Beritaneka.com—Pemerintah tengah fokus berupaya mengatasi kemiskinan ekstrem. Menurut data BPS ada 4 persen orang miskin ekstrim dari total penduduk Indonesia atau sekitar 10,86 juta jiwa. Pemerintah targetkan kemiskinan ekstrem nol persen pada 2024.
Program percepatan pengentasan kemiskinan ekstrem menyasar penduduk miskin ekstrem di 25 provinsi dan 212 kabupaten/kota di Indonesia. Namun, Presiden meminta Wapres dan para menteri untuk fokus di tujuh provinsi terlebih dahulu, yakni Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Papua, Maluku, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
“Jadi kemiskinan ekstrem itu sebenarnya ada di 25 provinsi dan berada di 212 kabupaten/kota, tapi arahan Presiden Jokowi, karena yang bertanggungjawab mengkoordinasi ini adalah Wapres, Presiden meminta kepada Wapres dan Menteri-Menteri untuk fokus di 7 provinsi dulu,” ujar Juru Bicara Wapres Masduki Baidlowi, seperti dilansir di web resmi Wapres, Selasa (31/08).
Baca juga: Angka Kemiskinan Ekstrim Masih Besar, Wapres: Perlu Sinergi Semua Pihak
Alasan dipilihnya 7 provinsi tersebut, Masduki menjelaskan bahwa hal ini didasari keterbatasan dana dan ketujuh provinsi tersebut dinilai memiliki tingkat kemiskinan ekstrem yang signifikan. Diibaratkan hujan dengan air yang terbatas, kata Masduki, tentu tidak maksimal membasahi seluruh area yang luas, sehingga perlu fokus di daerah tertentu dahulu agar hasilnya optimal.
“Ibarat hujan menyirami, kalau semua tempat dengan air yang terbatas, maka tidak semuanya akan basah. Maka harus dilakukan focusing. Focusing-nya di 7 provinsi itu, dan memang relatif cukup signifikan kemiskinan ekstrem di daerah itu,” jelasnya.
Dari 7 provinsi yang terpilih tersebut, tutur Masduki, nantinya akan diambil 5 kabupaten/kota dari masing-masing provinsi, sehingga secara total fokus penanganan kemiskinan ekstrem tahun ini akan menyasar 35 kabupaten/kota. Menurutnya pemilihan kabupaten/kota ini didasarkan pada data BPS.
“Jadi nanti setelah tahun ini ada di 7 provinsi, maka berikutnya akan ke provinsi-provinsi yang lain dari 25 provinsi itu, dan itu ditargetkan sampai 2024,” jelasnya.
Konsolidasi Data
Dalam upaya mengatasi kemiskinan ekstrem utamanya di 7 provinsi yang menjadi fokus tahun ini, menurut Masduki, Wapres menekankan pentingnya konsolidasi dan pembaharuan data.
“Yang diminta oleh wapres itu sebenarnya ada konsolidasi data, updating data. Karena banyak sekali data ini masih perlu dikonsolidasi, perlu diupdate. Contoh, sekarang akibat pandemi itu banyak juga orang-orang yang miskin baru, orang yang ditinggal mati suami/istri itu akan (bisa) menjadi miskin, anak-anak apalagi, anak-anak yatim juga makin banyak. Nah ini harus dikonsolidasi,” jelasnya.
Baca juga: Wapres Ma’ruf Amin: Pers Agar Berempati Di Tengah Pandemi
Terkait konsolidasi data ini, kata Masduki, Wapres meminta Menteri Sosial (Mensos) untuk menyempurnakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Menurutnya, DTKS ini bukan data umum dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) atau lembaga survei penduduk, tetapi data yang benar-benar menyasar rumah tangga.
“Ini diminta ke Mensos agar berkoordinasi dengan kementerian-kementerian yang lain, salah satunya Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi,” ungkapnya.
Beritaneka.com—Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta perhatian semua kalangan fokus menangani angka kemiskinan ekstrim yang jumlahnya masih besar di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tingkat kemiskinan ekstrem Indonesia mencapai 4 persen atau sekitar 10,86 juta jiwa.
Untuk mengatasinya, diperlukan sinergi kementerian dan lembaga terkait di dalam mendorong percepatan pengentasan kemiskinan ekstrem yang ditargetkan mecapai nol persen pada tahun 2024.
“Jadi, yang harus kita turunkan itu adalah yang 10,86 juta jiwa ini. Oleh karena itu, kita fokus pada kantong-kantong kemiskinan ini dan menyelesaikan kemiskinan ekstrem,” ucap Wapres Ma’ruf Amin seperti dimuat di laman resmi wapres, Kamis (26/08).
Baca juga: Wapres Ma’ruf Amin: Pers Agar Berempati Di Tengah Pandemi
Wapres menjelaskan saat ini pemerintah melalui berbagai kementerian dan lembaga melaksanakan program yang dibagi dalam dua kelompok utama, yaitu kelompok program penurunan beban pengeluaran rumah tangga dan kelompok program peningkatan produktivitas masyarakat yang diharapkan mampu mendorong percepatan pengentasan kemiskinan ekstrem.
“Dalam jangka panjang itu 2024, kita harus menyelesaikan seluruhnya. Ini terdiri dari dua program kita dalam penanggulangan kemiskinan, pertama adalah subsidi/bantuan, yang kedua adalah program pemberdayaan,” jelas Wapres.
Wapres mengakui bahwa tidak mudah dalam mengupayakan pengentasan kemiskinan ekstrem ini, namun Wapres optimis bahwa target tersebut dapat tercapai.
“Ini memang bukan hal yang mudah ya 2024 itu menjadi nol persen pada kemiskinan ekstrem ini. Namun, dalam jangka panjang hingga 2024 itu, kita harus menyelesaikan seluruhnya melalui program pemberdayaan yang ada di berbagai kementerian dan lembaga,” ujar Wapres.
Menutup arahannya, Wapres menunjuk Menteri Koordinator PMK agar dapat mengoordinasikan pembentukan Tim Manajemen Pengendalian Pelaksanaan Program Percepatan Pengentasan Kemiskinan Ekstrem untuk dapat memudahkan dalam memantau dan mengendalikan program yang diupayakan kementerian dan lembaga yang terkait.
“Saya minta kepada Pak Menko PMK untuk dapat mengoordinasikan Tim Manajemen Pengendalian Pelaksanaan Program Percepatan Pengentasan Kemiskinan Ekstrem. Ini penting ya,” tegasnya.
“Saya yakin kalau kerja kolaborasi ini bisa kita wujudkan, nol persen untuk kemiskinan di tahun 2024 pasti akan kita capai,” harapnya.
Baca juga: Wapres: Perbaiki Data Penerima dan Percepat Distribusi Bantuan Sosial
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang PMK Muhadjir Effendi menuturkan strategi konsolidasi pengurangan beban pengeluaran, seperti pemetaan seluruh bansos yang diintegrasikan menggunakan satu sumber data, menghitung kembali nilai bansos yang diberikan, pemberian kuota alokasi bansos mempertimbangkan tingkat kemiskinan daerah, serta adanya sinergi program pemberdayaan yang ada di kementerian/lembaga terkait dengan sasaran intervensi yang sama.
“Perlunya adanya fokus, bukan hanya tempat, namun bagaimana kementeran/lembaga yang memiliki program diberi tugas untuk wilayah tertentu, tidak harus disebar nasional, sehingga jumlah yang anggaran terbatas di masing-masing kementerian/lembaga dapat memenuhi daya ungkit,” tutur Muhadjir.
Sementara itu, Menteri Sosial Tri Rismaharini menekankan pentingnya program pengentasan kemiskinan yang tidak hanya memberikan bantuan saja, namun juga dengan upaya memberdayakan masyarakat untuk dapat berusaha agar mendapatkan akses ekonomi yang lebih baik
“Kalau kita hanya mengandalkan bantuan, maka kita tidak akan cukup. Bantuan memang harus diberikan pada orang yang memang tidak bisa bergerak, misalkan lansia miskin, janda dengan anak yaitm. Tapi kalau mereka masih bisa diajak kerja, maka mereka harus berusaha. Ini yang coba kami lakukan,” tegas Risma.