Beritaneka.com, Jakarta—Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, sebelum adanya konflik perang Rusia-Ukraina sudah banyak mal-mal yang sepi pengunjung dan bisnis ritel berguguran.
Menurut Bhima, saat ini situasinya banyak masyarakat kelas atas dan menengah yang menahan uangnya untuk berbelanja dan berbisnis.
“Mungkin mereka khawatir inflasi, pemilu, dan kegaduhan-kegaduhan politik yang menyebabkan ketidakpastian yang tinggi dalam berbisnis. Jadi, mereka menunggu sampai 2024. Kegaduhan di tahun politik mendistorsi dan mengubah banyak rencana bisnis. Tapi yang menjadi hambatan utama adalah inflasi. Sebelum pandemi rata-rata inflasi hanya 3%. Sekarang ini inflasi sudah mencapai 4-5% akibatnya suku bunga naik,” kata Bhima Yudhistira, Senin (19/6/2023).
Di sisi lain, lanjut Bhima, bagi masyarakat kalangan bawah pada masa pandemi banyak yang menerima bantuan, sehingga daya belinya masih terjaga. “Sekarang, bantuan-bantuan pada masa paska pandemi (atau endemi) ini dicabut dan dihentikan. Anggaran perlindungan sosial yang kecil menjadi penyebabnya. Situasinya bertambah berat bagi mereka. Tentunya ini memengaruhi daya beli masyarakat bawah. Kepada siapa lagi mereka berharap bantuan, kalau bukan kepada pemerintah atau negaranya,” kata Bhima.
Bhima mengatakan, pemulihan pasca pandemi ini tidak sesuai harapan. Dampak kelesuan ekonomi ini akan panjang sampai 2024. Sebelumnya, ekonomi Indonesia ini tertolong pada tahun 2022 lalu karena booming harga komoditas, batu bara naik, CPO naik, nikel harganya bagus.
Baca Juga:
“Sekarang terjadi koreksi harga komoditas yang cukup tajam. Karena negara negara mitra dagang juga sedang lemah semua. Bukan hanya Rusia dan Ukraina saja, tetapi juga Amerika, Eropa, Jepang, Korea, termasuk Tiongkok. Banyak mereka yang bekerja di sektor komoditas juga sudah merasakan dampak melemahnya ekonomi.
“Kritik terhadap pembangunan infrastruktur yang menyedot anggaran dan kebijakan pajak yang cenderung relatif agresif. Justru daya beli lesu, PPN malah naik jadi 11%, yang berkontribusi terhadap inflasi,” pungkas Bhima.
Beritaneka.com, Jakarta—Media sosial belakangan ini ramai postingan warganet yang mengeluhkan ekonomi yang lesu. Mal-mal terlihat sepi pengunjung dan ojek-ojek online, baik ojol yang berjaket hijau dan kuning banyak yang nyender.
Mereka merasa akhir-akhir ini orderan makin sepi. Termasuk pelaku usaha yang menyewa ruko, berjualan kuliner atau produk fashion pakaian mengaku sepi pembeli. Timeline postingan keluhan terhadap kondisi ekonomi yang terasa sulit tersebut berseliweran di TikTok, Facebook, dan cuitan netizen di Twitter.
“Lihat tuh banyak yang nyender (duduk-duduk menunggu calon penumpang). Penghasilan turun jauh gak kayak dulu. Ini makin sepi order,” kata salah seorang ojek online yang kami temui di kawasan Mal Plaza Senayan yang berseberangan dengan Mal Senayan City, Jakarta.
Ekonom Senior dari Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan mengungkapkan, issue Indonesia akan dilanda badai resesi ekonomi pada 2023 ini bukan kaleng-kaleng. Perekonomian Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
Anthony menilai, badai resesi ekonomi pada tahun 2023 ini sulit dihindari Indonesia sebab hampir seluruh negara maju, termasuk Amerika, Eropa dan negara berkembang di dunia juga menghadapi situasi serupa. Ditambah lagi konflik geopolitik peperangan Rusia-Ukraina diprediksi akan eskalatif yang menyebabkan rawan pangan.
Badai resesi ekonomi itu, kata Anthony, akan sulit dihindari lantaran pada 2023 kondisi suku bunga Bank Dunia akan naik tinggi yang menyebabkan nilai mata uang merosot jauh.
“Ya memang tidak bisa dihindari negara maju aja tidak bisa menghindari resesi, Indonesia juga tidak bisa, karena apa? Karena kenaikan suku bunga nanti akan naik tinggi dan kita di sini akan tertekan kurs rupiah, kurs rupiah akan melemah terus. Inflasi akan meningkat dari pelemahan rupiah,” kata Anthony, Senin (19/6/2023).
Anthony Budiawan menegaskan, resesi ekonomi sulit dihindari karena suku bunga global tetap tinggi sehingga membuat harga komoditas turun, dan menekan APBN. “Harga komoditas turun tajam pada 2023 ini,” kata Anthony.
Antony mengatakan, kondisi ini harus segera diwaspadai oleh pemerintah. Salah satunya dengan mempersiapkan jaring pengaman sosial dalam upaya mitigasi untuk menjaga daya beli masyarakat yang memiliki pendapatan rendah agar perputaran ekonomi di dalam negeri dapat terkendali.
“Harus menjaga daya beli masyarakat kelompok berpendapatan rendah. Ini artinya apa, artinya pemerintah harus siapkan jaring pengaman sosial,” kata Anthony Budiawan, mantan Rektor Kwik Kian Gie School of Business ini.
Lanjut Anthony, resesi ekonomi pada tahun 2023 akan semakin berbahaya ditambah lagi saat ini kondisi daya beli masyarakat sedang melemah akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Harga sembako seperti beras naik, harga telur naik gak turun-turun di kisaran Rp29.000-Rp31.000 per kg.
Menurut dia, jika kondisi ini terus berlanjut maka akan berdampak dengan menurunnya daya beli masyarakat dan diprediksi akan berdampak menciptakan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran.
“Tahun 2023 ini akan terjadi banyak sekali PHK. Nah ini, PHK akan membuat pendapatan masyarakat secara keseluruhan akan drop, daya beli akan hancur,” kata Anthony.
Apabila daya beli terus menurun, menurut dia, tidak menutup kemungkinan bagi perusahaan-perusahaan yang mencoba bertahan atas kondisi itu akan tetap terkena imbas bahkan akan gulung tikar.
Tidak hanya itu saja, ia meyakini kondisi seperti itu juga akan menyulitkan masyarakat terutama kelas pekerja seperti buruh yang berpendapatan rendah. Pada resesi 2023 Anthony pun memprediksi, kemiskinan akan terus bertambah.
“Jadi ini sangat menyulitkan, kemiskinan akan terus bertambah. Nah inilah yang saya katakan bahwa pemerintah harus menyiapkan kebijakan-kebijakan yang bisa membantu kelompok tersebut. Karena kalau ekonomi turun, pendapatan masyarakat turun, perlindungan sosial harus diperbesar untuk membantu menopang pendapatan masyarakat,” pungkas Anthony.