Beritaneka.com—Kementerian PPN/Bappenas membahas pembangunan SDM yang menjadi satu dari lima arahan utama Presiden RI Joko Widodo dan sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dalam Rapat Tingkat Menteri secara virtual, Senin (14/6/2021). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menjadi indikator mengukur capaian pembangunan SDM, dengan pendidikan sebagai salah satu dimensinya.
“Kita ingin memastikan intervensi kementerian/lembaga terkait Rencana Kerja Pemerintah, terutama IPM di sektor pendidikan. Kita tahu peran pendidikan luar biasa dan kesenjangan antar wilayah cukup tajam. Kita ingin memastikan diskusi hari ini terkait dengan perhitungan IPM ini dan intervensi yang dilakukan Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi terkait IPM ini,” ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa.
Baca juga: Bappenas Jalankan Tiga Tahapan Pembangunan Energi Terbarukan di NTT
Menteri Suharso mengatakan, pendidikan diharapkan menjadi pendorong meningkatkan IPM di Indonesia. “Nanti kita kejar angkanya. Kita padukan dengan program Mas Menteri kalau kita bisa cover dengan ruang fiskalnya di tempat Mas Menteri,” tegas Ketua Umum PPP itu.
Terdapat dua komponen pembentuk IPM, yakni Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Harapan Lama Sekolah. Dalam sepuluh tahun terakhir, RLS di Indonesia terus meningkat. Pada 2010, RLS Indonesia 7,46 meningkat menjadi 8,48 di 2020. Meski demikian, capaian ini masih rendah, salah satunya disebabkan belum meratanya akses pendidikan. Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas Subandi Sardjoko mengatakan tajamnya kesenjangan partisipasi sekolah antar wilayah menjadi isu yang harus diatasi.
“Untuk peningkatan IPM, kita menempuh dengan upaya meratakan akses kepada pendidikan, percepatan wajib belajar 12 tahun, ini ada permasalahan kita belum tuntas untuk wajib belajar 12 tahun. Penyediaan layanan pendidikan dan kesehatan bagi penduduk usia dewasa paket A, B, dan C. Peningkatan tingkat penyelesaian pendidikan, yang sudah masuk sekolah ya harus lulus, ini juga menjadi target RPJMN juga,” ujar Deputi Subandi.
Akses pendidikan juga masih belum merata, terlihat dari Angka Partisipasi Kasar (APK) jenjang SMA/sederajat masih rendah. Untuk anak keluarga 20 persen termiskin, APK jenjang SMA sebesar 71,35, lebih rendah dibanding kelompok 20 persen terkaya dengan APK mencapai 92,96.
“Ini perlu mendapat perhatian kita karena coverage untuk Program Indonesia Pintar (PIP) ini sudah diberikan untuk seluruh anak tidak mampu kita. Keterjangkauan mereka ini yang perlu afirmasi kita selanjutnya. Kalau kita lihat, memang APK menurut pendapatan, compile yang paling rendah, aksesnya sangat rendah. Afirmasi melalui PIP, baik di sekolah maupun madrasah,” tutur Deputi Subandi. Hal ini sejalan dengan RPJMN untuk memperkecil gap angka partisipasi anak dari keluarga termiskin dengan anak dari keluarga terkaya.
Baca juga: Bappenas Paparkan Konsep Besar Pengembangan UMKM
Pemerintah akan melaksanakan intervensi untuk mendorong pembangunan pendidikan. Selain PIP untuk pendidikan formal dan nonformal, Dana Alokasi Khusus Fisik untuk memenuhi sarana dan prasarana pendidikan hingga perluasan akses pendidikan nonformal untuk penduduk tidak sekolah menjadi program andalan.
“Strategi ini, bantuan pendidikan untuk penduduk kurang mampu tetap ada alokasi anggarannya melalui Program Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia Pintar Kuliah, peningkatan kapasitas satuan pendidikan melalui pembangunan ruang kelas barudan rehabilitasi kelas rusak. Bantuan afirmasi meningkatkan akses pendidikan bagi penduduk berkebutuhan khusus. Peningkatan ketersediaan satuan pendidikan terutama di kecamatan yang belum memiliki satuan pendidikan dengan assessment kebutuhan yang tajam untuk membuka sekolah atau madrasah baru,” ucap Deputi Subandi.
Beritaneka.com—Kementerian Agama mengemban amanat konstitusi dalam mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan bangsa. Akan tetapi, politisi PKS di DPR mengaku heran karena sejauh ini tidak mendapati fakta bahwa sistem pendidikan yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama memperoleh anggaran yang berkeadilan dari negara.
“Saya minta Menteri Agama, khususnya dirjen pendidikan Islam, supaya melakukan lobi yang kuat terhadap Kementerian Keuangan supaya memperoleh anggaran yang adil dan memihak. Sebab saya prihatin melihat pendidikan agama dari tingkat PAUD hingga Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (PTAIS) yang nyaris tidak mendapat sentuhan pemerintah,” ungkap anggota Komisi VIII DPR RI F-PKS Bukhori Yusuf, saat Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Agama di Gedung DPR Senayan, Rabu (2/6/2021).
Baca juga: Pegawai KPK Disingkirkan, Presiden PKS: Kesadaran Nurani Publik Tersakiti
Ketua DPP PKS ini menuturkan, dari total jumlah madrasah di Indonesia, 93 persennya didominasi oleh madrasah berstatus swasta sementara sisanya berstatus negeri. Artinya, mayoritas masyarakat memiliki hak atas pendidikan yang harus dipenuhi di sana. Sehingga pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama, wajib memunculkan perhatian pada wilayah itu dengan menghadirkan keadilan anggaran bagi siapapun yang berhak mengenyam pendidikan, bahkan di madrasah swasta sekalipun.
“Saatnya Menteri Agama menunjukan keberpihakan yang riil bagi masyarakat dengan menuntut keadilan anggaran dalam pendidikan. Orientasinya adalah mewujudkan anggaran pendidikan, yang sebesar 20% dari APBN tersebut, dimana alokasinya bisa benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Dengan demikian, pagu anggaran Kemenag untuk memperoleh ruang yang lebih besar menjadi sangat mungkin untuk kami setujui” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, anggota Badan Legislasi ini juga menyoroti fungsi keagamaan Kementerian Agama. Bukhori meminta Kantor Urusan Agama (KUA) tidak hanya direvitalisasi secara infrastruktur, tetapi juga secara suprastruktur melalui penguatan sumberdaya manusia.
Baca juga: Presiden PKS: Pemerintah Indonesia harus Bawa Kejahatan Kemanusiaan Zionis-Israel ke Dewan HAM PBB
KUA, demikian Bukhori, harus menjadi ikon tempat berjumpanya dialog dari pelbagai kelompok masyarakat yang beragam. KUA harus diberdayakan dalam definisi yang lebih luas, salah satunya yakni sebagai medium untuk selesaikan masalah sosial dengan cara yang rukun dan bermartabat.
“Jangan sampai kita selesaikan problem kesalahpahaman di masyarakat justru dengan cara berbahaya. Misalnya, melalui tes kebangsaan. Model ini berbahaya karena bisa membelah masyarakat,” tukasnya.
Bukhori menambahkan, Kementerian Agama juga perlu menyasar Kantor Wilayah Kementerian Agama di daerah untuk direvitalisasi demi memelihara marwah lembaga sekaligus memberikan pesan yang kuat bahwa Indonesia bukan negara sekuler.