Beritaneka.com—Presiden Jokowi telah menetapkan pengintegrasian data sebagai dasar pembuatan kebijakan. Keputusan Presiden Jokowi itu disambut baik IPB Unversity. Melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM), IPB Unversity menggelar Merdesa Talk Seri Dua, Sabtu (24/7). Acara ini menghadirkan penggagas Data Desa Presisi (DDP) IPB University, Dr Sofyan Sjaf, Inspirator Pengembangan DDP, Jenal dan Anggota DPR RI, Rieke Diah Pitaloka.
Dalam sambutannya, Rektor IPB University Prof Arif Satria mengatakan akurasi data desa sebagai unit terkecil itu sangat menentukan.
“Karena akurasi data desa sangat berpengaruh pada akurasi data kecamatan, akurasi data kabupaten, data provinsi dan terakhir pada data nasional. Jadi kalau data desanya tidak akurat, maka dapat dipastikan data nasionalnya juga tidak akurat. Kalau perencanaan pembangunan berbasis pada data yang tak akurat, maka perencanaan itu bisa berbahaya,” ujar Arief Satria.
Baca juga: IPB Gandeng University of Nottingham Kembangkan Biomaterial Terjangkau untuk Implan Tulang
Arief menegaskan, gagasan dan capaian DDP inovasi Dr Sofyan Sjaf ini sangat luar biasa. Menurut Prof Arif, DDP sudah direspons Menteri Dalam Negeri dan Menteri Sosial, dan ia sendiri juga sudah menyampaikannya kepada Presiden Jokowi.
“Melihat capaian DDP ini, beliau (Presiden Jokowi) sangat antusias sekali. Karena ini merupakan cara mendapatkan data secara akurat, secara spasial ataupun numerik,” ujarnya.
Dalam kesempatan ini, penggagas DDP, Dr Sofyan Syaf menjelaskan bahwa DDP terinspirasi dari legacy (warisan) dari 531 tokoh-tokoh se Indonesia yang tergabung dalam Dewan Perancang Nasional (Depernas). Depernas memastikan keharusan adanya data sebagai bentuk Democratic Rural Development (DRD) yang mengutamakan partisipasi rakyat secara demokratis.
“DRD ini juga yang menjadi patokan ideologis dan filosofis dalam DDP untuk menghasilkan data akurat,” ujar Wakil Kepala LPPM IPB University bidang Pengabdian kepada Masyarakat ini.
Menurutnya, masalah data yang dihadapi desa ini belum tuntas terselesaikan hingga sekarang. Ia memastikan adanya galat data hingga (hampir) 50 persen. Terutama pada data Potensi Desa (Podes) keluaran Badan Pusat Statistik (BPS) yang tak sesuai dengan kondisi riil pedesaan.
“Ada lima masalah pendataan desa yang sudah saya paparkan dalam buku Involusi Republik Merdesa (2019). Bengkalai masalah itu yakni warga desa sebagai obyek, kurangnya kreativitas dalam penyusunan data desa, minimnya akses data terutama data desa berbasis spasial, rendahnya Sumberdaya Manusia (SDM) aparat desa, hingga data desa yang masih disusun dan diolah secara manual,” jelasnya.
Menanggapi hal ini, Rieke Dyah Pitaloka menyebut istilah ‘Intelektual Kolektif’ dari Pierre Bourdieau, yang menurutnya penting dalam pengembangan DDP.
“Kita dulu punya legacy Dewan Perencanaan Nasional (Depernas) yang anggotanya bukan hanya dari semua parpol yang diakui masa itu, tapi juga ada perwakilan dari golongan, suku agama, mazhab pemikiran dan pakar berbagai universitas. “Buku Putih’ Depernas mengutamakan data akurat, bukan sekedar taksiran dalam perencanaan pembangunan. Oleh karena itu, semua pihak harus sama-sama membangun satu data yang akurat dan presisi. Perguruan tinggi harus dilibatkan secara aktif. Sehingga memastikan perlunya ‘keputusan politik berbasis riset’. Tapi perguruan tinggi harus menghasilkan riset ilmiah yang mudah dipahami masyarakat,” ujarnya.
Baca juga: Rektor IPB University: Saatnya Indonesia Pemimpin Industri Halal Dunia
Jenal, Kepala Desa Gelaranyar, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat menyambung diskusi ini dengan membeberkan semua keunggulan DDP. Jenal berinisiatif menggunakan DDP untuk membangun desanya.
“Tak ada keraguan lagi. DDP ini 99 persen tepat. Namun sayang, ada satu kekurangannya, yakni dari sisi pemerintah. Pemerintah pusat semestinya membuat regulasi nasional penggunaan DDP,” pungkasnya.
Kepala LPPM IPB University, Dr Ernan Rustiadi juga menyampaikan hal serupa. Menurutnya, ini bukan masalah teknologi yang tak bisa dikuasai. Tapi permasalahannya adalah maukah konsep DDP ini diterapkan oleh negara.
“Teknologinya ada, kemampuan kita ada, SDM kita juga mampu. Bahkan proses-proses pengembangan Data Desa Presisi yang dikembangan Unit Desa Presisi dilakukan secara partisipatif dengan masyarakat desa. Jadi masyarakat desa pun sekarang sudah sangat terbiasa dengan gadget, sudah ngerti GPS (Global Positioning System), bahkan ngerti juga analisis-analisis pedesaaan,” ujarnya. Dr Ernan optimis DDP akan menjadi solusi bagi kemajuan dan akselerasi pembangunan pedesaan.