Beritaneka.com—Partai Keadilan Sejahterah mengkritik pergantian warna cat Pesawat Kepresidenan RI yang dicat menjadi warna merah dan putih, semula berwarna biru dan putih. Langkah pemerintah itu cerminan tak peka dengan kondisi pandemi yang belum usai. Apalagi, kebijakan PPKM Level 4 yang terus diperpanjang terkesan menyerahkan beban sepenuhnya kepada masyarakat untuk bertahan hidup.
“Menurut saya apa yang dilakukan sangat tidak peka dengan kondisi pandemi dan kondisi masyarakat saat ini. Apalagi persebaran pandemi yang semakin masif dan sudah menyebar ke berbagai daerah, serta direspons dengan kebijakan pemerintah yang terkesan menyerahkan beban sepenuhnya ke masyarakat untuk menanggung beban hidup masing-masing,” ujar Wasekjen DPP PKS, Ahmad Fathul Bari seperti dikutif dari laman web PKS.
Baca juga: Perpanjangan PPKM, PKS: Hindari Manajemen Asal Bapak Senang
Kebijakan itu semakin menyakiti hati rakyat di tengah berbagai persoalan, munculnya kebijakan yang kontroversial serta berbagai penyelewangannya, baik itu kasus bansos, pengadaan laptop.
Menurut dia, masyarakat masih berjuang menghadapi pembatasan yang berdampak pada kondisi ekonomi, namun tidak dibarengi dengan solusi untuk bertahan hidup.
Padahal, kata dia, jika merujuk pada UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan pemerintah menetapkan kebijakan sesuai pasal 55 UU tersebut, setidaknya masyarakat bisa lebih terjamin.
“Langkah melakukan pengetatan juga tidak diiringi dengan solusi yang diberikan, sehingga masyarakat seolah bertarung sendiri dengan tantangan hidup atau mati menghadapi pandemi dan kesulitan hidup yang terjadi,” ucap dia.
Baca juga: Saling Lempar Tanggung Jawab, PKS Minta Presiden Turun Tangan Hentikan Masuknya TKA Asing
Dia berpandangan pemerintah justru melakukan hal yang sebaliknya. Fathul mengatakan pemerintah justru melakukan langkah kontroversial lain, bukan memberikan solusi kepada masyarakat.
“Tapi yang terjadi saat ini justru kecenderungan untuk menghindari kewajiban tersebut melalui langkah lainnya, bahkan melakukan langkah lain yang kontroversial dan seolah tidak peka dengan kondisi masyarakat saat ini,” tutup Fathul.
Beritaneka.com—Pemerintah memutuskan untuk melarang warga masyarakat untuk mudik Lebaran pada tahun ini. Keputusan ini untuk menekan penyebaran Covid-19. Berkaitan ini, maka pemerintah melarang seluruh moda transportasi termasuk pesawat untuk terbang beroperasi pada periode 6-17 Mei 2021.
Hal tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 13 Tahun 2021 tentang larangan mudik Lebaran. Selain itu, juga mengacu pada Edaran (SE) Gugus Tugas Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idulfitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Selama Bulan Suci Ramadhan 1442 Hijriah.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Novie Riyanto mengatakan, larangan operasional pada mudik Lebaran juga berlaku pada moda transportasi udara. Di mana pesawat dilarang untuk membawa penumpang selama periode 6-17 Mei 2021.
“Pelarangan sementara penggunaan transportasi udara berlaku untuk angkutan udara niaga dan bukan niaga,” kata Novie dalam jumpa pers secara virtual, Kamis (8/4/2021).
Meskipun begitu, ada beberapa pengecualian juga untuk moda transportasi udara bisa beroperasi. Nantinya, maskapai yang akan melakukan penerbangan dapat menggunakan izin rute eksisting, atau mengajukan Flight Approval (FA) kepada Ditjen Perhubungan Udara.
Penerbangan yang dikecualikan dari larangan sementara adalah penerbangan yang mengangkut pimpinan lembaga tinggi negara RI dan tamu kenegaraan. Kemudian operasional kedutaan besar, konsulat jenderal, dan konsulat asing serta perwakilan organisasi internasional di Indonesia;
Lalu yang ketiga adalah operasional penerbangan khusus repatriasi (repatriasi flight) yang melakukan pemulangan warga negara indonesia maupun warga negara asing. Kemudian yang keempat adalah untuk operasional penegakan hukum, ketertiban, dan pelayanan darurat.
Selanjutnya adalah untuk angkutan kargo, serta operasional angkutan udara perintis. Dan terakhir adalah operasional lainnya dengan seizin dari Ditjen Perhubungan Udara.
“Pelarangan ini bersifat menyeluruh, namun masih ada pengecualian karena kita tahu bahwa transportasi udara ini mempunyai karakteristik yang khusus untuk bisa menghubungkan satu titik dengan titik yang lain,” katanya.(el)