Beritaneka.com—Ketua DPR Puan Maharani meminta pemerintah merespons keberatan warga masyarakat berkaitan dengan aturan kewajiban tes swab dengan metode polymerase chain reaction atau test PCR sebagai syarat perjalanan udara.
Ketentuan tersebut diatur dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 53 Tahun 2021. Dalam aturan itu disebutkan bahwa seiring penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3,2 dan 1 di Jawa dan Bali, pelaku perjalan udara diwajibkan menunjukkan hasil test PCR negatif 2×24 jam sebelum keberangkatan.
Menurut Puan, masyarakat tidak habis pikir dengan kebijakan tersebut karena dikeluarkan dalam kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia yang sudah melandai.
“Beberapa hari ini banyak masyarakat bersuara karena bingung dengan aturan baru PCR sebagai syarat semua penerbangan ini. Masyarakat mempertanyakan kenapa dalam kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia yang semakin membaik, tapi justru tes perjalanan semakin ketat,” kata Puan dalam keterangan yang kami kutip hari ini.
Baca Juga: Anak-anak Boleh Nonton di Bioskop Kawasan Level PPKM 2 dan 1
Aturan tersebut mulai berlaku hari ini hingga 1 November 2021. Dengan demikian, surat keterangan hasil negatif RT-PCR maksimal 2×24 jam sebelum keberangkatan menjadi hal mutlak yang harus ditunjukkan para pelaku perjalanan udara dari dan ke wilayah Jawa-Bali serta daerah termasuk kategori PPKM Level 3 dan 4.
Sementara, untuk luar Jawa-Bali, syarat ini juga ditetapkan bagi daerah dengan kategori PPKM Level 1 dan 2. Namun, tes antigen masih tetap berlaku dengan durasi 1×24 jam. Sebelumnya, menurut Puan, pelaku penerbangan bisa menggunakan tes antigen 1×24 jam dengan syarat calon penumpang sudah divaksinasi dosis lengkap.
“Kenapa dulu ketika Covid-19 belum selandai sekarang, justru tes antigen dibolehkan sebagai syarat penerbangan. Kalau sekarang harus PCR karena hati-hati, apakah berarti waktu antigen dibolehkan, kita sedang tidak atau kurang hati-hati? Pertanyaan-pertanyaan dari masyarakat seperti ini harus dijelaskan terang benderang oleh pemerintah,” katanya.
Puan mengatakan, test PCR seharusnya digunakan hanya untuk instrumen pemeriksaan bagi suspek Corona. Dia mengingatkan, fasilitas kesehatan di Indonesia belum merata dan akan semakin menyulitkan masyarakat yang hendak bepergian dengan transportasi udara.
“Masyarakat juga bertanya-tanya mengapa PCR dijadikan metode screening, padahal PCR ini alat untuk diagnosa Covid-19. Dan perlu diingat, tidak semua daerah seperti di Jakarta atau kota-kota besar yang tes PCR bisa cepat keluar hasilnya,” sebut Puan.
“Di daerah belum tentu hasil test PCR bisa selesai dalam 7×24 jam, maka kurang tepat ketika aturan tes PCR bagi perjalanan udara berlaku untuk 2×24 jam,” tambah dia. Puan meminta pemerintah mendengarkan keluhan masyarakat yang menilai aturan terbaru syarat penerbangan menodai prinsip keadilan.
Menurut dia, jika memang alasan kebijakan mobilitas diperbarui karena semakin luasnya pembukaan operasional sektor sosial masyarakat, maka seharusnya berlaku untuk semua moda transportasi.
“Tapi di aturan terbaru, syarat perjalanan bagi transportasi darat, laut, dan kereta api masih tetap memperbolehkan tes antigen 1×24 jam. Kebijakan yang tidak merata dan terkesan ada diskriminasi, harus di-clear-kan pemerintah,” ujar Puan.
Test PCR Masih Kemahalan
Di sisi lain, Puan mengatakan, masyarakat juga mempertanyakan rencana pemerintah yang akan mengizinkan pesawat mengangkut penumpang dengan kapasitas penuh atau 100 persen seiring dengan pemberlakuan syarat PCR. Sebab, kata dia, alasan kewajiban tes PCR itu disebut untuk mengurangi penyebaran virus Corona.
“Tentu ini semakin membingungkan masyarakat. Ketika tes PCR dikatakan menjadi upaya menekan penyebaran Covid-19 di tengah meningkatnya mobilitas masyarakat, namun kapasitas penumpang pesawat semakin diperbesar,” imbuh dia.
Oleh karena itu, ia meminta pemerintah bisa memberikan penjelasan kepada masyarakat terkait kewajiban tes PCR bagi pelaku perjalanan udara. Dia berharap, pemerintah lebih memprioritaskan agar seluruh program penanganan Covid-19 dilaksanakan secara komprehensif.
“Upaya itu akan lebih baik ketimbang memperberat syarat penerbangan. Integrasikan program vaksinasi dan aplikasi tracing PeduliLindungi dengan tes Covid. Kemudian, perbanyak sosialisasi dan komunikasi publik yang lebih intens mengenai aturan dan protokol kesehatan agar tidak menimbulkan kebingungan masyarakat,” kata Puan.
Baca Juga: PPKM DKI Jakarta Berada di Level 2
Kendati demikian, menurut Puan jika pemerintah memang menilai syarat tes PCR bagi pelaku penerbangan adalah solusi terbaik, harganya harus bisa dikurangi karena masih kemahalan. Selain itu, tambah dia, fasilitas kesehatan juga harus bisa diseragamkan di seluruh daerah.
“Pemerintah harus bisa memastikan waktu dan proses PCR di seluruh daerah bisa selesai dalam waktu singkat, agar bisa memenuhi syarat pemberlakuan hasil tes 2×24 jam. Dan harganya pun harus sama di semua daerah,” katanya.
Beritaneka.com—Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meminta Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin untuk menurunkan biaya pemeriksaan atau testing RT-PCR (Real Time Polymerase Chain Reaction). Hal ini sejalan dengan upaya peningkatan pengetesan (testing) Covid-19 yang terus dilakukan pemerintah.
“Salah satu cara cara untuk memperbanyak testing adalah dengan menurunkan harga test PCR. Dan, saya sudah berbicara dengan Menteri Kesehatan mengenai hal ini, saya minta agar biaya tes PCR ini berada di kisaran antara Rp450-550 ribu,” kata Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (15/8/2021).
Selain itu, Presiden juga meminta agar hasil tes tersebut dapat diketahui dalam waktu kurang dari 24 jam. “Saya minta agar tes PCR bisa diketahui hasilnya dalam waktu maksimal 1×24 jam. Kita butuh kecepatan,” kata Presiden Jokowi.
Baca Juga: Harga Test PCR India Bisa Murah, Indonesia Kenapa Mahal
Sebelumnya Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Surat Edaran Nomor HK. 02.02/I/3713/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Surat edaran tersebut disahkan oleh Plt. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Abdul Kadir pada tanggal 5 Oktober 2020.
Dalam surat edaran tersebut, ditetapkan batasan tarif tertinggi untuk pemeriksaan RT-PCR termasuk pengambilan swab adalah Rp900 ribu. Batasan tarif tersebut berlaku untuk masyarakat yang melakukan pemeriksaan RT-PCR atas permintaan sendiri/mandiri.
Batasan tarif tertinggi itu tidak berlaku untuk kegiatan penelusuran kontak atau rujukan kasus Covid-19 ke rumah sakit yang penyelenggaraannya mendapatkan bantuan pemeriksaan RT-PCR dari pemerintah atau merupakan bagian dari penjaminan pembiayaan pasien Covid-19.