Beritaneka.com—Mahasiswa IPB University sedang melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN-T) di Tangerang Selatan berikan edukasi literasi keuangan kepada pelaku ekonomi. Salah satunya adalah rumah tangga konsumen (RTK) yang berada di Kecamatan Setu. Acara ini diselenggarakan untuk mendukung upaya peningkatan pemahaman literasi keuangan dengan cara menyediakan edukasi secara daring.
“Kami ingin setiap rumah tangga mampu membuat suatu keputusan yang efektif dalam mengelola keuangannya di masa kini maupun di masa yang akan datang,” ujar Livdina Anggita Septiani, mahasiswa IPB University.
Baca juga: Mahasiswa IPB Peroleh Gelar Honorable Mention Pengembangan Produk Pangan
Dalam webinar “Pentingnya Pemahaman literasi keuangan untuk Rumah Tangga”, Tintin Sarianti, SP MM, dosen dari Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB University menjelaskan alasan dibutuhkannya pemahaman literasi keuangan.
Menurutnya, literasi keuangan yang baik sangat diperlukan untuk mendukung berbagai fungsi ekonomi. Salah satunya dengan memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan yang saat ini cenderung ke arah teknologi digital. Seperti menggunakan e-wallet atau dompet elektronik yang dapat mendukung fungsi-fungsi ekonomi.
Jika masyarakat sudah mendukung fungsi-fungsi ekonomi dengan menjalankan berbagai aktivitas ekonomi, maka dapat memiliki dampak yang sangat besar terhadap perkembangan perekonomian suatu negara. Dengan tingkat literasi keuangan yang baik maka masyarakat mampu mengelola keuangannya dan mampu meningkatkan pendapatannya.
“Mereka juga tidak secara mudah menghabiskan sumberdaya keuangannya pada berbagai hal yang sifatnya konsumtif. Akan tetapi, diarahkan kepada kegiatan yang lebih produktif seperti melakukan investasi,” imbuh Pakar Manajemen Agribisnis IPB University ini.
Titin melanjutkan bahwa dalam pengelolaan keuangan rumah tangga, salah satu faktor penting adalah keterbukaan keuangan antara suami dan istri. Hal ini akan menentukan seberapa sehat kondisi keuangan dalam rumah tangga tersebut.
“Ketika istri tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan sendiri, mereka harus bisa mengatur keuangan rumah tangga dengan baik. Ini karena kesejahteraan rumah tangga berawal dari sini,“ ujar Pengampu Mata Kuliah Perilaku Konsumen di Sekolah Vokasi IPB University ini.
Baca juga: Gunakan Gambir Kurangi Dampak Korosi, Mahasiswa IPB Raih Juara 1 Lomba Esai
Titin menambahkan bahwa berdasarkan survei nasional literasi keuangan yang dilakukan OJK (2019), perempuan di Indonesia memiliki pengetahuan, keyakinan, keterampilan, sikap dan perilaku keuangan sebesar 36,13 persen. Sedangkan laki-laki sebesar 39,94 persen. Artinya, tingkat literasi keuangan perempuan masih lebih rendah dibandingkan laki-laki.
“Maka perempuan harus memiliki keterampilan dalam mengelola keuangan. Perempuan harus dapat berperan lebih aktif dan baik dalam mengoptimalkan uang tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan rumah tangganya,“ ujarnya
Beritaneka.com—Ketua Departemen Ekonomi & Pembangunan, Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Investasi (Ekuin) DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Farouk Abdullah Alwyni menyampaikan ada persoalan mendasar dibalik ledakan persoalan Covid-19 yang semakin tidak terkendali.
Dalam penjelasan alumnus New York University ini, persoalan kesehatan yang dihadapi Indonesia saat ini menunjukkan persoalan mendasar terkait paradigma pembangunan negara selama ini.
Paradigma pembangunan selama ini yang cenderung “short-sighted” dan hanya menekankan pada pendekatan pertumbuhan ekonomi semata, pada akhirnya mengekspos salah satu persoalan pembangunan mendasar yang dihadapi Indonesia, yakni masalah kesehatan.
“Cara pandang yang sekedar menyamakan pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi semata berkontribusi besar terhadap kegagalan fundamental dalam pembangunan sektor kesehatan,” katanya.
Baca juga: Soal Kisruh KPK, Farouk: Tiga Hal Krusial Perlu Dibuktikan Presiden
Farouk menjelaskan, persoalan lemahnya sektor kesehatan Indonesia sebenarnya adalah bukan hal yang baru dan sudah ada sejak sebelum persoalan Covid-19, level kesehatan Indonesia dalam konteks internasional adalah tergolong rendah.
Berdasarkan laporan World Economic Forum – Global Competitiveness Index 2019 Indonesia berada dalam posisi 96 dari 141 negara dan berada diposisi 6 di ASEAN dibawah Singapura (1), Thailand (38), Brunei (62), Malaysia (66), dan Vietnam (71).
Dengan menggunakan Human Development Index (HDI) dari UNDP (2020) Indonesia juga berada dalam posisi 6 dibawah negara-negara ASEAN tersebut diatas terkait ranking kesehatan (berdasarkan life expectancy).
Mantan Direktur Bank Muamalat ini menambahkan, belum lagi kalau kita soroti persoalan stunting yang mencapai 37%, hal ini menurut Bank Dunia melebihi banyak negara di Asia Tenggara seperti Myanmar (35%), Filipina (33%), Vietnam (23%), Malaysia (17.5%), dan Thailand (16%).
Fakta lain yang kurang menggembirakan terkait tingkat kematian Ibu dalam proses kelahiran (maternal mortality ratio), yang mencapai 177 untuk setiap 100,000 kelahiran, bandingkan dengan rata-rata negara maju (OECD) yang hanya berjumlah 14, jumlah ini bahkan melebihi Timor Leste yang berjumlah 142.
Baca juga: KPK Dilemahkan, PKS: Berdampak Buruk Terhadap Investasi
Persoalan yang serupa juga dapat dilihat dari jumlah kematian bayi (infant mortality rate), dimana untuk setiap 1000 kelahiran mencapai 21, jauh lebih tinggi dari Thailand (8) dan Malaysia (7).
Hal yang perlu digaris bawahi menurut Farouk adalah ledakan pandemic Covid-19 sekarang ini sesungguhnya adalah sekedar sebuah konsekuensi logis dari kesalahan paradigma pembangunan negara selama ini, yang mereduksi konsep pembangunan menjadi sekedar pertumbuhan ekonomi saja.
Paradigma pembangunan yang seperti ini mengabaikan banyak aspek fundamental dari pembangunan itu sendiri, yang dalam hal ini adalah pembangunan sektor kesehatan yang berkualitas, ketiadaan inilah, yang pada gilirannya justru membuat perekonomian kita memburuk dan mundur kebelakang.
Pada akhirnya, biaya yang dikeluarkan menjadi sangat mahal. BPK menyebutkan diakhir tahun 2020 bahwa total anggaran penanganan Covid-19 mencapai Rp. 1.035,2 triliun.
“Sebuah nilai yang fantastis, sekitar 13%-nya saja disebutkan oleh Sri Mulyani sudah bisa membiayai 9.352 jalan, atau 293.222 meter jembatan, atau 67.708 unit sekolah,” jelas Farouk Alwyni.