Beritaneka.com—Keberadan ekosistem pesisir memiliki peranan yang sangat penting dalam keberlangsungan kehidupan masyarakat pesisir di Kabupaten Raja Ampat. Namun demikian keberadaan ekosistem pesisir memiliki banyak ancaman yang dapat menurunkan kondisi hingga luasannya. Sehingga mau tidak mau, keberadaan ekosistem pesisir harus dijaga dan dikelola secara lestari untuk keberlangsungan peradaban masyarakat dimasa depan.
Terkait hal tersebut, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL), Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University mengadakan Workshop Pembahasan Hasil Survei, Pemilihan Site dan Metode Rehabilitasi Ekosistem di Kabupaten Raja Ampat secara hybrid, Jumat minggu pertama Juni.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Desain Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu dalam Mendukung Percepatan Pelaksanaan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP-3-K) di Provinsi Papua Barat. Dalam menjalankan program ini, PKSPL IPB University bekerja sama dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (KemenPPN/Bappenas), Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) dan Coral Reef Rehabilitation Management Program-Coral Triangle Initiative (Coremap-CTI).
Baca juga: BNPB Gandeng IPB Kerjasama Pendampingan Ekonomi Korban Bencana Longsor Sukabumi
Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan Multi Criteria Decision Making (MCDM) yang dilakukan Tim Rehabilitasi PKSPL IPB University, Kampung Yensawai Barat menjadi lokasi rehabilitasi. Oleh karena itu, dalam workshop ini ada masukan yang dapat menyempurnakan pelaksanaan rehabilitasi yang akan dilaksanakan.
Kepala PKSPL IPB University, Dr Yonvitner menyampaikan, yang menjadi konsen terkait dengan pertemuan ini adalah PKSPL IPB University mendapat mandat dari Bappenas untuk melaksanakan program rehabilitasi ekosistem pesisir.
Lebih lanjut dosen IPB University dari Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan ini mengatakan bahwa sinergitas sangat penting dalam proses rehabilitasi, karena harus dilakukan dengan baik dan terukur agar kegagalan dapat diminimalisir.
“Sehingga hari ini kita mencoba mensinergikan apa-apa saja yang diperlukan untuk memperkaya rencana rehabilitasi di Kampung Yensawai Barat. Harapannya program rehabilitasi dapat kita kawal dengan baik dan berkelanjutan,” ungkap sosok yang pernah menjabat sebagai Kepala Pusat Studi Bencana (PSB) IPB University ini.
Direktur Program Desain Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu dalam Mendukung Percepatan Pelaksanaan RZWP-3-K di Provinsi Papua Barat, Dr Fery Kurniawan mengatakan bahwa ada beberapa komponen kegiatan yang dibahas, salah satunya studi mendalam ekosistem kritis yang fokus pada mangrove, lamun dan terumbu karang serta sosial ekonomi budaya masyarakat.
“Program rehabilitasi sudah banyak dilakukan di Raja Ampat, namun belum maksimal. Sehingga diharapkan dalam workshop ini ada masukan terkait seperti apa yang harus dilakukan agar mangrove, terumbu karang dan lamun dapat maksimal dalam proses rehabilitasinya,” jelasnya.
Baca juga: Peduli NTT dan NTB, IPB32 Juara Salurkan Bantuan
Sementara itu, Ahmad Mony, Staf Ahli Kedeputian III Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) mengatakan bahwa target rehabilitasi dalam project ini adalah community base. Sehingga pertimbangan sosial ekonomi dan budaya masyarakat menjadi sangat penting, terutama terkait keberhasilan rehabilitasi ekosistem pesisir.
“Badan Restorasi Gambut dan Mangrove sendiri tidak hanya melihat aspek keberhasilan rehabilitasi ekosistem dari sudut ekologi saja, namun pelibatan peran masyarakat menjadi penting. Sehingga dengan sendirinya masyarakat mampu menjadi motor penggerak dalam mengawal kegiatan rehabilitasi ekosistem pada tingkat akar rumput. BRGM sendiri memiliki program rehabiitasi mangrove di Provinsi Papua Barat, sehingga aspek sosial, ekonomi dan budaya masyarakat menjadi penting dalam mensinergikan keberlanjutan program nantinya,” jelasnya.