Beritaneka.com—Kalangan DPR menyayangkan pemerintah belum mengabulkan kebutuhan riil terkait dana abadi pesantren dan penambahan dana desa. Alasan pemerintah, anggaran sudah defisit.
Dalam laporan APBN tahun 2022 diperkirakan mencapai defisit Rp868 triliun (4,85 persen) dan pembiayaan utang sebesar Rp973,6 triliun. Padahal kedu bidang itu sudah dijamin oleh UU Nomor 18/2019 Pasal 45 dan UU Nomor 6/2014.
“Akibatnya kita belum melihat bagaimana desentralisasi, semangat APBN yang berkeadilan dan berkelanjutan bisa dirasakan seluruh masyarakat Indonesia,” ujar anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Ratna Juwita Sari, dalam keterangan tertulis kepada media, Senin (13/9/2021).
Baca juga: Selisih Anggaran PEN Sangat Besar, Anggota DPR PAN: Memprihatinkan
Ratna meminta agar pemerintah bersama DPR harus melihat beban fiskal berupa defisit anggaran tersebut, dalam perspektif generasi mendatang. Bahwa, menurutnya, anak-anak muda Indonesia ke depan akan semakin sempit menikmati ruang fiskal, yang disebabkan dari kebijakan yang diambil oleh generasi saat ini.
“Karena itu, saya ingin pertegas dalam hal ini, bahwa bagaimana sebenarnya perencanaan pemerintah dalam pembayaran utang yang akan kita ambil pada tahun 2022 nanti yang rasio utang terhadap PDB menjadi 43 persen,” ujar Politisi Fraksi PKB ini.
Baca juga: BSNP Dibubarkan, Anggota Komisi X DPR: Melabrak UU
Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah menyebutkan terdapat selisih antara defisit sebesar Rp868 triliun dengan pembiayaan utang Rp973,6 triliun, yaitu sebesar Rp 105,6 triliun. Namun, besaran Rp 105,6 triliun tersebut sangat tergantung pada tingkat besaran PDB pada 2022.
Dengan komposisi ini, menempatkan rasio utang terhadap PDB menjadi 43 persen dan rasio utang terhadap pendapatan menjadi sekitar 51,93 persen. Yang terdiri dari bunga utang Rp405,8 triliun dan pokok utang kisarannya Rp550 triliun. “Sehingga, beban utang yang harus ditanggung pada 2022 sebesar Rp955,87 triliun,” jelas Said