Beritaneka.com—DPR mengingatkan pemerintah untuk melindungi data-data pribadi warga. Perlindungan data pribadi dinilai harus mendapat perhatian khusus, apalagi program-program penanganan Pandemi Covid-19 banyak terintegrasi secara digital.
Hal itu disampaikan Ketua DPR Puan Maharani terkait dugaan maraknya bocornya data pribadi dari berbagai aplikasi. Terakhir, dugaan bocornya data pribadi masyarakat di e-HAC (electronic Health Alert Card), merupakan kartu manual yang dikembangkan Kementerian Kesehatan secara digitalisasi.
“Pengelolaan data-data milik rakyat tidak boleh main-main. Perlindungan data-data pribadi warga harus dilakukan secara optimal agar tidak terjadi kebocoran,” ujar Puan dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Rabu (1/9/2021).
Baca juga: PTM Dibuka Kembali, Ketua DPR: Evaluasi dan Berikan Pelayanan Terbaik
Puan mendesak pemerintah melakukan upaya-upaya pencegahan kebocoran data masyarakat. Puan meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berkoordinasi lebih lanjut dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan kementerian/lembaga terkait untuk memberikan tambahan keamanan menyangkut perlindungan data warga, termasuk mengenai aplikasi eHAC dan PeduliLindungi.
“Kemajuan teknologi menjadi tantangan untuk kita semua, karena memang ada potensi kejahatan yang akan merugikan rakyat. Peran pemerintah sebagai pemangku kebijakan diharapkan untuk melindungi masyarakat,” sebut perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR ini .
Aplikasi eHAC digunakan untuk masyarakat yang akan bepergian dengan transportasi umum, khususnya transportasi penerbangan. Dalam aplikasi tersebut terdapat nama lengkap, tanggal lahir, foto, nomor KTP, paspor, hasil tes Covid-19, alamat, nomor telepon, nomor peserta rumah sakit, hingga pekerjaan pengguna.
Namun Kemenkes menyatakan aplikasi ini sudah tidak digunakan sejak beberapa bulan lalu karena dokumen kesehatan bagi pengguna transportasi udara sudah terintegrasi dengan PeduliLindungi.
Baca juga: Pemerintah dan DPR Sepakat Target Pertumbuhan Ekonomi 2022 5,5 persen
Terlepas dari itu, Puan mengimbau agar pemerintah tetap waspada. Sebab potensi kebocoran data tetap bisa terjadi lewat platform yang menjadi mitra pemerintah sebelumnya dalam pengoperasionalan aplikasi eHAC.
“Seperti diamanatkan oleh konstitusi yang tercantum pada UU Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE), data masyarakat harus terjamin keamanannya,” tegas Puan.
Selain itu, pemerintah juga diharapkan membuat infrastruktur dengan keamanan lebih terhadap aplikasi PeduliLindungi, yang kini dijadikan rujukan utama untuk menunjang aktivitas warga. Puan mengingatkan, data diri masyarakat terangkum jelas pada aplikasi tersebut.
Beritaneka.com—Kalangan komisi pertahanan dan informasi DPR mengatakan Indonesia dalam kondisi darurat kebocoran data pribadi. Hal ini dibuktikan kasus kebocoran data pribadi meningkat secara kuantitas. Mengatasinya, dibutuhkan regulasi tentang perlindungan data pribadi dan otoritas perlindungan data independen sangat tinggi.
“Awalnya kebocoran dari pihak swasta, Bukalapak, Tokopedia, tetapi kemudian data BRI Life yang bocor juga BPJS, apalagi hari ini keluar berita di Kemenkes yang juga soal kebocoran e-HAC,” kata Anggota Komisi I DPR RI Muhammad Farhan, kepada kalangan wartawan , di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (31/8/2021).
Farhan yang juga dikenal sebagai publik figur itu menjelaskan, solusi yang pas saat ini dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Namun, menurutnya, perlindungan data pribadi tidak cukup dengan UU ITE.
Baca juga: PTM Dibuka Kembali, Ketua DPR: Evaluasi dan Berikan Pelayanan Terbaik
Farhan menambahkan, Rancangan Undang-Undang tentang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP) ini ingin melahirkan sebuah profesi baru yaitu data protection officer, yang akan membantu para penguasa data untuk mengelola penyimpanan, penguasaan dan pengolahan data pribadi agar sesuai dengan UU.
“Bisa juga lembaga atau protection officer ini juga dalam posisi di level sebuah perusahaan atau lembaga. Kalau di perbankan bisa kita samakan dengan direktur compliance dan mitigasi risiko. Jadi, ini posisi yang sangat tinggi, karena kalau sampai salah, dalam penguasaan dan pengelolaan data pribadi, maka ada sanksi yang menarik di RUU PDP tidak ada kriminalisasi, di RUU PDP ini akan ada denda yang sangat besar,” jelasnya.
Meski menargetkan RUU PDP akan disahkan dalam tahun ini, akan tetapi soal keberadaan lembaga independen pelindungan data masih dalam perdebatan. Ia mengatakan, jika otoritas pelindungan data pribadi harus ada induknya, maka diperlukan sebuah lembaga yang punya otoritas yang kuat. Farhan menilai mimpinya bisa seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Artinya, kalau kita semua sepakat mau membangun sebuah lembaga independen di bawah Presiden untuk pelindungan data, maka kita akan menuntut Presiden dan Menteri Keuangan. Tentunya, memberikan komitmen yang kuat untuk pelindungan data pribadi, minimal sekuat KPK secara politik dan minimal seperti OJk secara anggaran. Sisi lain, ada pragmatisme dan skeptisme yang harus kita jaga sebagai bentuk realistis, kalau kita buat lembaga di bahwa presiden. Independen seperti OJK, butuh waktu berapa lama?” katanya seolah bertanya.
Baca juga: DPR Minta Pemerintah Perhatikan Ketersediaan Vaksin di Daerah Luar Jawa
Dia menambahkan, mencermati begitu daruratnya kondisi pelindungan data di Indonesia. Farhan mengatakan, yang paling realistis adalah usulan Kominfo terkait badan otoritas pengawas data pribadi. Sebab, jika memaksakan lembaga independen sejak awal, maka akan butuh tiga hingga lima tahun agar lembaga tersebut mulai bekerja dengan efektif.
“Bahwa, nanti dalam perkembangan berikutnya kita lakukan evaluasi lembaga ini makin lama makin besar, sehingga nanti bisa menyaingi keberadaan Kominfo, ya boleh dipecah, persis seperti BI dan OJK. Jadi yang saya tawarkan di sini adalah sebuah narasi tentang pragmatisme dan idealisme, keduanya bagus. Kita harus memilih dengan konsekuensinya masing-masing,” tandas politisi dapil Jawa Barat I ini.
Beritaneka.com—Kementerian Komunikasi dan Informatika sedang mengambil langkah-langkah untuk merespon dugaan kebocoran data pribadi pengguna aplikasi eHAC. Langkah itu diambil sesuai amanat PP No. 71 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE) serta peraturan perundangan lainnya.
“Pada 31 Agustus 2021 Kementerian Kominfo telah melakukan pertemuan dengan Kementerian Kesehatan dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk merespon dugaan kebocoran data pribadi tersebut,” ujar Juru Bicara Kementerian Kominfo Dedy Permadi, dalam keterangan tertulisnya kepada media, Rabu (01/08/2021).
Baca juga: Menkominfo Paparkan Roadmap Empat Sektor Strategis Infrastruktur Digital
Dedy menjelaskan, Kementerian Kesehatan menyampaikan bahwa berdasarkan hasil penelusuran sementara, terdapat dugaan kebocoran data pada aplikasi eHAC lama yang sudah dinonaktifkan sejak tanggal 2 Juli 2021.
Kementerian Kominfo dan BSSN telah menyampaikan beberapa poin untuk ditindaklanjuti oleh Kementerian Kesehatan, terutama terkait dengan keamanan sistem elektronik, pencegahan insiden yang lebih besar, tanggung jawab hukum, dan kepatuhan terhadap aturan pelindungan data pribadi.
Sebagai tindak lanjut dari pertemuan tersebut, Kementerian Kominfo bersama dengan pihak-pihak terkait akan melanjutkan investigasi lebih mendalam terhadap dugaan insiden kebocoran data pribadi pada aplikasi eHAC.
“Dugaan insiden kebocoran data pribadi ini tidak mempengaruhi keamanan data pada aplikasi eHAC yang terintegrasi dengan aplikasi PeduliLindungi, di mana penyimpanan data telah dilakukan di Pusat Data Nasional (PDN),” tegas Dedy.
Baca juga: Menkominfo Bahas Tindak Lanjut DCO dan Kerja Sama Ekonomi Digital dengan Arab Saudi
Kementerian Kominfo mengimbau seluruh pengelola dan wali data untuk menjaga data pribadi masyarakat secara serius, baik dalam hal teknologi, tata kelola, maupun sumber daya manusia.
Dalam hal terjadi dugaan pelanggaran pelindungan data pribadi, masyarakat atau pihak terkait dapat melakukan pengaduan melalui pengendalianaptika@kominfo.go.id dan kanal aduan lain yang telah disediakan.
Beritaneka.com—Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate mengimbau setiap penyelenggara vaksinasi dapat menjaga dan memastikan data pribadi masyarakat terlindungi dengan baik. Hal yang sama juga disampaikan Menkominfo kepada seluruh masyarakat agar tidak sembarang menyebarkan barcode setelah menjalani vaksinasi. Menurutnya, hal itu diperlukan untuk menjaga data pribadi agar tidak disalahgunakan.
“Proses-proses vaksinasi ini karena melibatkan data pribadi, maka tentu kita harapkan agar pelindungan data pribadi tetap kita jaga dengan baik. Payung hukumnya sudah kita siapkan. Saya sendiri telah menerbitkan Surat Keputusan Menteri Kominfo,” jelasnya dalam Konferensi Pers usai meninjau Pelaksanaan Vaksinasi untuk 10.000 Pekerja Media, di Bentara Budaya Kompas, Jakarta, Jumat (25/06/2021).
Bahkan, Menteri Johnny menekankan sertifikat vaksinasi digunakan sendiri dan untuk keperluan khusus tertentu. Misalnya, hanya diperuntukkan ketika sedang melakukan perjalanan dinas atau ada keperluan yang mendesak.
“Jangan sampai diedarkan karena di sertifikat itu ada QR Code, di dalam QR Code itu ada data pribadi, jadi sertifikat digital kita peroleh tetapi di saat yang bersamaan kita menjaga data pribadi kita dengan cara tidak mengedarkannya untuk kepentingan yang tidak semestinya,” tegasnya.
Baca juga: Jalankan Transformasi Digital, Kominfo Targetkan Latih 50 Ribu Talenta Digital di Lima Kota
Menteri Johnny menjelaskan, sertifikat digital vaksin ini bisa diperoleh setiap orang usai melaksanakan vaksinasi Covid-19 sebagai bukti telah divaksin. Sertifikat ini bisa diunduh dari Aplikasi PeduliLindungi dengan terlebih dahulu memasukan nomor induk kependudukan (NIK).
Momentum Satukan Bangsa
Dalam kesempatan itu, Menteri Johnny menyatakan vaksinasi Covid-19 menjadi momentum bagi seluruh komponen bangsa untuk bersatu. Menurutnya, hal ini diperlukan agar seluruh elemen dapat menemukan titik simpul yang sama sehingga seluruh kekuatan dan energi bisa digunakan untuk mengakhiri pandemi Covid-19 di Indonesia sesegera mungkin.
Oleh karena itu, meski tingkat penularan Covid-19 yang begitu tinggi akhir-akhir ini, Menteri Johnny meminta masyarakat untuk tidak panik, jangan takut serta pesimistik. Menkominfo menilai dengan kondisi tersebut justru mendorong seluruh warga Indonesia untuk memastikan dan melaksanakan protokol kesehatan Covid-19 secara tertib, disiplin dan terus-menerus,
“Karena itu cara yang sangat sangat efektif, jitu untuk mencegah penularan. Hal ini menjadi begitu pentingnya pada saat di mana sekarang tingkat penularannya cukup tinggi, tetapi tingkat penularan yang tinggi ini jangan membuat kita takut, jangan membuat kita menjadi pesimistik,” tuturnya.
Baca juga: Kemkominfo Targetkan 78.391 Titik Akses Internet Akhir 2024
Kepada Pekerja Media yang mengikuti vaksinasi hari ini, Menteri Johnny menjelaskan Pemerintah melaksanakan program vaksinasi secara massal, secara masif, secara besar-besaran, bertujuan untuk menghasilkan imunitas bagi masyarakat.
“Pekerjaan ini merupakan pekerjaan bersama-sama. Saya tentu berharap kita melakukannya secara bersama-sama,” ungkapnya.
Meski tak ada hal yang mudah, tetapi menurut Menteri Johnny vaksinasi bukan hal yang tidak mungkin. Menkominfo juga meyakini dengan pelaksanaan vaknisasi, bangsa Indonesia mampu menaklukkan pandemi Covid-19 dalam waktu yang tidak lama.
Beritaneka.com—Beredar pemberitaan mengenai adanya kebocoran data pribadi yang diiklankan di website Kotz. Data pribadi yang bocor dan sangat berpotensi disalahgunakan tersebut diduga kuat identik dengan data BPJS Kesehatan.
Komisi Informasi Pusat (KIP) mengapresiasi respon cepat yang dilakukan oleh Pemerintah dengan memanggil BPJS Kesehatan. KPI mendorong untuk dilakukan investigasi, sekaligus diperlukan juga upaya untuk segera mengusut secara tuntas dugaan kebocoran dan penjualan data pribadi warga negara.
“Data pribadi merupakan data yang wajib dilindungi kerahasiannya, oleh karena itu, baik badan publik maupun pihak swasta yang memiliki dan menyimpan data pribadi seseorang wajib melindungi kerahasiannya,” ujar Cecep Suryadi, Komisioner Komisi Informasi Pusat.
Baca juga: Jubir Kominfo: Kominfo dan BSSN Lakukan Investigasi Lebih Mendalam Bersama BPJS Kesehatan
Kewajiban menjaga data pribadi, jelas Cecep dijamin dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik serta diatur dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Cecep menegaskan, diera perkembangan teknologi yang semakin maju, dapat dikatakan saat ini memang terjadi darurat pelindungan data pribadi. Hal ini dikarenakan jaminan hukum atas pelindungan data pribadi masih sangat lemah, disamping upaya serius dari DPR dan Pemerintah dalam membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-undang tentang Pelindungan Data Pribadi masih belum selesai.
“Kejadian demi kejadian mengenai adanya kebocoran data pribadi warga negara menjadi perhatian serius untuk mempercepat pembahasan dan mengesahkan RUU Pelindungan Data Pribadi. Bisa dikatakan saat ini terjadi darurat pelindungan data pribadi ditengah derasnya perkembangan teknologi, karenanya RUU Pelindungan Data Pribadi harus segera disahkan dan diundangkan demi menjaga kerahasiaan data pribadi warga negara Indonesia,” tegas Cecep.
Baca juga: Investigasi Data Pribadi yang Bocor, Kemkominfo Panggil Direksi BPJS Kesehatan
Pelindungan data pribadi warga negara Indonesia merupakan hal dasar yang harus diperhatikan karena dengan percepatan pengesahaan RUU Pelindungan Data Pribadi dapat menjadi solusi untuk dapat menatakelola secara baik data pribadi warga negara Indonesia serta dapat menjerat pihak-pihak yang membocorkan data pribadi maupun menjual belikan data pribadi.
“Saya kira, solusi untuk kebocoran data pribadi ini adalah dengan segera mengesahkan RUU Pelindungan Data Pribadi, agar masyarakat dapat memperoleh jaminan hukum yang jelas,” terang Cecep. (ZS)