid ini berada di dalam kawasan perumahan dan pinggir jalan raya. Dikelola oleh muslim keturunan Timur Tengah dan sebagian dari Asia Selatan.
Pengurus menyajikan hidangan buka puasa ala Timur Tengah. Mereka memasak sendiri di bagian sampai depan masjid. Selain menyediakan kurma dan buah-buahan lokal, juga tersedia nasi ayam dengan rasa Timur Tengah. Di sela-sela menunggu waktu berbuka, seorang bapak yang sudah hampir tua dengan jenggot dan jambang lebat putih, mendatangi kami. Dia membawa satu kantong plastik makanan ringan. Dia membagi-bagikan kepada kami. Satu orang satu bungkus. Katanya, istrinya di rumah yang buat. Ternyata itu adalah sebiji kurma yang dibelah dan di dalamnya dimasukkan buah tin yang diiris kecil-kecil.
Selesai berbuka dan salat Magrib, kami masuh tinggal sejenak. Seorang pengurus menawarkan makanan lain kepada kami. Setelah itu, kami bantu beliau merapikan ruang makan tempat yang tempat buka puasa tadi yang berada di lantai dasar masjid.
Karena rumah kami sangat jauh dan tidak ada niat bermalam (padahal di kawasan ini ada teman baik warga KKSS maupun warga Muhammadiyah), kami tidak ikut salat Tarwih dan harus segera pulang. Dari masjid ke stasiun kereta api berjarak kurang dari satu kilometer. Menyusuri pedesterian yang cukup bagus. Beberapa kawasan terdapat pohon-pohon yang rindang dan taman bunga. Selanjutnya kami melewati kawasan pertokoan.
Ternyata kawasan pertokoan ini sangat ramai pada malam hari terutama selama bulan suci Ramadan. Banyak warga yang datang berbelanja dan berbuka puasa bersama. Sepanjang jalan terlihat toko-toko dan restoran. Hampir semua penjual makanan di sini adalah halal. Sebagian besar pemilik toko adalah keturunan Timur Tengah. Ada pula dari Turki dan Asia Selatan. Mereka menjual makanan sesuai ciri khas asal negara masing-masing.
Paling ujung sekali, terdapat sebuah restoran masakan asli Indonesia. Namanya “Warung Kita”. Darimana lagi kalau bukan dari Padang Sumatera Barat. Warung ini menjual makanan Padang dengan rasa asli. Kami tidak singgah makan karena baru saja makan di masjid. Dari luar, tampak ramai pengunjung yang sedang menikmati hidangan bersama keluarga masing-masing.
Kami sempat berpapasan dengan beberapa orang polisi yang sedang patroli. Di dekat lampu merah, terparkir tiga mobil polisi. Pada kesempatan lain, kami pun melihat dua orang polisi yang masing-masing menunggang kudanya. Kudanya cukup besar dan tinggi. Di Indonesia, saya tidak pernah melihat kuda sebesar ini. Meskipun itu adalah binatang, tapi patuh pada aturan lalu lintas. Saat lampu merah berhenti, dan tidak melambung kendaraan lain.
Keberadaan polisi berkuda dan polisi lainnya yang sedang patroli itu, adalah untuk memastikan rasa aman bagi masyarakat yang ada di sekitar Lakemba. Karena kawasan ini sangat ramai, terutama nanti setelah selesai salat Tarwih, maka akan semakin ramai lagi. Biasanya jalan raya ditutup dari ujung ke ujung, sehingga jalanan dijadikan sebagai pasar malam. Namun tahun ini, jalanan tidak ditutup, untuk menghindari kerumunan warga sebagai dampak pandemi Covid-19 yang lalu. Meskipun keadaan di sini sudah normal, tetapi kewaspadaan masih terus dilakukan.
Satu hal lagi yang menarik perhatian saya adalah toilet. Satu bangunan sebesar ukuran kontainer berada di pinggir jalan dekat dengan taman, persis di depan sebuah cafe tempat kami minum teh. Bangunan itu adalah toilet modern. Saya katakan modern bukan untuk membesar-besarkan. Tapi memang betulan.
Pintunya otomatis, aliran air juga otomatis. Juga siraman ke lobang toilet pun otomatis. Tak perlu menimba air atau menekan tombol. Selesai buang hajat, tinggalkan saja. Air otomatis akan mengalir menyirami seluruh lobang kloset. Suasana di dalam cukup nyaman. Bersih dan dingin, full ac. Di luar, ada kursi tempat menunggu bagi yang antri. Dan satu lagi, full musik.
Meskipun toiletnya bagus dan full musik, tapi pengguna tak perlu mengeluarkan kocek membayarnya. Di Australia tidak ada toilet yang membayar. Semuanya gratis. Di hampir seluruh kawasan dan tempat-tempat umum, terdapat toilet yang nyaman. Dari mana biaya pemeliharaannya? Dari berbagai pajak yang dibayar oleh warga. Pemerintah menganggarkan dana yang memadai untuk memelihara toilet. Pada umumnya, dua kali sehari, petugas kebersihan akan datang membersihkan, mengisi tissu, sabun tangan dan memastikan bahwa setiap saat toilet itu nyaman bagi penggunanya.