Beritaneka.com—Pimpinan MPR sepakat meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memecat Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan. MPR kecewa kepada Sri Mulyani karena diundang dua kali tidak pernah datang.
Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga menilai permintaan Pimpinan MPR yang disampaikan Fadel Muhammad itu mengejutkan. Sebab, sebagai pimpinan MPR bukanlah rananya untuk meminta presiden memecat menteri.
Baca juga: Sri Mulyani: Ketahanan Pangan Jadi Perhatian Pemerintah
Indonesia sebagai negara yang menganut presidensil, jelas Jamiluddin tentu mengangkat dan memberhentikan menteri menjadi hak prerogatif presiden. Karena itu, siapa pun, termasuk MPR, tidak berhak menekan presiden untuk memecat menterinya.
“Kiranya akan berbeda bila Indonesia menganut sistem parlementer. Legislatif masih dimungkinkan untuk cawe-cawe urusan pengangkatan dan pemberhentian menteri,” ujar Dekan FIKOM IISIP Jakarta 1996 – 1999 ini.
Baca juga: Fokus Penguasaan Wilayah, Sri Muyani Resmikan Reorganisasi Direktorat Jenderal Pajak
Jamiluddin menegaskan, MPR sudah melampaui batas kewenangannya ketika meminta Jokowi memecat Sri Mulyani. Pimpinan MPR seolah tidak memahani tugas dan fungsinya setelah UUD 1945 diamandemen.
“Karena itu, Presiden Jokowi idealnya mengabaikan permintaan pimpinan MPR tersebut. Sebab, kalau hal itu dituruti akan menjadi preseden buruk dalam kehidupan tata negara di Indonesia,”ungkapnya.
Baca juga: Wacana PPN Sembako, Bhima Yudistira: Argumentasi Pemerintah Lemah
Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)
Beritaneka.com—Setiap negara mempunyai Konstitusi. Konstitusi Indonesia dinamakan Undang-Undang Dasar (UUD). Tapi, apa sebenarnya arti konstitusi, dan apa gunanya? Apakah hanya untuk melengkapi keperluan dokumen negara, dan berfungsi sebagai hiasan belaka? Atau hanya untuk gagah-gagahan saja?
Menurut kamus Merriam-Webster, Konstitusi adalah dokumen yang mengatur prinsip dasar dan hukum dari sebuah negara, yang di dalamnya mengatur wewenang dan tanggung jawab pemerintah sebagai penyelenggara negara di satu sisi, dan juga mengatur kewajiban pemerintah untuk memberi perlindungan terhadap hak-hak rakyat di lain sisi.
Jadi, Konstitusi adalah pertama, mengatur pemerintah (presiden) dalam menjalankan tugas pemerintahan dengan batasan-batasan mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Kedua, memberi tanggung jawab kepada pemerintah (presiden) untuk memberi perlindungan terhadap hak-hak rakyat.
Baca juga: Sikap ABS Menyeruak di Istana Negara
Misalnya hak merdeka (kebebasan) menyampaikan pendapat dan menentukan pilihan, hak untuk memilih dan dipilih, hak mendapatkan keadilan, baik keadilan hukum atau keadilan ekonomi, dan lainnya.
Dalam menjalankan tugasnya, pemerintah tidak boleh bertindak melampaui wewenang yang diberikan di dalam konstitusi. Kalau pemerintah melanggar, maka rakyat mempunyai hak untuk memberhentikan dan mengganti.
Tugas untuk mengawasi pemerintah agar menjalankan tugasnya sesuai wewenang yang diberikan di dalam konstitusi, maka rakyat menunjuk perwakilan rakyat, yang dinamakan DPR dan MPR dalam konstitusi Indonesia, atau House of Representatives dan Congress di Amerika Serikat.
Kalau pemerintah melanggar ketentuan konstitusi, melanggar ketentuan UUD, maka perwakilan rakyat wajib memberhentikan pemerintah (presiden). Karena untuk tujuan itu lah DPR dan MPR dibentuk. Meskipun presiden dipilih secara langsung oleh rakyat.
Sebagai pembanding, presiden Amerika Serikat juga dipilih secara langsung oleh rakyat. Tetapi, House of Representatives dan Congress dapat memberhentikan presiden kalau melanggar konstitusi.
Dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat dikatakan:
“….. That whenever any Form of Government becomes destructive of these ends, it is the Right of the People to alter or to abolish it, and to institute new Government, ….”
Intinya, …. rakyat mempunyai hak untuk memberhentikan dan mengganti presiden kalau melanggar konstitusi …
Selain itu, tugas inti DPR lainnya adalah membuat undang-undang untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, demi kepentingan rakyat umum, bukan untuk kepentingan sekelompok rakyat tertentu.
Bagaimana kalau wakil rakyat, DPR dan MPR, tidak menjalankan tugasnya sesuai konstitusi, atau melanggar konstitusi?
Bagaimana kalau DPR membuat peraturan dan undang-undang yang merugikan rakyat umum dan berpihak kepada sekelompok kecil masyarakat yang dinamakan oligarki?
Bagaimana kalau DPR dan MPR membiarkan pemerintah (presiden dan aparat hukum) melanggar konstitusi? Yang artinya DPR dan MPR juga melanggar konstitusi?
Atau bagaimana kalau DPR menyerahkan (sebagian) hak legislatifnya kepada pemerintah (presiden) sehingga DPR kehilangan (sebagian) fungsi legislatif dan tidak bisa melakukan pengawasan lagi?
Dalam hal ini, rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, sesuai yang dinyatakan dalam konstitusi UUD, khususnya Pembukaan UUD yang mengatakan Kedaulatan ada di tangan rakyat, mempunyai hak untuk memberhentikan semua perwakilan rakyat yang melanggar UUD. Artinya, rakyat berhak membubarkan DPR dan MPR yang melanggar UUD.
Baca juga: Pertamina Sulit Berkembang karena Dibebani Pungutan Segunung
Ketentuan ini berlaku bagi semua pihak, tanpa kecuali. Juga termasuk bagi partai politik yang melanggar UUD, wajib bubar. Misalnya, partai politik minta atau menentukan mahar politik bagi calon pimpinan nasional, baik calon presiden, calon kepala daerah, atau calon anggota DPR. Atau bahkan membatasi hak seseorang untuk menjadi pimpinan nasional dengan menetapkan threshold.
Kalau semua pihak yang melanggar konstitusi bersekongkol dan tidak mau mundur, maka rakyat harus mempunyai kesempatan untuk melaksanakan hak daulatnya, dengan membubarkan semua institusi perwakilan rakyat dan pemerintah, untuk kemudian mengadakan pemilihan umum kembali.
Artinya, konstitusi bukan untuk hiasan saja sebagai pelengkap dokumen negara. Tetapi untuk dilaksanakan oleh semua pihak yang disebut di dalam konstitusi. Pihak yang melanggar konstitusi harus diberhentikan atau dibubarkan.
Penegakan konstitusi seperti digambarkan di atas menjadi prasyarat mutlak untuk Indonesia bisa maju. Penegakan konstitusi menjadi bagian dari penegakan hukum, yang mana menjadi prasyarat untuk demokrasi bisa berjalan baik.
Kalau tidak ada penegakan konstitusi dan penegakan hukum sesuai hukum yang berlaku, maka yang diperoleh bangsa ini adalah tirani dan penderitaan rakyat.
Beritaneka.com—Perkembangan zaman yang sangat cepat merupakan tantangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang semakin dinamis dan kompleks. Kemajuan teknologi, di satu sisi menawarkan berbagai kemudahan dan efisiensi di segala bidang kehidupan.
Namun di sisi lain, bisa memunculkan aspek negatif yakni melemahnya rasa toleransi dalam keberagaman, demoralisasi generasi muda bangsa, dan memudarnya identitas dan karakteristik bangsa.
“Dalam kaitan ini, generasi muda bangsa khususnya mahasiswa dituntut agar mampu membangun benteng ideologi bagi diri pribadi dan lingkungannya. Baik lingkungan keluarga, lingkungan akademis, maupun lingkungan sosial,” ujar Ketua MPR RI Bambang Soesatyo Bamsoet dalam acara Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru Universitas Negeri Surabaya secara daring dari Jakarta, seperti dilansir dari laman MPR, Selasa (24/08).
Baca juga: Minim Prestasi, Airlangga Berat Jadi Capres 2024
Ketua DPR RI ke-20 ini menuturkan, kesadaran untuk mengangkat tema mengenai ideologi dan nasionalisme kepada generasi muda bangsa adalah penting sekaligus krusial. Merujuk pada Teori Generasi yang dikemukakan Graeme Codrington dan Sue Grant-Marshall, generasi Z adalah generasi yang terlahir pada periode tahun 1996-2010, biasa disebut sebagai generasi internet atau i-generation.
“Karena DNA generasi ini sudah dibekali dengan literasi teknologi, maka adaptasi dan inovasi akan menjadi aspek yang sangat potensial untuk dikembangkan. Di sisi lain, kemajuan teknologi, khususnya teknologi informasi yang sedemikian pesat dan hampir tanpa sekat dan filtrasi yang hadir melalui arus globalisasi, juga berpotensi mengakibatkan tersisihkannya nilai-nilai kearifan lokal dan jati diri bangsa,” kata Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menuturkan penanaman wawasan kebangsaan penting, karena generasi muda bangsa adalah sumberdaya manusia yang akan menjadi tumpuan dinamisator dan generator bagi pembangunan nasional. Di tangan generasi muda, wajah peradaban dan gambaran masa depan bangsa dan negara Indonesia akan ditentukan.
“Di sinilah pentingnya menghadirkan penguatan ideologi dan semangat nasionalisme bagi generasi muda bangsa. Tujuannya, agar tidak menjadi generasi yang cerdas dan terampil, tetapi miskin karakter, dan tercerabut dari akar budaya bangsanya sendiri,” jelas Bamsoet.
Baca juga: PPMK Diperpanjang, DPR Minta Pemerintah Bantu Pelaku UKM
Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) ini menambahkan, sebagai manifestasi Tri Dharma perguruan tinggi yang salah satunya mengamanatkan pengabdian kepada masyarakat, maka peran serta dalam penguatan ideologi bangsa adalah wujud pengabdian yang bernilai sakral dan fundamental. Namun, penguatan ideologi dan semangat nasionalisme tidak dapat dilakukan secara instan. Tetapi, membutuhkan proses yang tidak sebentar, dan dukungan dari segenap pemangku kepentingan.
“Dalam konsepsi pembangunan nasional, generasi muda adalah aset, potensi, dan investasi penting bagi bangsa dan negara untuk melangkah ke depan menuju kemajuan peradaban. Karenanya, saya menyampaikan apresiasi kepada UNESA, yang tetap konsisten menghadirkan nilai-nilai dan wawasan kebangsaan dalam setiap penyelenggaraan aktivitas di kampus,” pungkas Bamsoet.