Beritaneka.com — PT PLN (Persero) menyiagakan seluruh stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) untuk mendukung kelancaran mudik Lebaran tahun ini. Sebanyak 126 SPKLU yang ada di rest area sepanjang Tol Trans Jawa disiapkan.
Executive Vice President Komunikasi Korporat dan TJSL PLN Diah Ayu Permatasari menjelaskan, tak hanya menyiapkan pasokan listrik yang andal bagi masyarakat di rumah, PLN juga memastikan seluruh infrastruktur kelistrikan untuk kendaraan listrik berjalan optimal dalam memfasilitasi masyarakat yang akan mudik.
“Saat ini para pemilik EV tak perlu ragu lagi membawa kendaraan listriknya ke kampung halaman karena PLN menyiagakan seluruh SPKLU di sepanjang rest area tol Jawa. Saat ini, PLN sudah mengoperasikan SPKLU di 8 rest area sepanjang Tol Trans Jawa. Dari mulai Cikampek hingga Kertosono, Madiun,” kata Diah kepada wartawan. Sabtu (30/4/2022).
Baca Juga:
- Jasa Marga Alihkan Lalu-Lintas Urai Macet Dampak One Way Tol Jakarta Cikampek
- MAKI: Bongkar Mafia Minyak Goreng
Diah juga merinci, delapan titik tersebut berada di rest area KM 519 A (Solo Ngawi), rest area KM 519 B (Ngawi Solo), rest area KM 389 B (Batang – Semarang), rest area KM 379 A (Semarang-Batang), rest area KM 626 B (Kertosono, Madiun), rest area KM 207 A (Palikanci, Cirebon), rest area 208 B (Palikanci) dan rest area KM 6 (Jakarta-Cikampek).
Tak hanya di rest area, lanjut Diah, para pemudik juga bisa memakai fasilitas SPKLU yang tersedia di PLN. Secara total, lebih dari 126 SPKLU tersebar di 97 lokasi di 48 kota seluruh Indonesia.
“Jika para pemudik juga hendak jalan-jalan di kota singgah sekitar Tol Trans Jawa, pemudik EV bisa memanfaatkan SPKLU yang tersedia di kantor unit PLN,” ujar Diah. Diah menjelaskan pada tahun ini pemerintah menargetkan ada 580 SPKLU yang beroperasi.
Saat ini, PLN aktif menggenjot pembangunan SPKLU ini. Harapannya, pada momen Lebaran berikutnya makin meningkatkan gairah para pemilik EV untuk mudik ke kampung halaman dengan meningkatnya fasilitas EV di ruang publik.
Bagi masyarakat yang mudik menggunakan mobil listrik dapat menggunakan fitur electric vehicle di PLN Mobile, untuk mengetahui lokasi 126 SPKLU yang tersebar di 48 kota di Indonesia.
Beritaneka.com—Nakhodah baru Perusahaan Listrik Negara (PLN) kini dipegang Darmawan Prasodjo. Tapi, bukan hanya Dirut PLN yang baru. Tarif listrik juga baru tahun depan. Perusahaan plat merah itu menaikkan tarif dasar listrik mulai awal tahun 2022. Fraksi PKS DPR RI menolak rencana Pemerintah menaikan tarif dasar listrik (TDL) di awal tahun 2022.
Menurut Wakil Ketua FPKS DPR RI, Mulyanto, sekarang bukan saat yang tepat bagi Pemerintah menaikan TDL mengingat daya beli masyarakat masih rendah akibat dampak pandemi Covid-19.
Mulyanto menambahkan kalangan pengusaha dan industri juga menolak rencana kenaikan TDL ini.
“Mereka merasa keberatan karena baru saja menerima kewajiban menaikan batas upah minimum. Para pengusaha merasa kondisi perdagangan dan industri saat ini masih belum stabil,” tegas Mulyanto.
Baca juga: Peduli Erupsi Gunung Semeru, Fraksi PKS Himbau Potong Gaji ALeg
Mulyanto menyebut Pemerintah harusnya peka dengan kesulitan yang dialami masyarakat. Dengan kondisi sekarang saja banyak masyarakat mengeluh dengan besarnya beban pengeluaran yang harus ditanggung. Apalagi nanti kalau TDL akan naik.
Dengan demikian Mulyanto merasa sekarang bukan saat yang tepat bagi Pemerintah melaksanakan penyesuaian tarif listrik ini.
“Pandemi kan belum selesai, bahkan kita kini dihantui varian baru Covid-19, yang diduga daya sebarnya lebih cepat, yakni varian Omicron. Alih-alih memperpanjang stimulus listrik, Pemerintah malah berwacana untuk menaikan tarif listrik,” kata Mulyanto.
Baca juga: Presiden Jokowi Sebut 2021 Tidak Impor Beras, PKS: Ada 41.600 Ton
Mulyanto mengingatkan kenaikan TDL dapat memicu kenaikan inflasi. Dan inflasi akan melemahkan daya beli masyarakat, kemudian secara langsung akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi nasional.
Mulyanto melihat sedikitnya ada tiga variabel yang mempengaruhi besaran tarif listrik yakni nilai kurs dolar, inflasi dan harga batu bara. Dari ketiga variabel itu, kenaikan harga batu bara di pasar internasional diduga menjadi dasar utama rencana Pemerintah menaikan TDL. Saat ini harga jual batu bara sempat menembus angka USD 200/ton.
Sementara 70 persen pembangkit listrik di Indonesia adalah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batubara.
Namun demikian Mulyanto melihat Pemerintah punya instrumen lain agar TDL ini tidak naik meskipun harga batu bara melambung. Pemerintah dapat memperketat aturan domestic market obligation (DMO) agar pasokan batu bara bagi PLN tetap terjaga dengan harga yang terjangkau. Harga DMO batu bara, khususnya untuk pembangkit listrik, saat ini dipatok maksimal USD70 per ton.
“DIbanding negara tetangga, tarif listrik Indonesia juga tidak terlalu murah. Dari data Globalpetrolprice.com per maret 2021, tarif listrik di Indonesia untuk pelanggan rumah tangga sebesar USD 10.1 sen. Sementara di China, Vietnam dan Malaysia masing-masing sebesar USD 8.6, 8.3 dan 5.2 sen. Bahkan tarif listrik rumah tangga di Laos hanya sebesar USD 4.7 sen. Jadi tarif listrik di kita hampir dua kali lipat dibandingkan dengan tarif listrik di Malaysia,” ungkap Mulyanto.
Baca juga: Antisipasi Lonjakan Covid-19 Nataru Hanya Seminggu, Legislator PKS: Apakah Efektif?
Mulyanto juga mempermasalahkan sikap Pemerintah yang melaporkan rencana kenaikan TDL itu ke Badan Anggaran DPR RI. Menurutnya sikap Pemerintah itu tidak tepat karena seharusnya rencana kenaikan TDL itu dibicarakan dulu di Komisi VII DPR RI yang berwenang mengawasi sektor energi.
Menurut Mulyanto, langkah Pemerintah ini tidak elok dan bisa bikin kegaduhan baru yang tidak perlu.
“Tata kramanya kan seharusnya berbagai rencana ketenagalistrikan dari Pemerintah dibicarakan lebih dahulu dengan mitranya, yakni Komisi VII DPR RI, yang memang membidangi soal tersebut. Tidak ke alat kelengkapan dewan (AKD) yang lain,” tandas Mulyanto.
Oleh : Salamuddin Daeng, Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)
Tak ketinggalan aset pembangkit panas bumi PLN (PLTP) ikut dicomot untuk digabung agar dijual bersama anak perusahaann Pertamina geotermal energi (PGE)
Beritaneka.com—Luar biasa tambahan utang Pertamina terutama dari global bond. Tambahan utang global bond Pertamina bertambah sangat fantastis sejak direkturnya dijabat oleh Nicke Widyawati. luar biasa. Sekarang dalam kubangan utang Pertamina disubholding untuk di jual ketengan di pasar modal. Apa laku?
Tambahan utang masing masing tahun 2018 senilai 750 juta dolar, tahun 2019 senilai 1,5 miliar dolar, tahun 2020 senilai 1,95 miliar dolar dan tahun 2021 senilai 1,9 miliar dolar. Sehingga sejak 2018 pertamina telah menambah global bond sebanyak 7,1 miliar dolar atau 102,9 triliun rupiah. Dahsyat!
Baca juga: Pertamina Sulit Berkembang karena Dibebani Pungutan Segunung
Sepanjang tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 pertamina menambah global bond sebanyak 8,75 miliar dolar. Jadi tambahan global bond dimasa dirut yang sekarang hampir dua kali lipat dibandingkan dengan global bond yang pernah dibuat seluruh dirut Pertamina sejak tahun 2011.
Ada dua soal yang mucul pertama, mengapa seberani itu menambah utang pertamina, apa yang menjadi dasar motivasinya. Kedua, kemana utang global bond yang mahal ini dialokasikan?
Sebagaimana diketahui sejak 2014 Pertamina sudah istirahat atau berhenti mengambil global bond. Namun begitu pergantian direktur tahun 2018 akhir, utang global bond pertamina digenjot, terus bertambah dan sekarang menggunung.
Utang global bond Pertamina telah bertambah hampir dua kali lipat sejak 2014 sampai dengan sekarang tahun 2021. Bahkan mulai tahun ini dan tahun tahun ke depan pertamina akan terus menambah global bond.
Kita tidak tau global bond Pertamina digunakan buat apa? Aset pertamina tidak bertambah dari sumber global bond itu, laporan keuangan pertamina tidak menjelaskan apa apa terkait penggunaan global bond atau uang itu digunakan untuk membeli apa saja. Apakah hal ini memang tidak perlu dilaporkan ke Pemerintah dan masyarakat?
Secara kasat mata memang tidak ada pencapaian yang merupakan hasil dari global bond. Kilang kilang pertamina tidak terbangun, kebakaran, kebocoran terus berlangsung, mengindikasikan Pertamina kesulitan keuangan. Utang global bondnya banyak tapi kondisi keamanan perusahaan menurun. Sehingga Morgan Indeks mengeluarkan Pertamina sebagai perusahaan yang aman untuk investasi.
Baca juga: Mengapa Jokowi Gagal Meraih Prestasi dalam Isu Perubahan Iklim?
Sebagaimana dikerahui total utang Pertamina sampai dengan semester tahun 2021 mencapai 41,064 miliar dolar atau senilai 595,5 triliun rupiah, utang yang tak akan terlunasi diera akhir zaman migas. The Last Oil. Itulah sepertinya yang menjadi alasan mengapa Pertamina di subholding dan dijual ke pasar modal melalui IPO anak perusahaan Pertamina.
Badan pertamina dijual ketengan, dengan terlebih dahulu dipotong potong dalam sub holding hulu, sub holding kilang, sub holding perkapalan, sub holding power, hingga sub holding pemasaran.
Dengan jurus bagaikan monyet menangkap mangsa aset PLN yakni pembangkit panas bumi PLN, ikut dicomot untuk dijual bersama Pertamina Geotermal Energi (PGE). Pertamina jatuh dari tangga, PLN malah ikut ketiban tangga. PLN lebih sakit ini.