Beritaneka.com, Jakarta—Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, kiai dan santri memiliki peran dan kontribusi besar terhadap negara Indonesia, mulai dari perjuangannya untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), menyusun ideologi hingga mengisi kemerdekaan.
“Peranan pesantren begitu sangat besar terhadap NKRI, mulai awal berdirinya negara, menyusun ideologi yang menjadi pedoman hidup bersama dalam bernegara, merebut dan mempertahankan Indonesia dari penjajah, serta mengisi kemerdekaan,” kata Mahfud MD di Lamongan, Jawa Timur, Rabu, dikutip dari Antara.
Mahfud mengemukakan, ulama dari berbagai ormas Islam dan pesantren ikut masuk dalam menentukan masa depan negara saat itu, termasuk memberikan warna dalam penyusunan ideologi.
Bagaimana ulama pada saat itu telah melewati perdebatan panjang melalui retorika, dalil-dalil dan istikhoroh dalam merumuskan Pancasila.
Besarnya peran ulama dan santri ini dilakukan sebelum Indonesia merdeka hingga sekarang, seperti saat Indonesia dijajah Jepang, pembentukan BPUPKI, hingga waktu Belanda kembali masuk saat Indonesia menyatakan kemerdekaannya.
Belanda sebagai bagian dari kelompok sekutu yang memenangkan perang dunia II, ingin kembali menjajah dan menguasai Indonesia. Sebab, sekutu merasa punya tanggung jawab atas wilayah-wilayah jajahan Jepang, termasuk Indonesia.
“Akibatnya, pemerintah Indonesia sempat kewalahan hingga hijrah ke Yogyakarta pada tahun 1946, kira – kira 6 bulan sesudah kemerdekaan. Nah di situ, pondok pesantren punya peran yang sangat besar, salah satunya melalui Masyumi yang dipimpin oleh Kiai Hasyim Asy’ari,” ujarnya.
Mahfud MD menegaskan, kala itu Kiai Hasyim Asyari juga menginisiasi munculnya keputusan penting, yakni pertama, umat Islam akan membentuk Hizbullah, tenaga-tenaga tentara dari kalangan Islam. Kedua mendirikan Sekolah Tinggi Islam (STI).
Hizbullah itu menjadi cikal bakal tentara di Indonesia. Kemudian STI diresmikan pada tanggal 8 Juli di Gondangdia, Jakarta, dengan membuka 2 fakultas, yakni agama dan sosiologi. Bahkan saat pemerintah hijrah tahun 1946, STI di Jakarta juga ikut pindah ke Yogyakarta.
“STI ini lalu berubah jadi Universitas Islam Indonesia di Yogyakarta. Itu adalah kreasi Kiai Hasyim Asy’ari dan ulama dari kalangan pesantren. Sumbangan dan perannya terhadap bangsa ini sangat besar,” ucapnya.
Meski begitu, lanjut Mahfud, pascakemerdekaan banyak pejuang dari kalangan pesantren yang terpinggirkan. Hal itu lantaran imbas dari politik pendidikan yang diwariskan oleh Pemerintah Hindia Belanda yang cenderung diskriminatif.
“Pejuang, anak-anak muda, dan tokoh Islam banyak yang tidak tertampung dalam tugas-tugas di pemerintahan negara baru. Kemudian banyak kalangan Islam yang memutuskan untuk kembali ke pesantren dan fokus dalam mendidik santrinya. Tapi ada juga yang marah karena tidak tertampung,” kata dia.
Di hadapan 500 ulama dalam halaqah, Mahfud mengajak agar bersama-sama mengelola negara dan memajukan Indonesia dengan sebaik-baiknya. Sebab, berkat peran dan partisipasi ulama dalam bernegara, kini Indonesia telah mengalami peningkatan moralitas yang signifikan.
“Sistem pengajaran nasional kita memberikan tempat bagi pendidikan Islam. Dalam Undang-Undang, pendidikan diselenggarakan berdasarkan iman, taqwa dan akhlak. Ini hasil perdebatan dan perjuangan para santri. Mari kita teruskan perjuangan itu,” katanya.