Beritaneka.com — Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengungkapkan masih ada celah para mafia minyak goreng untuk menjalankan aksi. MAKI meminta Kejaksaan Agung untuk mengusut tuntas kasus korupsi minyak goreng.
“Masih ada empat pintu yang bisa ditelusuri aparat penegak hukum dari aksi-aksi para mafia minyak goreng,” katanya lewat pesan suara kepada wartawan, Jumat (29/4/2022).
Pintu-pintu tersebut yakni yang pertama kasus kamuflase ekspor minyak mentah kelapa sawit (CPO) sebagai limbah di Lampung. Para oknum korupsi itu sengaja lewat cara ini guna menghindari pembayaran bea keluar.
Kemudian kedua, lanjutnya, dugaan kasus korupsi ekspor CPO sebagai salah satu bahan baku minyak goreng dengan dikamuflasekan bersama sayur-sayuran. Tak lain tujuannya agar tidak membayar pungutan ekspor karena itu sangat merugikan negara.
Baca Juga: Presiden Jokowi: Usut Tuntas Pemain Minyak Goreng
- Hari Ini, One Way Tol Jakarta-Cikampek Sejak Pukul 07.00 WIB
- Mudik Lebaran, 951.000 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek
- Mudik 1.206 Personel Mabesad, KSAD Dudung: Sampaikan Salam untuk Keluarga
- Mudik Lebaran, Gerbang Tol Cikampek Utama Macet Panjang
- Ahmad Riza Patria Digadang Jadi Cagub DKI
- Tangkap Bupati Bogor Ade Yasin, KPK Sita Uang Rp1,024 Miliar
“Lalu pintu yang ketiga, dari sisi tidak terpungutnya pajak pertambahan nilai (PPN) ekspor CPO. PPN ini tidak terpungut dari para mafia minyak goreng yang terus bisa mengekspor CPO tanpa memenuhi ketentuan pemenuhan dalam negeri terlebih dahulu,” paparnya.
Sementara itu, Boyamin menyebut, pintu keempat adalah dari sisi korupsi dana pungutan kelapa sawit yang disubsidi pemerintah ke swasta melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
“Saya sudah diberi datanya dan kita juga sudah serahkan datanya ke Kejaksaan Agung untuk dibuka. Dana pungutan sawit itu kan sebagiannya disubsidi ke perusahaan swasta untuk diolah lagi menjadi biosolar. Kami menduga dana-dana ini tidak digunakan secara benar, dan tidak dipertanggungjawabkan dengan benar,” sambungnya.
Dia menekankan, banyaknya pintu yang bisa ditelusuri itu karena dugaan kasus korupsi oleh mafia minyak goreng tidak mungkin hanya dilakukan beberapa orang, pasti masih ada lagi namun belum tertangkap, termasuk di lingkungan pejabat.
“Saya tetap menghormati penyidikan. Saya tidak akan menyebut nama-nama orangnya, meskipun saya tahu ataupun tidak tahu,” kata dia.
Terakhir, Boyamin berujar, dugaan korupsi pada kasus mafia minyak goreng ini juga bisa ditelusuri dari adanya dugaan beberapa pengusaha yang telah mendapatkan izin penggunaan hutan dan alih fungsi hutan untuk ditanami kelapa sawit.
Setelah mendapatkan sertifikat izin hak guna usaha (HGU), kata Boyamin, dokumen tersebut jadi senjata untuk pinjaman ke bank.
“Setelah mereka dapat HGU ternyata hanya untuk pinjaman bank dan kemudian terjadi kredit macet, diduga uangnya dilarikan ke luar negeri. Dan sawit yang ‘katanya’ untuk perkebunan tapi ternyata terlantar dan tidak panen,” terang Boyamin.
Karena itu, dia mengatakan, Kejaksaan Agung perlu terus didorong menuntaskan kasus ini.
Oleh: Anthony Budiawan
Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies),
member Front Nasional Pancasila Penyelamat Negara
Disampaikan dalam Diskusi Publik,
Diselenggarakan Front Nasional Pancasila Penyelamat Negara
Jakarta, 22 April 2022
Beritaneka.com —Kejaksaan Agung berhasil menangkap dan menetapkan empat orang tersangka kasus korupsi terkait ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya, minyak goreng, pada 19 April 2022. Empat orang tersangka tersebut terdiri dari Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu) Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana dan pejabat dari tiga korporasi, masing-masing Master Parulian Tumanggor (MPT) selaku komisaris utama PT Wilmar Nabati Utama, Stanley MA (SMA) selaku Senior Manager Corporate Affair PT Permata Hijau Group dan Picare Togare Sitanggang (PT) selaku General Manager bagian General Affair PT Musim Mas.
Pelanggaran peraturan ekspor CPO ini juga terindikasi melanggar peraturan kewajiban penyediaan bahan baku dalam negeri dengan harga tertentu, yang dikenal dengan DMO (Domestic Market Obligation) dan DPO (Domestic Price Obligation) yang masing-masing ditetapkan sebesar 20 persen dari jumlah ekspor dengan harga Rp9.300 per kg.
Dampak korupsi pelanggaran ekspor ini mempunyai daya rusak sangat serius bagi kehidupan rakyat Indonesia. Minyak goreng tiba-tiba menjadi langka, meneror kehidupan masyarakat hampir di seluruh Indonesia. Terjadi antrian panjang, pembelian dijatah hanya boleh 2 liter per penduduk, dan harus melampirkan KTP dan KK. Antrian panjang memerlukan waktu berjam-jam hanya untuk bisa membeli dua liter minyak goreng. Bahkan menurut kabar ada dua orang meninggal dunia akibat antrian yang sangat melelahkan.
Baca Juga:
- PPKM Level 1 Boleh Gelar Halalbihalal dengan Tamu 100%
- Bukber Ramadhan Media8 Group-IFS, Kuatkan Silaturahmi Terus Berbagi Kebaikan
- Terhitung 28 April, Pemerintah Larang Ekspor Bahan Baku Minyak Goreng!
- Dinilai Ledek Andika Kangen Band, Tri Suaka dan Zidan Terancam Bayar Royalti Rp1 Miliar
- Mahfud MD: Muhammadiyah Berperan Besar bagi Pembangunan Indonesia
- Operasi Ketupat Lebaran Digelar Mulai 28 April
Untuk mengatasi tragedi minyak goreng akibat korupsi ekspor tersebut, pemerintah malah mengambil kebijakan yang merugikan masyarakat luas. Pemerintah membatalkan DMO dan DPO, dan menetapkan harga minyak goreng kemasan mengikuti harga pasar. Harga kemudian melonjak dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang sebelumnya ditetapkan Rp14.000 per liter menjadi sekitar Rp24.000 hingga Rp28.000 per liter.
Meskipun minyak goreng curah ditetapkan Rp14.000 per liter, tetapi di beberapa daerah sulit didapat dan sering kali harganya jauh melampaui Rp14.000 per liter.
Pada saat bersamaan dengan penghapusan DMO/DPO, pemerintah menaikkan pungutan ekspor dan bea keluar CPO yang membuat penerimaan negara naik (maksimum) 300 dolar AS per ton, kalau harga CPO mencapai 1.500 dolar AS per ton atau lebih. Kedua paket kebijakan ini sangat menyakitkan dan tidak adil, sama saja negara merampas hak rakyat di tengah kesulitan keuangan akibat kenaikan berbagai harga kebutuhan pokok.
Dengan terbukanya dan tertangkapnya empat tersangka kasus korupsi ekspor CPO dan pelanggaran DMO/DPO yang mengakibatkan kegaduhan nasional, masyarakat Indonesia dapat melihat jelas betapa serakahnya pengusaha oligarki minyak sawit dan minyak goreng, dan sekaligus mereka tidak mempunyai empati sama sekali terhadap kesulitan masyarakat Indonesia yang sedang tercekik kenaikan harga berbagai kebutuhan bahan pokok.
Kenaikan harga CPO internasional sudah membuat keuntungan mereka melonjak drastis, tapi sepertinya tidak pernah cukup. Mereka tidak rela menjalankan DMO dan DPO untuk meringankan beban ekonomi masyarakat Indonesia, yang berdasarkan konstitusi adalah pemilik negeri ini: bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya wajib digunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Dengan kata lain, korupsi ekspor CPO ini mencerminkan bahaya pemerintahan oligarki yang bisa mengatur kebijakan pemerintah. Mereka bisa sangat kejam terhadap rakyat jelata dengan turut menentukan kebijakan publik pemerintah untuk kepentingan kelompoknya. Melakukan ekspor dan melanggar kewajiban DMO dan DPO, yang akhirnya membuat barang di dalam negeri menjadi langka.
Oleh karena itu, Front Nasional Pancasila Penyelamat Negara menuntut Kejaksaan Agung agar dapat mengusut tuntas kasus korupsi yang sangat tidak manusiawi ini, dan membongkar semua pihak yang terlibat. Kami percaya bahwa keempat tersangka tersebut bukan satu-satunya pihak yang terlibat. Kejaksaan Agung wajib mengusut apakah ada pejabat pemerintah dengan wewenang yang lebih tinggi dari Dirjen Daglu yang terlibat. Misalnya Menteri Perdagangan atau Menteri lain yang dekat dengan pengusaha tersebut, yang memberi katabelece dan “menekan” Dirjen Daglu?
Dari sudut korporasi, tiga tersangka tersebut jelas bukan pengambil keputusan akhir yang berani melakukan korupsi ekspor CPO dengan melanggar Peraturan Menteri Perdagangan. Mereka terlalu rendah dan jabatannya tidak relevan. Front Nasional Pancasila menuntut Kejaksaan Agung untuk membongkar siapa sebenarnya yang bertanggung jawab atas kasus korupsi yang tidak manusiawi ini: Direksi, atau bahkan pemegang saham pengendali?
Karena kasus korupsi ekspor CPO ini jelas-jelas menguntungkan korporasi yang melakukan ekspor dengan harga yang tinggi, maka Kejaksaan Agung juga wajib mempertimbangkan apakah kasus ini masuk kategori kejahatan korporasi, dan mempunyai konsekuensi pemerintah dapat mencabut izin usaha korporasi tersebut. Selain itu, Kejaksaan Agung juga wajib mengusut apakah ada pihak afiliasi dari direksi atau pemegang saham yang berdomisili di luar negeri diuntungkan dari kasus korupsi ekspor CPO ini.
Menurut Kejaksaan Agung ada 88 perusahaan yang melakukan ekspor CPO dan turunannya selama periode Januari sampai Maret 2022. Karena itu, Kejaksaan Agung wajib mengusut tuntas apakah mereka melanggar peraturan DMO/DPO.
Front Nasional Pancasila juga menuntut DPR memanggil pejabat pengambil keputusan dari tiga korporasi yang terlibat kasus korupsi ekspor CPO tersebut. DPR diharapkan dapat membentuk panitia khusus untuk mengusut tuntas Skandal Ekspor CPO karena tidak manusiawi dan dampak merusaknya sangat serius. DPR juga harus berani mengusulkan pencabutan izin usaha korporasi kalau yang bersangkutan memang aktif terlibat secara institusi.
Beritaneka.com—Kejaksaan Agung mencatat penanganan kasus melalui Restorative Justice (RJ) mencapai ratusan kasus hingga akhir Oktober 2021.
“Sampai dengan 27 Oktober 2021 tercatat sebanyak 314 perkara berhasil diselesaikan dengan restorative justice, di mana terdapat 9 perkara di wilayah hukum Kejati Kalimantan Tengah,” kata Jaksa Agung ST Burhanuddin saat melakukan kunjungan kerja ke Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah pada 28-29 Oktober 2021.
Menurut dia, penegakan hukum lewat restorative justice mendapatkan banyak apresiasi masyarakat. Oleh karena itu, penerapannya harus diperhatikan secara profesional.
“Terobosan ini mendapatkan sambutan positif dari masyarakat, untuk itu tetap pastikan (Restoratif Justice) diterapkan dengan sebaik-baiknya dan profesional, agar keadilan korban yang terenggut benar-benar dipulihkan sehingga tidak menyisakan rasa dendam,” kata Burhanuddin.
Baca Juga: Total Kredit Pinjol Warga Jabar Capai Rp67,7 Triliun
Burhanuddin menegaskan, agar para jaksa tidak main-main dalam penegakan hukum restorative justice. Dia memerintahkan bagian Bidang Pengawasan Kejagung untuk memantau pelaksanaan restorative justice.
“Untuk itu jangan pernah saudara melakukan tindakan tidak terpuji dalam melaksanakan RJ. Serta saya wajibkan saudara mempublikasikan pelaksanaan RJ, dan menyosialisasikan dominus litis Kejaksaan dalam peradilan umum kepada masyarakat, seraya mengedukasi masyarakat agar mengenali hukum dan menjauhi hukuman,” katanya.