Beritaneka.com—Bidang Ekonomi dan Keuangan, Dewan Pengurus Pusat Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendesak Presiden Jokowi ambil sikap terhadap dua bawahannya, Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, yang diduga terlibat dalam bisnis tes PCR di bawah nama PT Genomik Solidaritas Indonesia (PT GSI).
Memiliki laboratorium di Cilandak, Jakarta Selatan, dan disebut telah melakukan lebih dari 700 ribu tes PCR, PT GSI tercatat memiliki afiliasi dengan Luhut dan Erick dalam struktur kepemilikan saham. Luhut dan Erick masing-masing memiliki 242 dan 485 lembar saham di perusahaan ini.
“Akan jadi preseden buruk jika Pak Jokowi membiarkan konflik kepentingan dipertontonkan telanjang di sekitarnya. Pak Luhut dan Pak Erick terlibat menyusun aturan yang mewajibkan tes PCR bagi masyarakat, hla kok mereka juga yang menyediakan alat-alat tesnya di pasaran, harganya mahal pula,” ucap Ketua Departemen Ekonomi dan Pembangunan DPP PKS, Farouk Abdullah Alwyni.
Baca juga: Masuki Era ‘Living with Covid-19’, PKS: Pemerintah Perlu Restorasi Hak Rakyat
Diketahui, selain membuka jasa PCR di lokasi lab Cilandak, PT GSI juga menawarkan layanan datang ke rumah atau kantor (home service) untuk perusahaan maupun konsumen perorangan.
Soal eksistensi perusahaan yang berdiri sejak April 2020 silam ini, Farouk juga mengkritisi kemunculan narasi-narasi aneh yang menyebut bahwa PT GSI merupakan inisiatif aksi turun tangan dari Luhut dan Erick. Keberadaan PT GSI, lebih dari itu, bahkan diklaim sebagai bentuk solidaritas ketika wabah Covid-19 awal merebak.
“Narasi tersebut tak cukup memiliki explanatory power [daya penjelas] atas permasalahan yang sedang berlangsung. Lagi pula, kalau pendirian PT GSI disebut sebagai bentuk solidaritas, nyatanya ia sebelumnya tetap mematok tarif tes PCR sampai Rp2,5 juta per orang. Pantaskah sebutannya solidaritas kalau tarifnya semahal itu, rasanya tidak,” kata Farouk Alwyni.
Baca juga: Kenaikan Tarif PNBP Perikanan, PKS Nilai Beratkan Nelayan
Baru diketahui belakangan bahwa tarif tes PCR bisa ditekan lebih murah. Terhitung sudah tiga kali pemerintah menurunkan tarif PCR: menjadi Rp900 ribu pada Oktober 2020: menjadi Rp495-525 ribu pada Agustus 2021; dan menjadi Rp275-300 ribu pada Oktober 2021.
“Menurut perhitungan kami, tarif yang berlaku hari ini pun sebetulnya masih bisa dikompres menjadi Rp100 ribu per tes PCR. Di luar sana bahkan ada pengakuan terbaru bahwa biaya tes PCR bisa cukup hanya Rp10 ribu saja, namun ini perlu dikaji ulang,” kata Farouk Alwyni.
Meski demikian, Farouk Alwyni mengatakan perhitungan-perhitungan baru tersebut tidak bisa menghapus fakta bahwa PT GSI sejak awal telah meraup keuntungan besar dari penderitaan orang banyak.
Seperti diketahui, tes PCR digalakkan pemerintah untuk melacak penyebaran Covid-19. PCR juga menjadi syarat perjalanan. “Dan, di balik aturan-aturan dan persyaratan tersebut, sekali lagi, ada andil dua nama menteri Presiden Jokowi,” kata Farouk Alwyni.
Jika benar ada afiliasi perusahaan ini dengan pejabat publik pembuat keputusan (yang dengan begitu sebagian keuntungan perusahaan mengalir ke kantong mereka), maka menurut Farouk Alwyni persoalan carut-marut ini perlu segera ditindak tegas.
“Jika Presiden tak mengambil tindakan apapun, dapat diartikan secara implisit bahwa ia mengizinkan orang-orang terdekatnya meminggirkan etika yang semestinya dimiliki oleh pejabat publik, lebih dari itu apa yang mereka lakukan juga ada potensi tindak pidana berdasarkan UU No. 28 Tahun 1991 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, ” kata Farouk Alwyni.
Baca juga: Pembangunan Kereta Api Cepat Disuntik APBN, PKS: Hanya Akal-akalan Pemerintah
Farouk menyarankan agar presiden dapat mengambil teladan dari apa yang pernah terjadi di Korea Selatan semasa dipimpin Presiden Park Geun-hye.
Pada 10 Maret 2017, Presiden Park dimakzulkan karena membiarkan sahabatnya, Choi Soon-Sil, mencampuri urusan negara. Choi menggunakan kekuasaan Park untuk menekan perusahaan-perusahaan besar agar menyumbangkan dana ke yayasannya.
“Yang hebat adalah sebelum Nyonya Park lengser, ia 3 kali melakukan permintaan maaf di hadapan publik Korsel dan mengaku patah hati mengetahui krisis politik di Korsel disebabkan oleh orang-orang terdekatnya,” kata Farouk Alwyni.