Oleh: M. Jamiluddin Ritonga. Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul.
Beritaneka.com—Anies Baswedan diisukan memiliki kedekatan dengan Farid Okbah yang ditangkap Densus 88.
Penilaian itu didasarkan karena beredar foto Anies membaca buku karangan Farid Okbah. Dari sinilah sebagian pihak lalu menyimpulkan Anies punya hubungan dekat dengan Farif Okbah.
Kesimpulan seperti itu sangat spekulatif dan sangat berbahaya. Sebab, kalau seseorang membaca Stalin, maka bisa-bisa orang tersebut dinilai orang yang dekat Stalin dan penganut paham komunis.
Baca juga: Jamiluddin Ritonga: Duet Airlangga – Ganjar Akan Layu Sebelum Berkembang
Logika berpikir seperti itu memang kerap terjadi di Indonesia. Para buzzer Rp menggunakan logika berpikir sesat itu untuk menghujat dan menghakimi orang-orang yang tidak mereka sukai.
Jadi, walaupun belum jelas suatu isu, namun bagi lawan-lawan politik Anies, isu tersebut sudah cukup dijadikan peluru panas untuk menyudutkan Gubernur DKI Jakarta tersebut. Hal seperti itulah yang sering dialami Anies.
Tampaknya hal itu menjadi penyebab munculnya rencana MUI DKI Jakarta membentukan Cyber Army untuk.membela Anies dari buzzer. MUI DKI Jakarta tampaknya sudah tidak sabar melihat perilaku buzzer yang menggunakan logika berpikir abnorma.
Baca juga: Jamiluddin Ritonga: Gibran Belum Layak Maju Pilgub DKI Jakarta
Meski demikian, tampaknya kurang pas MUI punya rencana seperti itu. Sebab, fungsi dan tugas MUI tidak berkaitan dengan pembelaan khusus pada seseorang, khususnya Anies. MUI DKI Jakarta dibentuk bukan untuk membela Anies.
Jadi, sebaiknya rencana MUI DKI Jakarta membentuk Cyber Army untuk membela Anies dari para buzzer sebaiknya diurungkan. Tapi kalau MUI Cyber Army dibentuk untuk mekawan kebohongan dan fitnah, tampaknya masih relevan.
Sebab, semua agama tentu tidak memperbolehkan berbohong dan fitnah. Hal-hal swperti ini memang harus dilawan.
Beritaneka.com—Berbagai pihak mendorong Gibran untuk maju Pilgub DKI Jakarta pada 2024. Dorongan tersebut, untuk saat ini tampaknya berlebihan. Sebab, Gibran belum lama menjadi Walikota Solo dan prestasinya pun hingga saat ini belum terlihat.
“Kalau kinerja Gibran masih seperti saat ini, tampaknya beresiko mendorongnya maju Pilgub DKI Jakarta. Karena kapasitas Gubernur DKI Jakarta idealnya setara menter,” ujar M. Jamiluddin Ritonga, pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul.
Baca juga: Wali Kota Solo Ajak Seluruh ASN Dukung Gerakan Cinta Zakat
Kapasita Gibran, tegas Jamiluddin, untuk Walikota Solo saja masih perlu diuji. Gibran harus mampu membuktikan dahulu kinerjanya yang luar biasa sebagai walikota.
Menurut Dekan FIKOM IISIP Jakarta 1996 – 1999, Gibran lebih baik fokus menata kota Solo hingga berakhir masa baktinya sebagai walikota. Dari situlah akan terlihat, layak tidaknya Gibran bertarung pada pilgub DKI Jakarta.
Peluang Gibran untuk Pilgub Jawa Tengah juga sama. Gibran harus tunjukan dulu kinerjanya di Solo. Kalau dipaksakan, lanjut Jamiluddin, hal itu tidak akan baik bagi Gibran sendiri.
“Ia didorong-dorong untuk posisi tertentu yang tidak sesuai kapasitasnya. Itu namanya mendorong Gibran ke jurang,” tegasnya.
Baca juga: Tempatkan PDIP Partai Paling Bersih, Lembaga Survei Harus Jaga Objektifitas
Dari pengamatan Jamiluddin, PDIP memiliki banyak kader yang layak dicalonkan pada pilgub DKI Jakarta. Anggota DPR yang juga pernah menjadi Gubernur DKI, Djarot Syaifullah, penilaian Jamiluddin layak untuk mencoba keberuntungan pada rahun 2024.
Djarot, selain punya kapasitas juga sudah pernah merasakan empuknya kursi gubernur DKI Jakarta. Karena itu, ia sudah tahu beratnya menjadi Gubernur Jakarta.
Djarot juga sudah paham karakteristik warga Jakarta. Begitu juga persoalan Jakarta, seperti kemacetan dan banjir.
“Karena itu, peluang Djarot jauh lebih besar bila maju pada Pilgub DKI Jakarta,” ungkapnya.