Beritaneka.com—Ketua DPR RI Puan Maharani mengeluarkan pernyataan, DPR RI telah sepakat tidak merevisi UU Pemilu. Sikap putri Megawati Soekarnoputri itu dimata M. Jamiluddin Ritonga, pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, mencerminkan sosok yang tidak aspiratif.
Pernyataan Puan itu dengan sendirinya telah menutup peluang untuk merevisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Padahal, berbagai elemen masyarakat sedang mewacanakan presidential threshold (PT) 20 persen yang diatur dalam UU tersebut.
“Celakanya, Puan justeru meminta masyarakat untuk menghormati kesepakatan DPR RI tersebut. Disini jelas Puan seolah-olah tidak memahami dari mana asalnya serta apa tugas dan fungsi DPR RI,” ujar Jamiluddin.
Baca juga: Duet Pasangan Anies-Puan Sulit Menang
Menurut Dekan FIKOM IISIP Jakarta 1996 – 1999 ini, Puan seharusnya paham, DPR RI bertugas menyerap aspirasi masyarakat. Kalau masyarakat menyampaikan aspirasi terkait PT 20 persen, seharusnya Puan menyerapnya dengan sungguh-sungguh untuk kemungkinan diimplementasi ke fungsi pengawasan dan fungsi legislasi.
“Namun Puan tidak melakukan hal itu, tapi justeru menampik wacana di masyarakat, khususnya terkait PT. Disini Puan terkesan sudah mengabaikan tugas dan fungsi yang seharusnya dilakukan DPR RI,” tegasnya.
Padahal, DPD sudah dengan intensifnya meminta agar PT menjadi nol persen. Bahkan beberapa elemen masyarakat sudah menggugat PT ke Mahkamah Konstitusi.
Baca juga: Data Pribadi Bocor, Ketua DPR: Aplikasi Pemerintah Harus Lindungi Data Warga
Survei yang dilakukan Accurate Research and Consulting Indonesia (ARCI) pada akhir Oktober hingga awal November 2021 menunjukkan, 80,4 persen masyarakat Jawa Timur menghendaki PT 20 persen menjadi nol persen. Hasil survei ini jelas aspirasi rakyat yang sejalan dengan DPR dan bernagai elemen masyarakat lainnya.
“Semua itu diabaikan begitu saja oleh Puan. Disini Puan terkesan sosok yang sangat tidak aspiratif. Sikap seperti itu sangat tidak pantas datang dari seorang Ketua DPR RI,” ungkapnya.
Oleh: M. Jamiluddin Ritonga, Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul
Beritaneka.com—Menduetkan Anies Baswedan dan Puan Maharani pada Pilpres 2024 memang punya plus minus.
Plusnya, Duet Anies dan Puan otomatis dapat diusung oleh PDIP. Partai ini pemenang Pemilu 2019 dan dapat mengusung sendiri pasangan capres dan cawapres. Dengan begitu, Anies tidak perlu lagi mencari partai politik untuk mengusungnya.
Baca juga: Jamiluddin Ritonga: Duet Airlangga – Ganjar Akan Layu Sebelum Berkembang
Pasangan ini juga kombinasi religius dan nasionalis, sehingga dapat mengakomodir calon pemilih. Suka tidak suka, religius dan nasionalis merupakan cermin masyarakat Indonesia.
Selain itu, duet Anies dan Puan akan diusung partai politik yang kadernya militan. Hal ini menggaransi pasangan ini akan didukung mesin politik yang solid yang dengan mudah digerakkan oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Minusnya, duet Anies dan Puan didukung oleh kekuatan yang berbeda. Pada umumnya, pendukung Anies tidak menyukai Puan dan PDIP. Sebaliknya, pendukung Puan dan kader PDIP tidak menyukai Anies.
Baca juga: Jamiluddin Ritonga: MKD dan Golkar Harus Cepat Tangani Kasus Azis Syamsudin
Jadi pendukung Anies dan Puan seperti minyak dan air, sehingga sulit untuk bersatu. Karena itu, para pendukung bukan menyatu untuk membesarkan duet Anies dan Puan, tapi justeru akan berpeluang untuk saling meniadakan.
Karena itu, peluang menang duet Anies dan Puan dalam Pilpres 2024 relatif kecil. Perkiraan itu akan gugur, bila duet Anies dan Puan hanya berhadapan pasangan boneka yang memang disiapkan untuk kalah.
Penulis buku:
- Perang Bush Memburu Osama
- Tipologi Pesan Persuasif
- Riset Kehumasan
Dekan FIKOM IISIP Jakarta 1996 – 1999.