Beritaneka.com—Indonesia memiliki tanaman yang dapat menghasilkan emas. Logam mulia tersebut dapat diekstrak dari tanaman yang menyerap logam berat (termasuk logam mulia).
Dalam paparannya saat Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap IPB University, akhir pekan lalu Prof Hamim menjelaskan bahwa logam berat merupakan komponen yang tidak mudah terdegradasi dan keberadaannya di tanah bisa mencapai ratusan tahun.
“Pada tumbuhan, toksisitas logam berat menyebabkan penghambatan fotosintesis, pertumbuhan akar dan tajuk yang berakibat pada penurunan produksi bahkan bisa mnyebabkan kematian. Logam berat bisa menyebar melalui rantai makanan secara biologis sehingga membahayakan kesehatan manusia,” ujar Guru Besar Tetap Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB University ini, dalam keterangan tertulis, Jumat(26/11).
Baca juga: Kampus Pertama di Indonesia, IPB Terima Sertifikat SafeGuard Label SIBV
Menurutnya, tumbuhan memiliki mekanisme fisiologis yang memungkinkan untuk dapat menyerap logam berat dari lingkungannya. Tumbuhan ini dapat digunakan sebagai agen pembersih lingkungan yang dikenal sebagai fitoremediasi.
“Beberapa jenis tumbuhan dapat menyerap logam berat dalam jumlah besar di dalam jaringannya, disebut tumbuhan hiperakumulator. Selain bisa dimanfaatkan dalam fitoremediasi, tumbuhan ini juga bisa digunakan untuk menambang logam yang memiliki nilai ekonomi tinggi seperti nikel, perak, emas, platinum dan talium atau suatu kegiatan yang dikenal sebagai fitomining,” imbuhnya.
Tumbuhan hiperakumulator biasanya banyak ditemukan di wilayah dengan kandungan logam tinggi misalnya tanah serpentine dan ultramafic. Indonesia termasuk negara dengan lahan ultramafic terbesar di dunia yang meliputi wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku hingga ke Papua.
“Namun potensi tumbuhan hiperakumulator di daerah ini belum tergali secara optimal, sehingga perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak sehingga potensinya bisa digali dan dimanfaatkan untuk tujuan fitoremediasi dan fitomining,” jelasnya.
Baca juga: Malam Puncak Gebyar Nusantara 2021, Wakil Rektor IPB University: Keberagaman Budaya Pengikat Bangsa
Menurutnya, selain tumbuhan hiperakumulator yang hidup di wilayah ultramafic, beberapa jenis tumbuhan penghasil minyak non-pangan (non-edible oil) seperti jarak pagar (Jatropha curcas), jarak kastor (Ricinus communis), mindi (Melia azedarach) dan kemiri sunan (Reutealis trisperma) serta tanaman aromatic (penghasil minyak atsiri) seperti Vetiver (Vetiveria zizanioides) juga berpotensi besar untuk digunakan sebagai agen fitoremediasi maupun fitomining.
“Hasil percobaan membuktikan bahwa jenis-jenis tumbuhan tersebut mampu bertahan tumbuh pada media cair mengandung Pb dan Hg serta pada media tailing tambang emas. Di antara keempat spesies penghasil minyak non-pangan yang digunakan, Kemiri sunan (R. trisperma) termasuk yang paling tahan terhadap perlakuan dengan logam berat dan tailing tambang emas,” tuturnya.
Ia mengatakan bahwa beberapa tumbuhan di seputar tambang emas juga bisa menjadi alternatif sumber genetik bagi tumbuhan hiperakumulator logam emas. Hasil eksplorasi tumbuhan di seputar tailing dam pertambangan emas PT Antam UBPE Pongkor diketahui bahwa hampir semua jenis tumbuhan yang tumbuh di sana punya kemampuan mengakumulasi emas meskipun pada kadar yang masih rendah.
“Kelompok bayam-bayaman (Amaranthus) yang tumbuh di seputar tailing, memiliki kemampuan akumulasi emas yang paling tinggi, namun karena biomassanya rendah sehingga potensi fitominingnya tergolong rendah. Tumbuhan lembang (Typha angustifolia) juga cukup tinggi dalam mengakumulasi logam emas (Au). Typha bisa menghasilkan 5-7 gram emas per hektar. Ini tentunya memerlukan ekplorasi yang lebih jauh,” tandasnya.
Baca juga: Apartemen Kepiting 4.0, Inovasi IPB Bersama PT TSI
Sementara itu, dalam percobaan yang dilakukannya, pemanfaatan cendawan endofit berseptat gelap (Dark Septate Endophyte) dan cendawan mikoriza terbukti dapat membantu tumbuhan dalam beradapatasi pada lingkungan tercemar logam berat. Cendawan ini dapat membantu program fitoremediasi.
“Penggunaan senyawa ammonium tiosianat (NH4SCN) sebagai ligan pelarut emas juga dapat meningkatkan penyerapan emas oleh tanaman dan meningkatkan biomassa tanaman. Ini potensi yang baik untuk program fitomining pada tailing tambang emas,” pungkasnya.
Beritaneka.com—Ilmuwan Indonesia harus berkolaborasi dalam menerapkan pendekatan bioinformatika dan network pharmacology. Pasalnya, sampai tahun 2020, Indonesia baru memiliki 24 produk fitofarmaka dan 62 produk obat herbal yang terstandarisasi.
Padahal, Indonesia diperkirakan memiliki 28 ribu spesies tanaman hutan tropis yang berpotensi sebagai sumber obat herbal.
“Melalui pendekatan bioinformatika dan network pharmacology, menemukan produk obat berbahan dasar alami kini menjadi semakin mungkin. Dengan demikian, eksplorasi biodiversitas tanaman herbal Indonesia semakin optimal,” ujar Dr Wisnu Ananta Kusuma, pakar bioinformatika dari IPB University, dalam keterangan tertulis, Jumat (15/10).
Baca juga: Burbus, Bubur Instan Pencegah Stroke Inovasi Mahasiswa IPB
Lebih lanjut, dosen IPB University itu menyebut, prinsip network pharmacology memanfaatkan teori graf dan sistem biologi untuk memahami interkoneksi yang dinamis dan kompleks pada sistem molekular. Dengan menggunakan metode tersebut, mekanisme interaksi antar gen maupun antar protein, serta interaksi antara protein dan penyakit dapat dipahami.
Saat ini, katanya, ilmuwan di dunia telah menerapkan network pharmacology dan teknologi omics untuk memperkaya analisis dalam pengembangan pengobatan presisi (precision medicine). Melalui penerapan machine learning, hubungan fenotipe dan penanda genom akan semakin mudah dianalisis.
Dr Wisnu menerangkan, penelitian obat herbal di Indonesia umumnya dilakukan dengan melakukan uji in vitro, in vivo, hingga uji klinis terhadap tanaman yang telah digunakan secara turun temurun.
Oleh karena itu, eksplorasi biodiversitas tanaman obat belum bisa dilakukan secara optimal. Ia pun berharap, dengan pendekatan bioinformatika, dapat ditemukan tanaman potensial yang memilki efikasi tertentu.
Baca juga: Dosen Mengabdi IPB, Fasilitasi Pengembangan Desa Wisata Berbasis Agro di Desa Benteng
Dari perspektif ilmuwan komputer, ia menyebutkan metode yang dilakukan dimulai dengan seleksi protein target. “Teknik yang digunakan yakni pendekatan berbasis topologi dan clustering untuk menganalisis interaksi antar protein.
Selanjutnya, protein-protein target terpilih digunakan untuk membangun model prediksi senyawa herbal potensial berbasis machine learning,” kata Wisnu Ananta.
Model ini selanjutnya digunakan untuk memprediksi senyawa herbal yang berpotensi untuk mengurangi hiper-inflamasi pada COVID-19. Pendekatan ini juga diterapkan bagi analisis jaringan adiposa coklat yang berperan penting dalam kasus obesitas. Beberapa fungsionalitas dalam pendekatan ini telah diterapkan pada aplikasi IJAH Analytics (http://ijah.apps.ipb.ac.id).
Beritaneka.com—Kabar akan masuknya daging ayam Brazil yang mencuat akhir-akhir menjadi perhatian berbagai kalangan. Salah satunya datang dari para akademisi. Drh Supratikno MSi PAVet. Dosen Fakultas Kedokteran Hewan IPB University mengungkapkan, hal tersebut sebetulnya bukan isu yang baru. Impor ayam dari Brazil harus menjadi perhatian bersama, walau tidak bisa masuk ke Indonesia dengan mudah.
“Proses impor tetap harus melalui prosedur sesuai dengan peraturan yang berlaku. Terutama di dua kementerian, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian serta Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal,” ujar Supratikno.
Baca juga: Pakar Gizi IPB University: ASI Ekslusif dan Program Menyusui Dua Tahun dapat Turunkan Angka Stunting
Karenanya, lanjut Supratikno, pihak importir yang mengajukan izin impor harus bisa memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh dua kementerian tersebut. Salah satunya adalah memenuhi persyaratan aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Persyaratan ASUH tersebut sebagaimana mengacu pada standar dan/atau pedoman internasional dan dibuktikan melalui kecukupan hasil audit (Permentan 23 2018 pasal 7A).
Selain itu, dari sisi kehalalan produk asal hewan yang beredar di Indonesia harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang jaminan produk halal dibuktikan dengan sertifikat halal yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi halal yang diakui oleh otoritas halal Indonesia.
“Saat ini Indonesia sudah memiliki standar nasional SNI 99002 2016 tentang penyembelihan unggas halal. Maka mau tidak mau produk yang akan masuk ke Indonesia harus memenuhi syarat tersebut,” tegas anggota Divisi Penyembelihan Halal, Halal Science Center (HSC), Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University ini.
Baca juga: Pakar IPB: Akibat Perubahan Iklim, Suhu Bumi akan Naik 2 Derajat Celcius
Dari sisi inilah menurutnya, ada satu hal yang sangat krusial yaitu adanya perbedaan standar halal yang dipakai oleh lembaga sertifikasi halal di Brazil yang terkait dengan penggunaan mesin penyembelih/rotary blade. Penggunaan mesin ini tidak diijinkan pada SNI 99002 2016.
“Dengan demikian maka ketiga lembaga ini yang harus memastikan semua persyaratan tersebut sehingga dapat melindungi konsumen maupun industri peternakan dalam negeri,” ungkapnya.
Supratikno kemudian memberikan langkah strategis yang bisa dilakukan pemerintah mengatasi hal ini. Menurutnya, pemerintah perlu memperkuat sinergi antar kementerian dan lembaga yang terkait dalam hal melindungi atau men-support industri perunggasan dalam negeri serta perlindungan terhadap konsumen.
Permasalahan utama pada perunggasan adalah ketergantungan impor bahan baku pakan, sehingga kebijakan kementerian perdagangan seharusnya lebih mempermudah proses impor bahan baku pakan sehingga harga dapat ditekan.
“Kementerian pertanian dapat merespon dengan meningkatkan produksi bahan baku pakan ternak dari dalam negeri dengan kebijakan yang mendukung hal tersebut. Kementerian Pertanian juga harus sangat berhati-hati dan tegas dalam memberikan rekomendasi masuknya unggas sesuai dengan aturan yang berlaku dalam keamanan pangan,” imbuhnya.
Pada aspek perdagangan internasional, Supratikno menjelaskan, Kementerian Perdagangan hendaknya sangat berhati-hati dalam memberikan ijin/rekomendasi impor dengan mempertimbangkan produksi dalam negeri serta mencegah sistem kartel pada industri perunggasan sehingga harga ayam tidak fluktuatif dan tidak dikendalikan oleh segelintir pihak.
“Dan di sisi lain Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagai otoritas yang berwenang dalam jaminan produk halal juga wajib memastikan status kehalalan daging unggas yang masuk memenuhi standar yang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini, harmonisasi standar yang berlaku di Indonesia dan yang digunakan oleh lembaga sertifikasi yang akan diakui atau diregistrasi, mutlak dilakukan agar terjadi kesetaraan pengakuan,” pungkasnya.
Beritaneka.com—Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB University pekan lalu kembali menggelar Kajian Tercerahkan (Teropong Cercah Kauniyah) dengan mengambil tema Climate Change. Kajian Tercerahkan yang saat ini sudah memasuki seri 3 tersebut merupakan wadah bagi para cendekiawan untuk menyampaikan konsep keilmuan komprehensif dan rekomendasi bagi penyelesaian masalah yakni melalui penggabungan maupun penghubungan antara ilmu pengetahuan dan agama.
Perubahan iklim merupakan tema menarik sehingga cendekiawan dapat menyampaikan pandangan mengenai lingkungan serta kaitannya dengan bagaimana Agama Islam menjelaskan mengenai hal tersebut.
Baca juga: Penjelasan Al-Qur’an tentang Ilmu Embriologi
Prof Rizaldi Boer, Dosen IPB University dari Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA hadir sebagai narasumber. Menurutnya, perubahan iklim dapat mengancam keberlanjutan sistem kehidupan manusia. Para pemimpin negara juga menyebutkan bahwa dampaknya akan dirasakan lebih dahsyat daripada pandemi COVID-19.
“Sebagai masyarakat ilmiah, tentu penting untuk mempelajari agama yang memberikan peringatan mengenai dampak kerusakan lingkungan serta memberikan contoh untuk mengamati dan menyikapi fenomena alam,” ujarnya.
Ia menyebutkan perubahan konsentrasi gas rumah kaca merupakan penyebab perubahan iklim. Dampaknya pada aktivitas kehidupan manusia berpotensi mengakibatkan kejadian ekstrim yang berdampak pada munculnya bencana dan membawa kerugian bagi manusia. Kejadian ekstrim ini berhubungan dengan pergerakan energi dan masa udara di muka bumi.
Tingginya tingkat emisi global terjadi akibat pembangunan yang masif dan sering mengabaikan hukum-hukum keseimbangan tanpa ilmu. Sebagian besar gas rumah kaca tersebut bersumber dari sektor energi yang menggunakan bahan bakar berbasis fosil yang dieksploitasi. Konversi hutan akibat pengelolaan yang tidak berkelanjutan turut menyumbang tingginya angka emisi gas rumah kaca.
“Melalui teknik modeling dan mengamati data observasi, kenaikan suhu atmosfir sejalan dengan kenaikan emisi gas rumah kaca. Tidak lama lagi, bumi diperkirakan akan melewati ambang batas kenaikan suhu dua derajat celsius. Kenaikan suhu tersebut mempengaruhi kejadian iklim ekstrim yang dirasakan dari waktu ke waktu,” sebutnya.
Telah diketahui bersama bila hutan memiliki peranan penting dalam mengatur iklim di bumi. Dampak deforestasi juga telah dirasakan pada kasus kebakaran hutan di Kalimantan. Sehingga manusia sebagai pemimpin di muka bumi harus berupaya memperbaiki kerusakan ekosistem secara bersama Prof Didin Hafidhuddin, Dosen Pendidikan Agama Islam IPB University, turut menanggapi perubahan iklim dari sudut pandang Al-Quran.
Baca juga: Pakar Gizi IPB University: ASI Ekslusif dan Program Menyusui Dua Tahun dapat Turunkan
Ia menyebutkan perubahan bersifat pasti dan tetap. Perlu pemahaman faktor penyebab perubahan dan respon terhadap dampaknya. Sehingga diperlukan observasi alam.
Mengutip Surat Ar-Rum ayat 41, kerusakan alam ditampakkan dengan sangat jelas akibat perbuatan manusia. Pandemi dan bencana alam hanya sebagian kecil peringatan Allah SWT agar manusia kembali pada kebenaran.
“Sebagai makhluk Allah yang bertugas untuk memakmurkan kehidupan atau sebagai Khalifah, tentu harus memanfaatkan dan mengelola alam semesta untuk mensejahterakan bersama dengan sebaik-baiknya tanpa menimbulkan kerusakan,” jelasnya.
Maka dari itu, seharusnya manusia menghindari pemanfaatan alam yang tidak memperhatikan aturan-aturan Allah SWT. Lingkungan alam pada mulanya bersifat dan berjalan normal, namun aktivitas manusia yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup pada akhirnya menganggu keseimbangan tersebut.
“Pembangunan atau pengelolaan alam tidak boleh sampai merusak untuk mendapatkan kepuasan, sehingga harus disesuaikan dengan daya tampungnya,” tegasnya. (ZS)