Beritaneka.com — Megawati Soekarnoputri meraih gelar profesor kehormatan di bidang ilmu kebijakan seni dan ekonomi kreatif dari Seoul Institute of the Arts (SIA) pada Rabu (11/5/2022). Presiden Indonesia Ke-5 ini mengucapkan terima kasih atas pemberian penghargaan tersebut.
Megawati menangis haru saat menyebut nama mendiang ayahnya Ir. Soekarno, Presiden Pertama Republik Indonesia.
“Saya sungguh mengucapkan terima kasih atas penghargaan yang diberikan Seoul Institute, merupakan sebuah kehormatan gelar profesor ini bagi saya, Bung Soekarno yang merupakan proklamator dan Presiden RI pertama, serta seluruh jajaran PDI Perjuangan,” kata Mega dengan nada terisak.
Baca Juga:
Dana Gorden Rumdin DPR Rp43,5 Miliar Lolos, Ini Kata Johan Budi
Mega mengaku merasa terhormat karena menjadi orang Indonesia pertama menerima kehormatan ini dan juga orang Asia pertama yang mendapatkan penghargaan dari SIA.
Menurutnya penghargaan diberikan karena dirinya dinilai memiliki komitmen tinggi salah satuya terhadap perdamaian dunia.
“Sungguh ini merupakan tanggung-jawab dengan kehormatan yang sangat besar. Saya dinilai memiliki komitmen tinggi terhadap perdamaian dunia, membangun demokrasi, dan kepedulian terhadap lingkungan dan kebudayaan,” kata Mega.
Mega menjelaskan, Pancasila telah menyatukan bangsa Indonesia yang amat beragam dan menjadi sistem politik, ekonomi, otonomi, dan kebudayaan masyarakat di Tanah Air. “Kami merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. 17.000 pulau. Terdiri dari sejumlah suku bangsa 1.340 suku bangsa, 718 bahasa daerah, 9.770 ragam seni budaya, 1.086 diantaranya sudah ditetapkan sebagai warisan budaya,” kata Mega.
Oleh: M. Jamiluddin Ritonga, Pengamat Komunikasi Politik Universitad Esa Unggul.
Beritaneka.com—Dunia akademik di Indonesia dikejutkan dengan rencana Universitas Pertahanan (Unhan) akan menganugrahkan jabatan akademiki profesor kepada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri pada hari ini, Jumat (11/6/2021).
Terkejut karena para akademisi untuk memperoleh jabatan akademik tertinggi di perguruan tinggi itu memerlukan proses panjang dan berliku. Pendidikannya juga harus lulusan S3 (doktor)
Untuk Profesor Madya saja, akademisi harus memiliki kumulatif angka kredit (KUM) 850. Sementara untuk Profesor penuh diperlukan KUM 1000.
Baca juga: Reformasi Dipersimpangan Jalan
KUM tersebut dikumpulkan akademisi dari unsur pengajaran, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan unsur pendukung seperti mengikuti seminar ilmiah.
Bahkan akademisi harus menulis artikel yang dimuat di Scopus. Hingga saat ini banyak akademisi belum memperoleh jabatan profesor karena terganjal pada pemuatan artikel di Scopus.
Karena itu, para akademisi merasa tidak adil bila ada seseorang yang terkesan begitu mudahnya memperoleh jabatan profesor. Moral akademisi bisa-bisa melorot melihat realitas tersebut.
Apalagi kesan politis begitu kental dari pemberian jabatan profesor tersebut. Para akademisi semakin kecewa karena melihat secara vulgar aspek akademis sudah berbaur dengan sisi politis.
Karena itu, Menteri Pendidikan seyogyanya menertibkan pemberian jabatan profesor. Sudah saatnya aspek politis dipisahkan secara tegas dengan aspek akademis dalam pemberian profesor.
Baca juga: Jamiluddin Ritonga: Blunder Jokowi Berulang
Untuk itu, sudah saatnya menteri pendidikan tidak lagi terlibat dalam pemberian jabatan profesor. Sebab, menteri sebagai jabatan politis tidak selayaknya terlibat dalam pemberian jabatan akademis.
Pemberian jabatan profesor sudah saatnya diberikan kewenangan sepenuhnya kepada setiap perguruan tinggi. Bahkan di Jerman, pemberian jabatan profesor menjadi kewenangan fakultas. Dengan begitu, kemurnian akademis akan lebih kental dalan penetapan profesor.
M. Jamiluddin Ritonga. mengajar:
1. Metode Penelitian Komunikasi
2. Riset Kehumasan
Menulis buku:
1. Perang Bush Memburu Osama
2. Tipologi Pesan Persuasif
3. Riset Kehumasan
Dekan FIKOM IISIP Jakarta 1996 – 1999.