Beritaneka.com—Pimpinan Pusat Muhammadiyah menilai proses perumusan hingga penetapan isinya, Pancasila sudah berada di jalur moderat. Meski mayoritas perumusnya adalah tokoh Islam, berbagai kelompok bangsa dan agama ikut terlibat.
Melihat sejarah itu, Muhammadiyah menyerukan fakta itu menjadi pedoman bagi para elit bangsa, baik di posisi rezim ataupun oposisi untuk mengawal pengelolaan negara. Sikap konfrontatif yang selama ini dilakukan sebagai oposisi ataupun rezim sebaiknya dihindarkan.
“Pikiran-pikiran loyalis maupun kritis yang hidup di tubuh bangsa Indonesia seyogyanya mengandung pikiran dan cara-cara yang moderat atau jalan tengah dan tidak berparadigma radikal-ekstrem. Inilah jiwa dan karakter Indonesia berdasarkan Pancasila yang moderat, Indonesia Jalan Tengah,” tegas Haedar.
Baca juga: Pendirian UMAM, Upaya Muhammadiyah Menghidupkan Peradaban Islam
Dalam pidato kebangsaan yang disiarkan oleh CNN Indonesia, Senin (30/8) Haedar menjelaskan bahwa jalan moderat Pancasila itu terlihat pada proses sidang BPUPKI yang berlangsung keras dan tajam, namun masing-masing pihak tetap bersikap objektif dan berjiwa kenegarawanan.
Teladan yang paling tajam, menurut Haedar adalah kebesaran hati seorang Ki Bagus Hadikusumo beserta para tokoh Islam lainnya untuk melepas tujuh kata Piagam Jakarta dalam sila pertama Pancasila.
Tak heran Menteri Agama Alamsjah Ratu Perwiranegara menurut Haedar pernah menyatakan bahwa Pancasila sejatinya adalah hadiah terbesar dari umat Islam.
Sikap kenegarawanan yang tidak ekstrim mempertahankan kepentingan golongan ketika dihadapkan dengan masalah bangsa yang lebih besar ini diharapkan Haedar diresapi oleh para loyalis, maupun kritikus pemerintahan.
“Pancasila sebagai titik temu dari kemajemukan terjadi selain atas jiwa kenegarwanan para tokoh bangsa melalui proses musyawarah-mufakat, secara substansial di dalamnya terkandung ideologi tengahan atau moderat,” pungkas Haedar.